Oleh: Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA
Ini hanya sebuah catatan kecil dari hasil interaksi penulis dengan berbagai kalangan akar rumput masyarakat Jakarta. Bukan analisa mendalam, apalagi kajian ilmiah. Namun bisa menjadi bahan renungan politik cukup menarik.
Sejumlah Lembaga Survey tingkat nasional ternama “disewa” dengan biaya mahal untuk pemenangan Foke dalam Pilkada DKI Jakarta. Lalu laporan para pendekar survey “sewaan” tersebut membuat Foke yakin menang satu putaran. Foke pun tidak turun dalam kampanye terbukanya, cukup diwakilkan dengan cawagubnya. Faktanya, Foke kalah dalam putaran petama, walau masuk putaran kedua. Selanjutnya, para pendekar survey tersebut mengeluarkan sejuta dalih agar tidak disalahkan.
Tugas utama sebuah Lembaga Survey “Bayaran” dalam suatu Pemilu, baik tingkat pusat mau pun daerah, bukan hanya menghitung dan memprediksi hasil pemilu, tapi juga harus mampu membentuk opini positif bagi kepentingan pihak yang membayarnya untuk menang.
Dalam upaya pembentukan opini positif, Lembaga Survey seharusnya mampu memberi masukan dan arahan kepada Tim Sukses kliennya untuk melakukan terobosan-terobosan menarik dan simpatik. Lembaga Survey dan Tim Sukses harus sinergis, karena keduanya merupakan Tim Pemenangan, hanya bedanya yang satu “Tim Gelap” sedang yang lainnya “Tim Terang”. Namun faktanya kampanye Foke di putaran pertama tidak menarik, bahkan sebagian besar iklan kampanyenya di media tidak simpatik.
Tim Survey dan Tim Sukses Foke harus terampil dan cekatan dalam mencegah apa saja yang berpotensi merugikan sang klien di mata publik. Karena itu, semestinya jangan membiarkan sejumlah orang yang “bermasalah” tampil dalam baliho atau iklan atau panggung kampanye Foke. Apalagi orang yang ditengarai terlibat korupsi atau dekadensi moral lainnya. Itu akan jadi “musibah besar” buat Foke.
Tim Survey dan Tim Sukses Foke mesti kreatif dan inovatif dalam mensosialisasikan keunggulan kliennya. Apalagi klien yang diperjuangkan pemenangannya adalah calon incumbent yang selama kepemimpinannya tentu banyak prestasi yang diraihnya, walau pun ada banyak kekurangan yang tidak bisa dipungkiri. Tugas Tim Survey dan Tim Sukses membuka “kelebihan” sang klien, bukan membuka “kekurangan” sang klien.
Tim Survey dan Tim Sukses Foke mestinya mengangkat dan menginformasikan seluas-luasnya berbagai prestasi Foke sejak menjadi Sekda hingga Gubernur DKI Jakarta dalam iklan-iklan kampanye di media cetak mau pun elektronik, walau dalam durasi singkat, tapi dalam frekwensi penayangan sesering mungkin. Karenanya, muncul sejumlah pertanyaan terhadap Tim Survey dan Tim Sukses Foke tentang hal tersebut.
Pertama, kenapa Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak mengangkat dalam bentuk iklan dokumenter singkat tentang peristiwa banjir besar dan parah di Jakarta pada tahun 2006 / 2007? Dimana berkat kerja keras Pemda DKI Jakarta dengan percepatan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) dan Banjir Kanal Barat (BKB) bisa teratasi, sehingga sampai saat ini tidak pernah terulang lagi peristiwa tersebut, kecuali banjir lokal di beberapa tempat karena BKT dan BKB belum selesai. Setidaknya menginformasikan kepada publik tentang keseriusan Foke mengatasi banjir.
Kedua, kenapa Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak juga mengangkat dalam iklan dokumenter singkat tentang keterlibatan Foke sejak menjabat Sekda hingga Gubernur DKI dalam penutupan sejumlah lokalisasi pelacuran seperti Kramat Tunggak dan Boker serta lainnya? Padahal, ini point penting untuk menunjukkan bahwa Foke punya perhatian serius untuk mengentaskan lokalisasi pelacuran dari Jakarta.
Ketiga, kenapa Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak membuat film dokumenter singkat tentang kepedulian Pemda DKI Jakarta dalam program pemberian jaminan makan bagi jama’ah haji Jakarta selama musim haji mulai beberapa tahun terakhir?
Keempat, kenapa Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak juga membuat iklan dokumenter singkat tentang program Pemda DKI Jakarta terkait sertifikasi guru, bantuan sekolah dan madrasah, bantuan biaya kesehatan, pembangunan masjid, serta kedekatannya dengan para Habaib dan Kyai, dan sebagainya?
Kelima, kenapa pula Tim Survey dan Tim Sukses Foke tidak memproduksi iklan animasi tiga dimensi tentang Jalan Layang, Monorel dan MRT serta lainnya yang memberi gambaran jelas bahwa Foke sedang bekerja keras untuk mengatasi kemacetan ?
Nah, dengan tidak diangkat secara serius masalah-masalah di atas oleh Tim Survey dan Tim Sukses Foke, padahal serangan lawan politik Foke justru berputar dalam permasalahan tersebut, membuat publik “curiga”. Jangan-jangan ada yang “menggunting dalam lipatan” dalam Tim Survey dan Tim Sukses Foke, sehingga tidak serius memenangkan kliennya ?! Akibatnya, Foke selama ini hanya beli mimpi dari mereka dengan harga sangat mahal ! Wallaahu A’lam.
Kini di tengah masyarakat terbentuk stigma bahwa Foke “sombong”, sedang lawannya “tawadhu”, sehingga si sombong dihalang dan si tawadhu digadang. Maka, kini saatnya Foke harus segera mengubur dalam-dalam “kesombongannya” dan menggantinya dengan sikap tawadhu yang tulus dan ikhlas.
Untuk itu, Foke harus berjanji kepada masyarakat untuk membangun pemerintahan yang bersih tanpa korupsi. Foke harus berkomitmen kepada umat untuk gusur ma’siat, bukan gusur rakyat. Foke harus bertekad jadikan Jakarta sebagai Kota Religius sebagaimana cita-cita Fatahillah saat mendirikan Jakarta dengan nama Jayakarta yang artinya “Kemenangan Nyata” yang diambil dari ungkapan Al-Qur’an yaitu “Fathan Mubiinan”. Foke harus lebih memperhatikan nasib Guru dan Buruh, serta terus memperjuangkan kesejahteraan yang pantas dan layak bagi mereka.
Selain itu, Foke masih punya lima utang besar kepada umat Islam Ibukota, yaitu : Pertama, pelarangan Ahmadiyah. Kedua, penarikan saham Pemda DKI dari pabrik Bir. Ketiga, pembersihan wilayah Sentra Ekonomi Mancanegara Tanah Abang dari pelacuran. Keempat, melenyapkan patung Dewa Hindu Bali di pintu gerbang Ibukota Jakarta dari arah Bandara Soekarno-Hatta dan menggantinya dengan tugu Mush-haf Al-Qur’an, karena Jakarta kota umat Islam yang didirikan oleh Fatahillah dan Ulama. Kelima, membangun Masjid Agung Jakarta, karena Istiqlal itu Masjid Agung Negara sedang Masjid Agung Jakarta belum ada hingga kini. Karenanya, Foke harus tancapkan niat dan bulatkan tekad untuk melunasi utang ini demi memenangkan dan memuliakan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Barangsiapa yang memenangkan dan memuliakan Allah SWT dan Rasul-Nya, niscaya Allah SWT pasti akan memenangkan dan memuliakannya. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak memenangkan dan memuliakan Allah SWT dan Rasul-Nya, niscaya Allah SWT pasti tidak akan memenangkan dan memuliakannya.
Semoga catatan ini menjadi perhatian bagi Foke dan Tim Survey serta Tim Suksesnya. Selamat berjuang, semoga menang !