Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Selasa, 26 Juli 2011

Status Pemimpin yang Tidak Menerapkan Syariat Islam


Oleh: Abu Ahmad Syakir
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasullah, keluarga dan para sahabatnya.
Menasehati dan mendoakan agar mendapat hidayah dianjurkan, sampai kepada orang kafir. Karena itulah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mendoakan Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu saat masih kafir untuk mendapat hidayah. Begitu juga yang beliau lakukan sesudah mendapat perlakuan buruk penduduk Thaif, beliau mendoakan mereka agar mendapat petunjuk Islam.
Pemimpin yang tidak menerapakan syariat Islam ada dua.Pertama, pemimpin yang menerapkan hukum selain hukum Islam dalam satu persoalan atau sebuah kasus karena menuruti hawa nafsunya, atau kebenciannya kepada seseorang, atau karena disuap, atau cenderung kepada salah satu dari orang yang berseteru, maka dia telah berbuat kekufuran kecil yang tidak mengeluarkannya dari Islam. Syaratnya, hukum global yang diterapkannya adalah syariat Islam.
Kedua, pemimpin yang menerapkan hukum selain hukum Allah karena membenci/tidak suka dengan syariat Allah atau karena lebih mengutamakannya daripada syariat Islam, atau meyakini setiap orang boleh menerapkan hukum apa saja yang dikehendakinya (tidak harus hukum Allah), maka orang seperti ini telah melakukan kekufuran besar yang mengeluarkannya dari Islam. Begitu juga orang yang membuat satu undang-undang untuk manusia guna menandingi hukum Allah, ia menghalalkan apa yang Allah haramkan atau mengharamkan sesuatu yang disepakai halalnya, lalu mewajibkan rakyat untuk mengikutinya, maka ia telah kafir dengan kekafiran besar yang mengeluarkannya dari Islam. Semoga Allah melindungi kita darinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
"Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir." (QS. Al-Maidah: 44)
Konsekuensi Meyakini Kebenaran Al-Qur'an dan Sunnah
Dr. Abdullah al-Mushlih dan Dr. Shalah Shawi dalam kitab Maa Laa Yasa' al-Muslima Jahluhu, menerangkan bahwa konsekuensi seorang muslim yang meyakini bahwa Al-Qur'an dan Sunnah adalah sumber dalam kehidupan berislam, maka ia harus berhukum kepada keduanya dan tidak boleh berpaling kepada sumber hukum yang lain.
Berikut ini kami terjemahkan isi dari ulasan kedua ulama kontemporer tadi dalam kitab yang tersebut di atas, hal. 36-37:
Sebagai konsekuensi keimanan terhadap kesatuan sumber Ajaran dalam kehidupan berislam, kita meyakini bahwa berhukum kepada selain hukum Allah adalah kemunafikan yang tak mungkin berpadu dengan prinsip dasar iman.
Barang siapa dengan sadar dan sukarela keluar dari hukum-hukum syariah, maka ia benar-benar keluar dari Islam.
Ketaatan mutlak hanya milik Allah dan rasul-Nya. Adapun ketaatan kepada selain keduanya, seperti kepada penguasa, ulama, wali, suami, orang tua, majikan, atau yang lainnya, dibolehkan selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah. Karena tak ada seorang pun kecuali perkataannya bisa diterima dan ditolak melainkan hanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Sesungguhnya mengikuti pendapat ulama dibolehkan karena perannya sebagai perantara untuk mengetahui hukum-hukum Allah.
Sementara musyawarah diperbolehkan dalam wilayah memaafkan, hal-hal mubah, dan masalah-masalah ijtihadiyah. Karena sesuatu yang bertentangan dengan syariat tidak akan mendatangkan mashlahat (kebaikan).
Allah Ta'ala berfirman,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa': 60)
Iman mereka tidak lebih hanya sekedar pengakuan belaka selama mereka masih berhakim kepada para taghut. Setelah itu Allah bersumpah bahwa iman mereka telah hilang, Dia berfirman,
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa': 65)
Tentang hubungan dengan orang tua, Allah Ta'ala berfirman, (artinya): "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. Luqman: 15) maka taat kepada orang tua dibolehkan selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah, dan tidak dalam masalah syirik yang senantiasa diperindah oleh syetan.
Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian." (QS. An-Nisa': 59)
Diulanginya lafadz tha'ah (taat) kepada Rasul untuk menunjukkan bahwa taat kepadanya bersifat independen (berdiri sendiri). Sedangkan kepada ulil amri, lafadz tha'ah (taat) tidak diulang, untuk menunjukkan bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri. Namun, ketaatan kepada mereka mengikuti ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang hubungan dengan ulil amri (pemimpin), "Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada khaliq (pencipta/Allah). Sesungguhnya ketaatan pada mereka dalam hal yang ma'ruf (baik)." (Muttafaq 'Alaih).
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada khaliq (pencipta/Allah). Sesungguhnya ketaatan pada mereka dalam hal yang ma'ruf (baik)." (Muttafaq 'Alaih).
Imam al-Bukhari berkata dalam Shahihnya berkata, "Para imam, sesudah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, senantiasa meminta pendapat kepada ahli ilmu sekitar masalah-masalah yang mubah agar mengambil yang termudah. Dan apabila al-Qur'an dan as-Sunah telah menjelaskannya, maka mereka tidak mencari lagi dari yang lainnya. Para Qurra' (ahli qira'ah al-Qur'an), para syura sahabat Umar bin Khathab dari kalangan orang tua dan para pemuda, sangat mencukupkan diri dan komitmen dengan al-Qur'an."
Allah menjelaskan bahwa tiada yang berani melawan al-Qur'an kecuali hawa nafsu. Dan tiada yang menentang hukum-Nya kecuali hukum jahiliyyah. Allah Ta'ala berfirman,
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Qashshash: 50)
. . .  tiada yang berani melawan al-Qur'an kecuali hawa nafsu. Dan tiada yang menentang hukum-Nya kecuali hukum jahiliyyah.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. al-Jatsiyah: 18)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah: 50)
Allah juga menyuruh orang yang jahil agar bertanya kepada ahli ilmu (ulama), Allah berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ
"Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab." (QS. An-Nahl: 43-44)
Perintah bertanya kepada ulama karena mereka memiliki ilmu tentang keterangan mukjizat dan kitab-kitab. Maknanya mengikuti mereka dibenarkan karena ilmu pengetahuan mereka terhadap al-Qur'an dan as-Sunnah dan keistiqamahan mereka tehadapnya, baik dengan ilmu dan amal.Selesai nukilan kitab.
Penutup
Tulisan ini tidak menghakimi satu person tertentu, karena menghukumi semacam itu membutuhkan beberapa syarat dan haruslah kosong dari mawani' (penghalang seseorang dikafirkan).  Menghakimi juga bukan menjadi wilayah (kapasitas) kami, karena keterbatasan ilmu dan kemampuan dalamiqamatul hujjah. Tulisan ini hanya sebagai peringatan bagi umat muslim yang diberi kesempatan memegang urusan umat agar tidak menolak syariat Islam, karena menolaknya menjadi sebab batalnya iman. Harapannya, siapa saja dari kaum muslimin yang menjadi pemimpin di belahan bumi Allah agar menjadikan syariat-Nya sebagai undang-undang dasar dalam mengatur rakyat yang dipimpinnya, karena itu merupakan tuntutan iman kepada Allah dan Rasulnya serta pengakuannya terhadap kebenaran Islam. Wallahu Ta'ala a'lam.
[PurWD/voa-islam.com]

Sikap Mujahidah Pembela Islam Terkait Vaksin Haram


Posted by K@barNet pada 25/07/2011

PERNYATAAN SIKAP MUJAHIDAH PEMBELA ISLAM Tentang SELAMATKAN BAYIINDONESIA DARI VAKSIN HARAM

Dalam rangka menyambut HARI ANAK NASIONAL, kami barisan Wanita Muslimah Indonesia dari Mujahidah Pembela Islam (MPI) sebagai sayap juang Front Pembela Islam, dengan ini menyatakan :
1. Bahwa Vaksin untuk meningkatkan imun (kekebalan tubuh) itu memang perlu, tapi harus dengan jalan yang HALAL dan THOYYIB.
2. Bahwa Umat Islam wajib mengadakan VAKSIN HALAL dan harus menolak VAKSIN HARAM.
3. Bahwa kami mengecam keras Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terlalu mudah MENGHALALKAN VAKSIN BABI hanya dengan dalih DARURAT, padahal NEGARA RI punya kemampuan mengerahkan para ahlinya membuat VAKSIN HALAL.
4. Bahwa kami protes keras pemerintah RI yang membiarkan penggunaan VAKSIN BABI, ANJING dan MONYET untuk BAYI INDONESIA mau pun masyarakat lainnya.
5. Bahwa kami menyerukan umat Islam agar waspada terhadap VAKSIN buatan kafir yang dengan sengaja menjalankan program MEMBABIKAN, MENGANJINGKAN dan MEMONYETKAN umat Islam melalui VAKSIN BABI, ANJING dan MONYET.
6. Bahwa pantas saja banyak OKNUM pemimpin negeri ini yang tingkah lakunya seperti Babi yang JOROK, dan Anjing yang SUKA MENGGIGIT, serta Monyet yang SERAKAH, ternyata patut diduga karena pengaruh VAKSIN BABI, ANJING dan MONYET.
7. Bahwa kami mengecam tindakan sejumlah Rumah Sakit dan Dokter serta Bidan yang menolak KHITAN BAYI PEREMPUAN dengan dalih putusan KOMISI HAM PBB, karena Khitan adalah bagian dari SYARIAT ISLAM.
8. Bahwa KHITAN SYAR’I bagi anak perempuan bukanlah membuang semua atau sebagian besar bagian vital wanita sebagaimana difitnahkan PBB, melainkan hanya sekedar menores bagian tertentu sesuai aturan Syariat Islam.
9. Kami serukan umat Islam untuk menggunakan VAKSIN ALAMI bagi Bayi sesuai ajaran Nabi SAW, yaitu :
  • a. AZAN, IQOMAT, TAHNIK dan KHITAN serta AQIQAH bagi bayi saat lahir.
  • b. Berikan ASI kepada Bayi dalam hitungan masa hamil + masa menyusui = 30 bulan.
10. Kami serukan umat Islam untuk menggunakan THIBBUN NABAWI yaitu cara hidup sehat yang diajarkan Nabi SAW, antara lain :
  • a. Tegakkan Shalat dan Puasa Ramadhan.
  • b. Baca Al-Qur’an, Dzikir, Doa dan Shalawat.
  • c. Laksanakan kewajiban dan jauhkan larangan.
  • d. Konsumsi Madu, Kurma, Habbah Sauda (Jintan Hitam), Buah Tin dan Zaitun.
  • e. Konsumsi makanan dan minuman yang tidak mengandung ZAT KIMIA BUATAN.
  • f. Jalankan BEKAM secara periodik.
  • g. Biasakan PUASA SUNNAH.
  • h. Minum dan Makanlah dengan cara Nabi SAW :
- Makan dan minumlah yang HALAL.
- Makan dan minumlah dengan BASMALAH.
- Akhiri makan dan minum dengan HAMDALAH.
- Makan dan minum dengan TANGAN KANAN.
- Tidak makan dan minum berlebihan.
- Tidak makan dan minum sambil berdiri.
- Tidak minum lebih dari tiga teguk dalam SATU TARIKAN NAFAS.
- Bergeraklah setelah makan dan minum (jangan langsung tidur).
Jakarta, 21 Sya’ban 1432 H / 23 Juli 2011 M

PUISI UNTUK ANAK

Ya Allah… maafkanlah kami… Karena telah melalaikan petunjuk Nabi…

Ya Allah… ampunilah kami…. Karena telah mengabaikan arahan Nabi…

Ya Allah… Nabimu telah mengajarkan… Cara menyambut kelahiran bayi kesayangan…

Azan… Iqomat… Tahnik… dan di’aqiqahkan… Hamil dan menyusui sempurna tiga puluh bulan…

Ya Allah… Nabimu telah mengarahkan… Dengan Thibbun Nabawi yang menyehatkan…

Madu, Kurma, Tin, Zaitun  dan Si Hitam Jintan…… Obat mujarab…  khasiat tiada tandingan….

Thoharoh, Shalat dan Puasa… ibadah sehat ruh dan badan… Al-Qur’an dibaca dan didengar .… otak pun disegarkan…

Dzikir , Istighfar , Solawat dan Doa… untuk penjagaanan… Ditambah Bekam… untuk lebih menyempurnakan…

Awas, Bahaya Vaksinasi Mengancam !


Posted by K@barNet pada 23/07/2011

Faktanya dalam praktik di lapangan, banyak kematian dan cacat pada bayi, anak, bahkan orang dewasa, akibat dari penanaman virus-virus tersebut

Pemberian vaksin dan imunisasi yang selama ini telah berlangsung, seyogyanya perlu diteliti dan dikaji ulang. Efektivitas dari penggunaan vaksin dan imunisasi juga belum terbukti secara masal mampu membuat tubuh kebal terhadap serangan penyakit.
Hal ini diungkapkan dalam pertemuan remaja Masjid Petamburan, Rabu, 20/07/2011, yang juga dihadiri ketua umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab bersama Ibu Hj. Ummu Salamah, Hajjam, SH. Beliau mengatakan bahwa fakta-fakta buruk di lapangan terhadap efek samping pemberian imunisasi maupun vaksinasi perlu segera dicari tahu penyebabnya. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjelaskan secara ilmiah fakta tersebut.
Coba renungkan dengan seksama, jamaah haji, calon pengantin wanita, ibu hamil, bayi dan anak-anak tidak berdosa dan dalam kondisi sehat, harus diberi virus-virus itu dengan maksud agar mereka menjadi kebal terhadap penyakit. Faktanya, dalam praktik di lapangan, banyak kematian dan cacat pada bayi, anak, bahkan orang dewasa, akibat dari penanaman virus-virus tersebut, ungkap penulis buku Imunisasi Dampak, Konspirasi dan Solusi Sehat Ala Rasulullah ini.
Ummu Salamah sendiri pernah mengalami dampak pemberian vaksin tersebut. Menurut pengakuannya, 30 menit setelah dipaksa vaksin meningitis, dirinya mengalami kejang dan kelumpuhan. Hal tersebut juga diperkuat pengakuan beberapa pasien yang mengalami hal serupa.
Masih banyak orang yang mengalami dampak buruk dari pemberian vaksin. Mungkin mereka tidak merasa atau tidak sadar dan enggan mengungkapkan. Dengan fakta tersebut masihkah kita menutup mata dan acuh saja. Harusnya kita mendorong pemerintah untuk melakukan tindakan, imbuh Ketua Pondok Sehat An Nabawiyah Jakarta ini.
Senada dengan Salamah, DR. Tauhid Nur Azhar, dalam salah satu seminar pernah menyatakan, sudah banyak bukti memperlihatkan bahwa vaksinasi pada anak-anak balita yang dilakukan hampir dua belas kali dengan vaksin yang berbeda ketika sistem sedang berkembang, menyebabkan gangguan imun yang kronis.
Dosen Fakultas Kedokteran Unisba ini juga menambahkan, untuk memperkuat sistem imun maka menghindari obat-obatan dan mengurangi konsumsi antibiotik adalah cara terbaik. Tubuh memerlukan bakteri umum untuk mengenal kuman baru.Produk antibakteri hanya membuat bakteri menjadi kebal, imbuh doktor imunologi ini.
Untuk itu Salamah menganjurkan umat muslim kembali mempratikan imunisasi ala Rasulullah dan meninggalkan imunisasi konvensional tersebut. Selain diragukan kehalalannya, vaksinasi juga tidak menyehatkan dan tidak memberi efek positif pada tubuh.
Namun Salamah kurang setuju jika vaksin atau imunisasi diberikan pada tubuh yang sehat. Kalau tubuh kita sudah sehat ya tidak perlu divaksin. Kita tinggal mengaktifkan sistem imun dalam tubuh kita, imbuh praktisi Thibbun Nabawi ini.
Di sisi lain keduanya sepakat bahwa pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pemberian dan menyediakan makanan bergizi serta terjangkau, sehingga jika pemenuhan akan kebutuhan gizi dan kualitas makanan terpenuhi, maka masyarakat akan sehat dengan sendirinya. Jika masyarakat sendiri tidak sehat, misalnya gizi yang buruk, maka pemberian vaksin pun akan sia-sia dan tidak berefek menyehatkan.
Ibu Salamah kembali menegaskan, terjadinya banyak penyakit di tengah masyarakat sekarang ini akibat tidak dilaksanakan aturan Allah SWT di dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara. Untuk memperbaiki suatu kondisi yang terjadi di masyarakat ini, tentu kita harus memahami akar permasalahannya.
Islam telah memberikan konsep dan solusi kesehatan pada masyarakat yang berkualitas, dalam tatanan kehidupan yang sudah diatur dan dijamin oleh Allah SWT. Jangan cari solusi dan konsep di luar Islam, ajaknya .
Benarkah Imunisasi Termasuk Agenda Barat?
Dari definisi umum, imunisasi selama ini dikenal sebagai suatu tindakan memberikan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin sehingga bila kelak dia terpapar hanya akan sakit ringan. Vaksin adalah bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Maka imunisasi juga dikenal dengan sebutan vaksinasi.
Pertanyaannya kemudian adalah betulkah defiinisi vaksinasi atau imunisasi selama ini seperti yang sudah diceritakan bahwa ia mampu memberikan kekebalan terhadap tubuh? Atau mungkin imunisasi hanya mitos dari Barat untuk menyehatkan masyarakat dunia?
Barbara Loe Fisher, Presiden Pusat Vaksinasi, pernah mengatakan bahwa vaksin atau imunisasi bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan sistem imun dan syarat, hiperaktif, kelemahan daya ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, artritis reumatiod, sklerosis multiple, dan epilepsi. Bahkan AIDS yang tidak pernah dikenal dua dekade lalu, menjadi wabah di seluruh dunia saat ini.
Dalam kasus pholio misalnya, Dr. Bernard Greenberg, dalam sidang kongres AS tahun 1962, mendelegasikan bahwa kasus polio menjadi meningkat secara cepat sejak program vaksin dijalankan. Terjadi peningkatan sebesar 50% pada tahun 1957-1958 dan peningkatan menjadi 80% pada tahun selanjutnya.
Dengan begini kita akan menyambung pada pertanyaan anda selanjutnya tentang apakah imunisasi sendiri berasal dari Barat? Saya ingin menambahkan bahkan kegiatan penciptaan imunisasi yang disokong oleh WHO, berasal dari Rockefeller, sebuah dinasti luhur dalam tradisi Zionisme. Hal ini diperkuat oleh Dr. Leonard Horowitz yang menyatakan:
The UN’s WHO was established by the Rockefeller family’s foundation in 1948 – the year after the same Rockefeller cohort established the CIA. Two years later the Rockefeller Foundation established the U.S. Government’s National Science Foundation, the National Institute of Health (NIH), and earlier, the nation’s Public Health Service (PHS).
Rockefeller memang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Ia mencakup berbagai lini bisnis apa saja yang bisa dimanfaatkan oleh Yahudi. System ini kemudian yang disebut oleh Ahmad Thompson dalam bukunya Sistem Dajjal (Dajjal The Antichrist dalam edisi aselinya) sebagai sebuah system yang tak lebih menerapkan kebijakan produsen konsumen dimana sebuah praktik kesehatan sebagai ajang untuk mengeruk keungtungan.
Makanya itu kemudian program imunisasi menjadi bagian dan agenda penting WHO dari tahun ke tahun. Penyelenggaraan program imunisasi mengacu pada kesepakatan-kesepakatan internasional untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas sesuai dengan anjuran WHO sebagai upaya global dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang konon dapat dicegah dengan imunisasi yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2003, penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia telah mengacu kepada kesepakatan The Millennium Development Goals (MDGs), sebuah hasil Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000.
Oleh karena itu, kita seharusnya tidak mudah percaya atas program-program yang diancang-ancang oleh WHO dan telah terbukti tidak mampu menyehatkan masyrakat, dan justru membuat sakit.  Mari kita mulai dari diri kita, keluarga kita, orang-orang yang kita cintai disekeliling kita agar anak kita tidak mudah untuk di imunisasi begitu saja.
Buku Mengupas Tuntas Vaksin, Penting Dimiliki!
Sebuah buku berjudul “IMUNISASI Dampak & Konspirasi Solusi Sehat Ala Rasulullah SAW” yang mengupas tuntas vaksin, imunisasi dari sisi dampak dan konspirasinya. Penulis juga memberikan solusi sehat ala Rasulullah SAW, yang saat ini dikenal dengan istilah Thibun Nabawi. Sangat bermanfaat dan dibutuhkan umat!
Pengalaman Pribadi Penulis
Penulis, Hj. Ummu Salamah, SH., Hajjam, menulis buku berdasarkan beberapa pengalaman pribadi terkait kesehatan. Berikut ceritanya :
Pada tanggal 9 Juni 2008, saya diundang oleh dr Flora Eka Sari, SpP. Di RSPAU Halim Perdana Kusuma, untuk ikut berdiskusi dengan PT Glaxo Smith Kline membicarakan tentang vaksin meningitis. Pada saat itu yang hadir dari pihak PT Glaxo adalah dr Indrajit, dr Carina dan dr Frans. Sedangkan dari pihak Dr Flora adalah Dr Rini dari FORMIT, saya Ummu Salamah SH, Hajjam dan Ibu Siti Fatonah dari Pondok Sehat Nabawiyah. Pembicaraan diawali dengan pertanyaan dari dr Flora “pada kemasan keterangan vaksin meningitis MENCEVAX ACWY ada keterangan “5.3. PRECLINICAL SAFETY DATA, NOT APPLICABLE, apa maksudnya ? Mertua saya Ibu Suistinah, sehari setelah divaksin divaksin meningitis mengalami lumpuh sebelah kanan, tidak bisa bicara normal (pelo) jadi linglung hingga sekarang, bisa jalan sedikit-sedikit tetapi dibantu kursi roda”.  Teryata mertua dari dr.Flora mengalami hal yang sama seperti saya.
Jawaban yang didapat tentang “5.3. PRECLINICAL SAFETY DATA, NOT APPLICABLE, pada kemasan vaksin menginitis MENCEVAX ACWY,” Intinya adalah vaksin meningitis tidak diujicobakan di hewan, kalaupun diujicoba tidak berarti sama hasilnya dengan pada manusia. Dan kondisi ini memang sama pada hampir semua vaksin”. Jadi kesimpulan akhir yang dapat saya ambil, bahwa Imunisasi adalah metode pencegahan penyakit trial and error.
Pendapat Para Dokter
Di back cover buku tersebut, beberapa komentar menarik disampaikan oleh para dokter dan pemerhati sekaligus praktisi Thibun Nabawi.
Dr. Muhammad Ali Toha Assegaf. Anggota IDI dan juga anggota Ikatan Dokter Akupuntur Indonesia menyatakan : “Apa yang disampaikan Ibu Ummu Salamah dalam buku ini adalah kegelisahan seorang penterapi karena sampai hari ini belum ada transparasi dari produsen vaksin, belum ada ketegasan dari pembuat kebijakan dan belum ada respon dari masyarakat kedokteran tentang tiga hal penting : Halalkah vaksin yang ada di negeri ini? Perlukah vaksinasi ? dan Amankah?
Kegelisahan beliau adalah kegelisahan saya sebagai dokter dan kegelisahan jutaan orang yang meyakini sabda Rasul SAW : “Allah tidak menciptakan kesembuhan dari hal yang diharamkan atas kalian”. Juga “Allah tidak menjadikan barang haram sebagai obat bagi umatku” Juga keyakinan mereka yang menjaga hidupnya agar selalu berpegang pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW.”
Dr. Zaidul Akbar. Pemerhati dan Praktisi Thibun Nabawi memberikan komentarnya sebagai berikut : “Sungguh agama ini adalah agama yang sangat sempurna, dalam bidang apapun tiada keraguan lagi di sana, termasuk dalam hal pengobatan. Rasulullah merupakan manusia paripurna yang juga mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan penyakit, langsung ataupun tidak langsung. Pada masa sekarang ada hal penting yang belum terlalu diperhatikan dalam pengobatan yaitu unsure halal dan haram dalam pengobatan dan juga termasuk di sini imunisasi. Salah satu hal yang belum terpecahkan di sini adalah aspek kehalalan yang masih patut dipertanyakan, karena agama Islam sangat memegang teguh prinsip halal haram ini. Karena bisa jadi do’a atau ibadah yang dilakukan bisa tidak diterima Allah SWT. Adanya semangat dari penulis untuk memaparkan hal apa saja di balik imunisasi adalah suatu proses pembelajaran bagi umat Islam untuk bersikap kritis dalam hal kehalalan di bidang pengobatan masa kini. Wallahu’alam.”[berbagai sumber]

Gurita Demokrat di Tender Proyek BUMN


Posted by K@barNet pada 26/07/2011

M. Nazaruddin dalam sederet kesaksiannya menuduh elit partai besutan SBY ikut bermain dalam sejumlah proyek BUMN. Dimenangkannya PT Adhi Karya sebagai kontraktor pada proyek Hambalang, menurut Nazaruddin, adalah salah satu bukti keterlibatan elit Demokrat di proyek pemerintah. Ketua Umum PD Anas Urbaningrum oleh Nazaruddin menerima komisi sebesar Rp 100 milyar dari proyek itu.
MAIN mata antara elit partai politik terutama PD sebagai partai penguasa dengan sejumlah perusahaan BUMN ternyata sudah cukup lama terjadi. Modusnya cukup sederhana, yakni dengan membantu salah satu perusahaan untuk mendapatkan proyek dari perusahaan BUMN. Selain itu, elit Demokrat juga diduga menjadi broker alias perantara bagi perusahaan swasta untuk mendapatkan pinjaman dari bank pelat merah.
Ketua Presidium Forum Serikat Pekerja BUMN Bersatu FX Arief Poyuono mengungkapkan, saat ini terdapat banyak kader Demokrat yang ikut bermain dalam sejumlah proyek BUMN. Salah satu contohnya adalah kontrak kerja antara PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) dengan PT Pertamina (Persero).
“TPPI seharusnya membayar kepada Pertamina. Tapi karena TPPI ini dibantu oleh Nazaruddin dan kader Demokrat lain berinisial MA, maka pembayaran tidak sepenuhnya kepada Pertamina. Akhirnya menjadi semacam joint venture. Akibatnya, dalam hal ini negara dirugikan sebesar 61 juta dolar AS,” ungkap Arief Poyuono kepada Monitor Indonesia, Senin (25/7/2011).
Gilanya lagi, sambung Arief, TPPI juga mendapatkan pinjaman dari salah satu bank BUMN sebesar 600 juta dolar AS. Jadi, selain bermain di tender proyek BUMN, Nazaruddin dan MA juga menjadi broker masalah di BUMN. Misalnya, jika salah satu perusahaan swasta berutang dengan BUMN, supaya tidak dieksekusi, maka mereka bermain dan akhirnya mendapatkan fee.
Selain TPPI, sambung Arief, di Pertamina juga ada mafia pengimpor BBM (Bahan Bakar Minyak) yang juga melibatkan elit-elit Demokrat. Modus operandinya cukup sederhana, yakni mengusulkan sebuah perusahaan suplier yang mengimpor BBM kepada Pertamina.
“Mereka biasanya dapat satu dolar AS per satu barel. Kalau mereka mengimpor BBM satu juta barel per hari, itu artinya mereka mendapat fee sebesar 1 juta dolar AS per hari,” kata dia menguraikan. Selain di Pertamina, para elit Demokrat juga ditengarai ikut terlibat dalam sejumlah proyek BUMN. Salah satu perusahaan pelat merah yang kerap menjadi sapi perahan ‘gurita Demokrat’ adalah PT Telkom.
“Apalagi di Telkom, karena pengangkatan direksi Telkom itu tidak sepenuhnya wewenang Menneg BUMN langsung. Untuk posisi Direktur Utama, itu kan langsung wewenang presiden. Jadi tidak heran kalau elit Demokrat banyak yang memanfaatkan itu. Ini sangat jelas. Apalagi mereka partai berkuasa,” kata Arief. Sedangkan untuk sektor perkebunan, sambung Arief, elit Demokrat biasanya bermain dalam proses suplier pupuk atau broker produk perkebunan tersebut.
“Apalagi saat ini direksi perusahaan perkebunan saat ini dikuasai kader-kader Demokrat,” bebernya. Namun, keterlibatan elit Demokrat di sejumlah proyek BUMN juga tidak terlepas dari adanya kerjasama direksi perusahaan BUMN tersebut. Jika tidak, direksi BUMN biasanya akan menuruti apa saja permintaan elit Demokrat, karena khawatir akan dicopot jabatannya.
“Direksi BUMN tidak mampu melawan, karena ditakut-takuti akan diganti atau karena direksi sudah kongkalikong dengan elit partai. Atau, mereka sebelumnya sudah ada deal dengan elit untuk menjadi pejabat. Itu modus yang sudah lama dilakukan,” ujar Arief.
Ditanya soal bagaimana cara mengatasi agar kejadian serupa tidak terjadi di masa mendatang, Arief mengusulkan agar Presiden SBY dan KPK lebih terbuka dan mampu melakukan kontrol yang lebih baik.
“Cara pencegahan gampang saja, tinggal bagaimana SBY bisa berubah dan KPK bisa kontrol lebih bagus. Misalnya, Nazaruddin sudah menuduh Chandra Hamzah terlibat. Sekarang berani tidak Chandra sumpah pocong?” tantang Arief.
Sementara itu, elit PD yang berinisial MA sebagaimana diungkapkan Arief, berdasarkan catatan Monitor Indonesia, adalah Marzuki Alie. Namun, Marzuki yang juga Ketua DPR ini membantah semua tudingan yang dialamatkan Arief Poyuono. Ditegaskan Marzuki, dirinya sama sekali tidak pernah berhubungan dengan kontrak kerja antara Pertamina dengan TPPI. Termasuk membantah keterlibatannya dalam proses peminjaman senilai 600 juta dolar AS dari salah satu bank pelat merah untuk TPPI.
“Berita apalagi ini. Saya tidak ikut-ikut urusan begini. Kalau saya ikut, bagaimana caranya. Lalu di balik siapa? Saya lima tahun sebagai Sekjen PD, dan saat ini dipercaya sebagai Ketua DPR, tidak boleh bersentuhan dengan urusan-urusan yang menyangkut keuangan negara. Insya Allah, saat ini saya masih menjaga amanah itu,” kata Marzuki saat dikonfirmasi Monitor Indonesia, Senin (25/7/2011). MONITOR

Si Kebal Hukum


Posted by K@barNet pada 27/07/2011

KASUS pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi masih belum sampai ke aktor utama. Meski sejumlah saksi telah diperiksa dan rekonstruksi dilakukan, polisi bahkan belum juga menetapkan adanya tersangka baru. Sampai saat ini, polisi baru menjadikan seorang kelas teri sebagai tersangka, yakni Masyhuri Hasan, mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi.

Polisi mengaku sudah memeriksa sedikitnya 27 saksi. Polisi juga sudah menggelar tiga rekonstruksi. Namun, rekonstruksi itu dilakukan tanpa kehadiran mantan anggota Komisi Pemilihan Umum Andi Nurpati yang sekarang salah seorang ketua Partai Demokrat. Padahal, Andi Nurpati-lah yang banyak disebut berperan besar dalam pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi.
Kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi berawal dari surat Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 14 Agustus 2009 yang meminta penetapan dari Mahkamah Konstitusi, apakah Dewie Yasin Limpo (Partai Hanura) atau Mestariyani Habie (Partai Gerindra) yang berhak atas kursi DPR dari daerah pemilihan (dapil) I Sulawesi Selatan.
Pada 17 Agustus 2009, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan jawaban bahwa yang berhak ialah dari Partai Gerindra. Namun, sebelumnya melalui mesin faksimile tertanggal 14 Agustus 2009, KPU telah menerima surat dari Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan yang berhak atas kursi anggota DPR dapil I Sulsel dari Partai Hanura.
Belakangan terungkap bahwa surat Mahkamah Konstitusi yang dikirimkan ke KPU via faksimile itu ternyata palsu. Diduga, Andi Nurpati terlibat dalam pembuatan surat palsu itu.
Di mana surat yang asli? Surat itu diambil sendiri oleh Andi Nurpati. Namun, surat itu tidak pernah disampaikan Andi Nurpati dalam rapat KPU yang digelar pada 17 Agustus 2009.
Mahkamah Konstitusi kemudian mengadukan Andi Nurpati ke polisi pada Februari 2010. Namun, polisi membiarkan pengaduan itu hingga lebih dari 15 bulan. Polisi baru mulai bertindak setelah Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD membuka kasus itu ke publik, Mei silam.
Namun, Andi Nurpati sampai hari ini tetap tak dapat disentuh hukum sekalipun Panja Mafia Pemilu yang dibentuk DPR telah menguak secara terbuka dugaan keterlibatan Andi Nurpati.
Di negeri ini jelas ada orang yang kebal hukum dan polisi tidak berdaya. Panja Mafia Pemilu yang dibentuk DPR bahkan cuma gagah nama. Boro-boro membongkar mafia pemilu, menyentuh seorang saja mereka tak berdaya. EDITORIAL MI

Ramadhan Bulan Diturunkan Al Quran


Allah SWT berfirman: 

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(QS. Al Baqarah 185).

Tafsir ayat

Dalam Tafsir Jalalain diterangkan bahwa hari-hari yang dimaksud dalam ayat 184 adalah bulan Ramadhan dimana di dalamnya diturunkan Al Quran dari Lauhul mahfuzh ke langit dunia pada malam lailatul Qadar.Al Quran diturunkan sebagai hudan, petunjuk dari kesesatan, bagi manusia dan penjelasan ayat-ayat secara jelas dari al Huda. Yakni dengan apa yang ditunjukkan kepada kebenaran (al haqq) berupa hukum-hukum. Dan juga sebagai pembeda (al furqan).  Termasuk dalam pengertian al furqan adalah apa yang memisahkan antara yang haq dan yang batil.   

Siapa yang hadir pada bulan Ramadhan maka berpuasalah. Dan siapa yang sakit atau sedang bepergian (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.  Kalimat seperti ini sudah pernah diturunَkan dalam ayat sebelumnya dan pengulangan itu agar tidak terjadi wahm (ilusi) bahwa ayat sebelumnya dinaskh dengan keumuman ayat faman syahida mingkumus syahra…

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. Oleh karena itu, dibolehkan kepada kalian untuk berbuka manakala sedang sakit atau bepergian sebab hal itu menjadi “illat” (sebab disyariatkannya).    

“dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya” yakni bilangan hari bulan Ramadhan.  “dan hendaklah kamu mengagungkan Allah” tatkala menyempurnakan hitungannya.  “atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu”, berupa tanda-tanda agama-Nya.  “supaya kamu bersyukur” kepada Allah atas hal itu.

Ibnu Abbas dalam tafsirnya  mengatakan bahwa pada bulan Ramadhan Jibril menurunkan Al Quran sekaligus dari lauhul mahfuzh ke langit dunia.  Lalu Jibril mendiktekan Al quran itu kepada para malaikat.  Lalu setelah itu Jibril  menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw.  hari demi hari satu, dua, atau tiga ayat maupun satu surat.  Al Quran diturunkan sebagai penjelasan dari kesesatan manusia.   Dan sebagai penjelasan atas urusan agama.  Dan juga sebagai pembeda atas yang halal, yang haram, hokum-hukum, hudud (batas-batas hokum Allah), dan keluar dari syubuhat (kesamaran).   Siapa di antara kalian yang bermukim di kota atau desanya pada bulan itu wajib baginya berpuasa.  Siapa saja yang sakit atau bepergian pada bulan Ramadhan, maka hendaknya dia membayar puasa atas puasa yang dia tinggalkan.  Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dengan rukhshah (keringanan) untuk berbuka pada saat bepergian (safar).  Dan Allah tidak menghendaki kesulitan dengan  tetap mewajibkan kalian dalam keadaan bepergian.   Dan hendaklah kalian sempurnakan hitungan sehingga kalian dapat berpuasa pada saat bermukim sebanyak yang kalian tinggalkan karena bepergian.  Dan hendaklah kalian agungkan Allah atas petunjuk-Nya kepada agama-Nya dan rukhshoh-Nya.  Agar kalian bisa bersyukur atas rukhshoh yang diberikan oleh-Nya.   

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan dalam ayat di atas Allah SWT memuji bulan Ramadhan dengan memilihnya untuk menurunkan Al Quran al Azhim, sebagaimana juga kitab-kitab samawi lainnya seperti Injil dan Taurat  diturunkan pada bulan Ramadhan.  Namun, berbeda dengan kitab-kitab samawi yang lain yang diturunkan secara sekaligus, Al Quran justru diturunkan secara berangsur-angsur sebagai petunjuk dan jawaban atas realitas yang dihadapi Rasulullah saw.    Apa saja yang dipersoalkan oleh orang-orang musyrik, maka Allah SWT menurunkan AL Quran kepada Rasulullah saw. untuk menjawabnya: 
 
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).  Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.(QS. Al Furqan 32-33).

Al Quran sebagai Hudan, Bayyinaat, dan Al Furqan

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan bahwa ayat “hudan linnaas wa bayyinaat minal huda wal furqan” adalah pujian kepada Al Quran yang Allah turunkan sebagai petunjuk (huda) bagi hati-hati para hamba-Nya yang beriman kepada Al Quran, membenarkannya, dan mengikutinya.  Selain itu, Al Quran berfungsi sebagai dalil-dalil dan argument-argumen yang jelas bagi orang yang memahaminya dan mentadabburinya yang menunjukkan kebenaran dari petunjuk (huda) yang menafikan kesesatan.   Juga Al Quran memisahkan   antara yang haq dari yang bathil dan yang halal dari yang haram

Dalam tafsir Fathul Qadir disebutkan bahwa bayyinaat  dikhususkan untuk hokum dari Al Quran.  Sedangkan al furqan  maknanya adalah memisahkan antara yang haq dan yang bathil, artinya memutuskan.    

At Thabary dalam tafsirnya menerangkan bahwa huda linnaas maknanya Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia ke jalan yang haq (sabilil haq) dan tujuan manhaj.  Sedangkan bayyinaat  maknanya penjelasan yang menunjukkan hudud Allah, fardlu-fardlu-Nya, serta halal dan r maknanya penjelasan yang menunjukkan hudud Allah, fardlu-fardlu-Nya, serta halal dan haraam-Nya.  Sedangkan al furqan ar artinya adalah memutuskan antara yang haq dan yang batil.          

Petunjuk Al Quran Meliputi Seluruh aspek kehidupan

Sebagai petunjuk kehidupan dan berbagai penjelasannya, Al quran meliputi seluruh aspek kehidupan dan seluruh persoalan manusia.  Sebab Al Quran itu menjelaskan segala sesuatu.  Allah SWT berfirman: 

dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. ( QS. An nahl 89).

Selain menerangkan tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, berbagai perkara di hari qiyamat, dan  pandangan hidup haq dan lurus maupun jalan-jalan yang sesat dan batil, Al Quran juga menerangkan berbagai jawaban atas masalah-masalah kehidupan, baik kehidupan pribadi, kehidupan masyarakat, maupun kehidupan bangsa dan negara.  Dalam menjawab persoalan darah haid Al Quran menerangkan bahwa itu adalah penyakit dan sekaligus bagaimana petunjuk hubungan suami istri (QS. Al Baqarah 222).  Dalam menjawab pertanyaan tentang harta rampasan perang, Al Quran menerangkan bahwa harta rampasan perang itu (al anfal) pembagiannya diserahkan kepada Alllah dan rasul-Nya (QS. Al Anfal 1).  Ketika menghadapi pertanyaan orang-orang Anshar kenapa Nabi saw. membagi harta rampasan (fai’i) dari Yahudi Bani Nadlir   kepada seluruh kaum Muhajirin dan tidak kepada orang-orang Anshar, kecuali dua orang fakir saja di antara mereka, maka Al Quran meneitu adalah agar harta tidak berputar-putar di kalangan orang kaya saja (QS. Al Hasyr 7).  Dan secara mendasar Al Quran menerangkan bahwa konsep pemilikan yang hakiki adalah bahwa semua harta di dunia ini milik Allah, dan manusia bisa memiliki harta lantaran ada izin dari Allah (QS. An Nuur 33 dan Al Hadid 7),  Dalam     mengelola harta Al Quran menerangkan halalnya jual beli dan haramnya riba (QS. Al baqarah 275).  Dan dalam mengelola perekonomian dan sumberdaya alam dalam negeri, Al Quran  menerangkan tentang larangan dan bahayanya infestasi asing dari kaum kafir imperialis yang akan menghasilkan eksploitasi dan hegemoni ekonomi atas umat dan bangsa ini (QS. An Nisa 141).   Dalam masalah membuat hokum dan perundangan, Al quran menerangkan bahwa itu adalah hak prerogratif Allah SWT Sebaik-baik Pengambil Keputusan (QS. Al An’am 57) sedangkan manusia sekedar memahami dan menjalankannya.

Khatimah

Tentu masih banyak yang diterangkan Al Quran sebagai petunjuk hidup bagi manusia sehingga manusia bisa hidup baik, sejahtera, dan bahagia di dunia maupun di akhirat dan selamat dari api neraka.  Di bulan Ramadhan,  bulan diturunkannya Al Quran ini kita mesti instropeksi, sudah berapa persen pandangan hidup dan tingkah laku kita sesuai dengan petunjuk al quran.   Wallahua’lam!

Kesepiannya Para Orang Tua Dimasa Tua


Kesepiannya Para Orang Tua Dimasa Tua

Ketika manusia beranjak dewasa, jalan hidup memilihkannya alur untuk memulai kehidupan mandiri. Pikirannya semakin berkembang, dan kemauannya semakin kompleks, dan semua menunggu untuk terpenuhi. Area hidup yang semula dalam asuhan orang tua, namun seiring dengan berlalunya waktu, kita diajukan pada berbagai pilihan hidup yang tak jarang membentangkan jarak yang menjauhkan dari orang tua.
Tuntutan hidup inilah yang akhirnya mau tidak mau mendesak para orang tua untuk rela melepaskan anak- anaknya jauh dan memilih jalan takdir mereka sendiri. Rela tidak rela, namun tanpa kuasa mereka harus merelakannya. Segenap doa mereka panjatkan kepada sang maha hidup agar anak- anak mereka selalu dalam pengawasan terbaikNya.
Ketika kesuksesan sudah digenggaman, sang anakpun berbangga dan berbahagia. Namun hal itu belum seberapa jika dibandingkan dengan kebahagiaan sejati para orang tua. Mungkin dari mereka banyak yang tidak ikut menikmati, namun begitulah orang tua, melihat kebahagiaan anak- anak mereka, itu sudah lebih dari cukup.
Para orang tua tidak menuntut harta atau cipratan kemuliaan dari anak- anak mereka. Bahkan kalau mereka berpunya, justru mereka yang akan dengan sukarela membagi- bagikan semua yang mereka miliki kepada anak- anak mereka.
Setelah semuanya telah terengkuh, namun kebanyakan dari kita melupakan satu hal. Waktu seakan sudah melenakan kita dari satu detikpun untuk berkirim kabar atau sekedar mengetahui keadaan orang tua terkasih, apalagi sampai mengunjunginya. Masih ingatkah kita, ketika kecil dulu, bahkan semua waktu hanya tercurah untuk kita, seakan dunia orang tua telah kita beli dengan kepengurusan atas diri kita. Tapi sekarang... keadaan itu berbalik dengan yang kebanyakan kita lakukan sebagai balas jasa kita untuk mereka.
Pahamilah hati orang tua dengan bayangan bahwa nanti ketika saat itu tiba untuk kita. Saat dimana kitapun akan menua. Ketika belahan hati telah jauh, yang diharapkannya hanya ketulusan perhatian lewat kunjungan ataupun hanya sekedar pembicaraan singkat lewat telefon. Bayangkan ketika orang tua harus melewati hari- harinya dalam kesepian dan sendirian. Ibaratnya, susah payah dan sakit badan serta hatipun harus mereka tanggung sendiri. Sedangkan anak yang mereka telah besarkan dengan susah payah dan penuh pengorbanan, kini telah pergi untuk berbahagia dengan kehidupannya sendiri.
Sungguh, para orang tua tidak akan menuntut untuk berbagi kebahagiaan itu, bahkan mungkin sebagian dari mereka coba untuk berbicara dengan diri dan menyediakan sejuta pemakluman, bahwa siklus hidup memang begitulah adanya. Tapi bukankah mereka adalah orang tua kita? mereka yang berjasa sampai kita pada level sekarang ini. Mereka masih dan akan tetap berhak atas kita. Jika kita membaiki orang lain, lebih diutamakan dahulu kita harus berbuat baik kepada orang tua.
Begitulah ketika orang tua harus melewati babak akhir dari kehidupannya. Walaupun begitu banyak harta kekayaan yang dimiliki, toh semua hanya benda mati yang tidak memberi rasa dan membangkitkan gairah hidup mereka. Walaupun absennya hadiah atau buah tangan dari anak- anak dan cucu mereka saat mengunjungi dan memperhatikannya, itu tidak masalah, karena sungguh kedamaian hati itulah yang tak bisa terbeli
Kalau saja usia tidak menuakan mereka, selamanya mereka akan tetap mengasuh kita. Mereka tak akan peduli seberapa dewasa dan mandirinya anak- anak mereka, orang tua tetaplah orang tua. Mereka akan tetap memelihara dengan kasih sayang yang paling paten kualitasnya untuk kita. Tidak ada balasan, tidak masalah. Tidak ada penghargaan, bukan hal yang perlu dirisaukan. Itulah orang tua.
Apakah anda termasuk orang yang sukses sekarang? kalau jawabannya adalah ya, pertanyaan selanjutnya adalah, apa kabar orang tua anda yang jauh disana?.
Kesuksesan tidak berarti apa- apa jika kita mengesampingkan dan atau bahkan membuang arti kasih dari orang tua. Kemuliaan yang kita raih sebagai bukti kerja keras, tidak akan memuliakan kita jika hal itu justru menggiring kita untuk mendapat titel anak durhaka.
Suatu hari kitapun insyaallah akan menjadi seperti mereka. Dan bila saat itu datang, kitapun ingin mendapatkan perlakuan sebaik- baiknya. Allah maha mengetahui dan maha adil terhadap hamba- hambanya, bagaimana perlakuan kita terhadap orang tua, siapa yang bisa menebak jika perlakuan yang sama akan kita terima kelak dari anak- anak kita. Tentunya, manusia yang cerdas tidak akan salah membuat `investasi`  yang akan dia panen sendiri dimasa depan.
(Syahidah)

Selamat dan sukses MUKERWIL II

Ikhlas Berkorban, Raih Kemengan


Gedung LEC Cimahi  Tanggal 29 -30 Juli 2011

Senin, 25 Juli 2011

Melawan kerakusan penguasa


Oleh: Ustadz Irfan S. Awwas
Semakin lama rezim SBY berkuasa, ancaman kemiskinan, dekadensi moral, kriminalitas, dan tentu saja korupsi, semakin keras mendera kehidupan rakyat Indonesia. Segala retorika apologis yang dikemukakan penguasa, menghadapi kritik rakyat, justru disikapi dengan rasa muak dan sumpah serapah masyarakat. Bahkan sejumlah tokoh lintas agama, menyerukan tahun 2011 sebagai tahun perlawanan terhadap kebohongan penguasa.
Setelah terbukti pemerintahan SBY tidak efektif memberantas korupsi dan menyejahterakan kehidupan rakyatnya, bahkan sebaliknya memperpuruk kondisi negeri. Maka Indonesia sepanjang masa reformasi, seakan ditakdirkan nasib binasa dan nista. Dalam hal ini SBY telah menjadi penguasa dari rezim durjana yang digambarkan dalam Al-Qur’an:
“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru manusia ke neraka dan di hari kiamat mereka tidak akan ditolong. Dan Kami ikutkanlah la’nat kepada mereka di dunia ini, dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orangyang dijauhkan dari rahmat Allah.” (Qs. Al-Qashas, 28:41-42).
Lahirnya pemimpin yang tidak becus mengurus negara, pejabat-pejabat yang rakus, tidak bermoral, mati rasa dan kesat hati, menjerumuskan rakyatnya kelembah nista dan teraniaya, merupakan tanggungjawab rakyat yang memilihnya. Dosa terbesar justru ditanggung oleh rakyat karena pemimpin durjana seperti itu lahir dari pilihan langsung oleh rakyat atas nama demokrasi.
Jika sekarang, penguasa yang mereka pilih, ternyata tidak peduli dengan nasib pemilihnya, lalu apa yang akan diperbuat? Bayangkan, apa yang ada diotak SBY, jajaran eksekutif dan juga legislatif. Ketika rakyatnya dalam kondisi sengsara, menderita gizi buruk, ditimpa bencana, hidup ditenda darurat, kekurangan gizi, langka air bersih. Para nelayan berhenti melaut karena badai, petani berhenti bertani karena gempa, tsunami, maupun lahar dingin merapa. Eeh, tiba-tiba SBY curhat, sudah tujuh tahun gajinya tidak dinaikkan. Sebelumnya ketua DPR RI Marzuki Ali ngotot membangun gedung mewah. Bahkan zalimnya mereka, usulan pengadaan mobil mewah bagi tamu penting DPRD DKI, juga disetujui untuk anggaran 2011.
Masya Allah, apa yang ada di otak mereka anngota wakil rakyat, dan apa yang bersemayam di hati Presiden SBY? Tidak ada rasa malu dan tak ada pula kesedihan menyaksikan derita rakyatnya. Sabda Nabi Saw, agaknya tepat bagi mereka. ” Idza lam tastahi’ fashna’ ma syi’ta(Jika rasa malu sudah tidak ada, maka berbuatlah sesukamu).”
Prilaku hedonistik, berfoya dalam kemewahan, gembira di atas penderitaan rakyat, adalah karakteristik pejabat negara RI, sehingga mereka tidak sungkan menjadi koruptor. Mereka diserahi amanah mengurus kepentingan rakyat, tapi malah menjarah harta rakyat. Benarlah mahfudzat yang menyatakan: “Hamiha haramiha, mereka penjaganya mereka pula malingnya.”
Ancaman kehancuran menghadang Indonesia masa depan, yang lebih dahsyat dengan apa yang menimpa sekarang. Apabila tidak ada perbaikan serta kesadaran obyektif rakyat Indonesia, maka Nasib bangsa Indonesia seperti digambarkan dalam wahyu Ilahy:
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati perintah Allah). Tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadap mereka ketentuan Allah. Niscaya Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Qs. Al-A’raf, 17:16).
Hari ini SBY minta naik gaji, gedung DPR dibangun dengan biaya 300 trilyun, dan DPRD DKI bertekad beli mobil mewah. Sedang kaum agamawan, kaum intelektual dan rakyat mayoritas mengoreksi dan menasihati penguasa, agar hidup hemat, sederhana. Jangan biarkan terus menerus rakyat hidup melarat, ternyata tidak digubris juga. Lalu, apa yang akan terjadi nanti?.
(Gambar: ilustrasi)

YUSRIL PATAHKAN EKSEPSI JAKSA AGUNG DI PTUN JAKARTA


REPLIK  PENGGUGAT
ATAS JAWABAN DAN EKSEPSI TERGUGAT

DALAM PERKARA NO 124/G/2011/PTUN-JKT
DI
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA


ANTARA
Prof Dr Yusril Ihza Mahendra (Penggugat)
MELAWAN
Jaksa Agung Republik Indonesia (Tergugat)

25 Juli 2011
====================



                                                                                                                                                                                                       Jakarta, 25 Juli 2011
Kepada Yang Mulia
Ketua Majelis Perkara No 124/G/2011/PTUN-JKT
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
Di
Jakarta
Perihal: Replik Penggugat Atas Jawaban dan Eksepsi Tergugat

Dengan hormat,
Pertama-tama Penggugat menyampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Yang Mulia yang telah memberikan waktu selama satu minggu kepada Penggugat untuk membaca dan mempelajari Jawaban dan Eksepsi Tergugat dalam perkara ini, dalam sidang tanggal 18 Juli 2011 yang lalu. Setelah Penggugat mempelajari dengan seksama Jawaban dan Eksepsi Tergugat,  izinkanlah Penggugat menyampaikan Replik atas Jawaban dan Eksepsi Tergugat, sebagai berikut:
 
I. DALAM EKSEPSI MENGENAI KEWENANGAN ABSOLUT PENGADILAN     TATA USAHA NEGARA
  1. Bahwa Penggugat dengan tegas menyangkal jawaban dan eksepsi Tergugat melalui Jaksa Pengacara Negara sebagai kuasanya, yang disampaikan secara tertulis tanggal 18 Juli 2011, kecuali yang tegas-tegas Penggugat akui di dalam Replik  ini;
  2. Bahwa Penggugat mengakui adalah benar Keputusan Tergugat a quo sebagaimana disebutkan dalam angka I huruf d  Jawaban dan Ekspesi Tergugat, merupakan pelaksanaan tugas dan wewenang Jaksa Agung dalam pencegahan dan penangkalan orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah RI karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai peraturan perundang-undangan. Namun Penggugat menyangkal Jawaban Tergugat  bahwa Keputusan Tergugat a quo “merupakan keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang bersifat hukum pidana”;
  3. Bahwa Penggugat berpendapat Putusan Tergugat a quo adalah murni putusan pejabat tata usaha negara di bidang hukum adminitrasi negara dan didasarkan ketentuan-ketentuan hukum administrasi negara. Keputusan Tergugat a quo samasekali bukan dikeluarkan berdasarkan “ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana” sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf d Undang-Undang No 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana dikutip Tergugat dalam Jawaban Angka I huruf e;
  4. Bahwa masalah seseorang boleh masuk atau keluar wilayah suatu negara asal-muasalnya diatur  dalam hukum keimigrasian negara yang bersangkutan. Hukum keimigrasian adalah bagian dari hukum administrasi negara, dan bukan tergolong ke dalam ranah hukum pidana. Ketika KUHP diberlakukan tahun 1856 di zaman kolonial Hindia Belanda, belum dikenal istilah pencegahan dan penangkalan. Ketika KUHAP diberlakukan tanggal 31 Desember 1981, istilah itu juga belum dikenal samasekali. Sebab itu, ketika Pemerintah Orde Baru ingin melarang para penandatangan “Petisi 50” yang berseberangan politiknya dengan Pemerintah waktu itu untuk pergi ke luar negeri, Pemerintah kebingungan mencari landasan hukumnya. Akhirnya, mereka dilarang hanya atas permintaan Kepala Badan Koordinasi Intelejen Negara (BAKIN), Letjen Ali Moertopo, tanpa landasan hukum apapun. Istilah “mencegah” dan “melarang” (sekarang digunakan istilah “menangkal”) orang-orang tertentu masuk dan keluar wilayah RI baru pertama kali diperkenalkan  dalam Pasal 32 huruf g Undang-Undang  No 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Karena  kewenangan ini pada dasarnya adalah kewenangan imigrasi, maka penjelasan pasal tersebut mensyaratkan pelaksanaannya harus dikoordinasikan dengan instansi imigrasi tersebut.
  5. Bahwa kewenangan Jaksa Agung untuk melakukan pencegahan dan penangkalan “karena keterlibatannya dalam perkara pidana” sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Tergugat a quo  didasarkan pada Pasal 36 huruf f Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Implementasi pasal ini harus dilaksanakan “sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Satu-satunya peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang terkait dengan pelaksanaan kewenangan Jaksa Agung untuk melakukan pencegahan dan penangkalan hanyalah Undang-Undang No 9 Tahun 1992 tentang  Keimigrasian, yang baru muncul setahun setelah disahkannya Undang-Undang No 9 Tahun 1991 tentang Kejaksaan RI (sebelum dirubah dengan Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI). Belakangan, kewenangan pencegahan dan penangkalan disebutkan pula di dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun kedua undang-undang ini hanya mengatur kewenangan kedua lembaga itu untuk mencegah dan menangkal, sama halnya dengan kewenangan yang dimiliki oleh Jaksa Agung;
  6. Bahwa Penggugat menegaskan tidak ada satu pasalpun di dalam KUHP maupun KUHAP dan ketentuan-ketentuan pidana materil maupun formil lainnya, yang mengatur pencegahan dan penangkalan. Jika dikaitkan dengan kewenangan Jaksa Agung, sebagaimana telah Penggugat katakan dalam angka 4 di atas,  ketentuan tentang hal itu diatur dalam Pasal 35 huruf f dan Pasal 36 Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Undang-undang ini jelas adalah undang-undang di bidang hukum administrasi negara dan samasekali bukan tergolong sebagai “peraturan perundang-undangan lain yang bersifat pidana” sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 huruf d Undang-Undang No 9 Tahun 2004.
  7. Bahwa ketentuan lain mengenai pencegahan dan penangkalan ditemukan dalam  Bab III Pasal 11 sampai dengan Pasal 23 Undang-Undang No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (yang kini telah dicabut) dan juga diatur dalam Bab IX Pasal 91 sampai dengan Pasal 103 Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Undang-Undang Keimigrasian adalah juga undang-undang di bidang hukum administrasi negara, dan samasekali bukan peraturan perundang-undangan yang bersifat pidana;
  8. Bahwa demikian pula halnya Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pencegahan dan Penangkalan serta Peraturan Jaksa Agung No: PER-10/A/JA/01/2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Jaksa Agung Untuk Melakukan Pencegahan dan Penangkalan, yang dalam konsideran mengingatnya merujuk pada Undang-Undang No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, samasekali tidak menunjukkan ciri-ciri suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat pidana;
  9. Bahwa  kosiderans “menimbang” dan “mengingat” Keputusan Tergugat a-quosesungguhnya telah menjadi bukti yang nyata bahwa tidak ada KUHP, KUHAP dan peraturan-peraturan lain yang bersifat pidana yang dijadikan sebagai dasar penerbitan Keputusan Tergugat a quo. Keputusan Tergugat a quo hanya menggunakan Undang-Undang No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, PP No 30 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan dan Peraturan Jaksa Agung No PER-10/A/JA/01/2010, serta dua peraturan terkait dengan struktur organisasi dan tatakerja Kejaksaan RI, yang semuanya tidak satupun dari peraturan-peraturan itu yang dapat digolongkan sebagai peraturan yang bersifat pidana;
  10. Dari uraian angka 1 sampai dengan 9 di atas, jelas dan tegas bahwa dalil Tergugat dalam Jawabannya yang   mengatakan bahwa Keputusan Tergugat a quo tidaklah termasuk ke dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d Undang-Undang No 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, adalah dalil yangabsurd, mengada-ada dan tidak mempunyai argumentasi akademik apapun juga;
  11. Oleh karena itu, Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk secara tegas menolak  permohonan putusan sela yang dimohonkan Tergugat.

II. DALAM EKSEPSI LAIN DAN JAWABAN
  1. Bahwa Penggugat menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam “Eksepsi Lain dan Jawaban” yang dikemukakan Tergugat, yang pada pokoknya mengatakan bahwa Keputusan Tergugat No Kep-195/D/Dsp.3/06/2011 tentang Pencegahan Dalam Perkara Pidana, tanggal 24 Juni 2011, yang menjadi obyek sengketa, telah dicabut tanggal 27 Juni 2011. Karena itu, Penggugat sudah tidak mempunyai kepentingan hukum dalam suatu sengketa Tata Usaha Negara. Hal-hal lain yang dikemukakan Tergugat dalam Eksepsi dan Jawaban justru membenarkan dalil Penggugat bahwa Keputusan Tergugata-quo adalah Keputusan yang salah karena menggunakan dasar hukum yang sudah dicabut dan tidak berlaku lagi;
  2. Bahwa Penggugat ingin mempertanyakan kepada Tergugat, benarkah Keputusan Tergugat a-quo dicabut pada tanggal 27 Juni 2011 sebagaimana dikatakan Tergugat dalam “Eksepsi Lain dan Jawaban”. Penggugat ingin menunjukkan bukti-bukti bahwa hal itu tidaklah mungkin. Sebagaimana telah Penggugat kemukakan dalam Surat Gugatan, gugatan ini Penggugat daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada hari Senin tanggal 27 Juni 2011, jam 9.00 pagi.  Pada hari Senin petang tanggal 27 Juni 2011 itu, Wakil Jaksa Agung Darmono masih mengatakan kepada pers bahwa gugatan Penggugat terhadap Tergugat “tidak berdasar”. Kejaksaan, kata  Wakil Jaksa Agung Darmono “menggunakan UU No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dikarenakan UU tersebut masih berlaku”. “Ya, tidak punya landasan hukum toh. Ya, apa yang kita lakukan tentu sudah berdasarkan ketentuan UU yang ada” kata Wakil Jaksa Agung Darmono. Bahkan Darmono mengatakan “UU No 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian yang baru belum berlaku” (Selengkapnya, lihat Bukti P-9 ). Bahwa pada hari Selasa tanggal 28 Juli 2011, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan kepada media, telah terjadi komunikasi antara dirinya dengan Jaksa Agung Basrief Arief pada Senin malam, bahwa pencegahan akan diubah” (Bukti P-10). Kalau pada tanggal 27 Juni malam hari Jaksa Agung baru berniat akan mengubah Keputusan Tergugat a-quo dan mendiskusikannya dengan Menteri Hukum dan HAM, maka apakah benar Keputusan itu telah ditandatangani tanggal 27 Juli itu. Bahwa Pejabat Imigrasi menerima permintaan pencegahan dari Kejaksaan Agung tanggal 28 Juli 2011. Transmissi elektronis itu dengan jelas menunjukkan tanggal, jam serta menit fax itu diterima. Berdasarkan pengalaman Penggugat yang pernah dua periode menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM, kalau keputusan pencegahan dibuat tanggal 27 Juni, maka mustahil keputusan itu baru difax ke Departemen Kehakiman dan HAM sehari sesudah itu. Keterlambatan semacam ini akan menimbulkan risiko besar yakni kecaman masyarakat, karena orang yang dicegah itu dengan mudah dapat meninggalkan tanah air, karena pencegahannya belum masuk dalam daftar cegah tangkal dalam komputer imigrasi di seluruh tanah air.  Dengan demikian, Penggugat ingin bertanya, tanggal berapakah pencabutan Keputusan Tergugat a quo dilakukan, tanggal 27 Juli atau 28 Juli? Jawaban ini penting untuk Penggugat ketahui untuk kepentingan Penggugat menentukan langkah-langkah selanjutnya, baik di bidang perdata maupun pidana, setelah selesainya pemeriksaan perkara ini;
  3. Bahwa Penggugat juga ingin bertanya kepada Tergugat, benarkah  Keputusan Pencabutan bernomor Kep-201/D/Dsp.3/06/2011 yang dicantumkan tertanggal 27 Juli 2011 itu berlaku surut sejak tanggal 26 Juni 2011? Apa dasar hukum yang digunakan Tergugat untuk memberlakukan sebuah putusan tata usaha negara secara surut? Tidakkah Tergugat mengetahui, atau patut mengetahui, bahwa menerapkan keputusan yang berlaku surut, walaupun hanya satu hari saja,  dapat menimbulkan persoalan di bidang hak asasi manusia?
  4. Bahwa Penggugat dengan tegas menolak dalil Tergugat bahwa dengan dicabutnya Keputusan a-quo maka Penggugat “sudah tidak mempunyai kepentingan hukum dalam suatu sengketa tata usaha negara”.  Apa yang Penggugat kemukakan dalam angka 3 di atas, adalah salah satu dari kepentingan Penggugat. Ketika gugatan ini didaftarkan tanggal 27 Juli 2011 jam 9.00 pagi, belum ada pencabutan Keputusan Tergugata-quo. Kalau ketika gugatan didaftarkan Keputusan Tergugat a quo telah dicabut, maka untuk apa Wakil Jaksa Agung Darmono harus memberikan keterangan pers bahwa Putusan a quo sudah benar dan gugatan Penggugat tidak berdasar? Apakah Tergugat dengan sengaja dan melawan hukum mencantumkan tanggal palsu   dalam Putusan Tergugat Nomor Kep-201/D/Dsp.3/06/2011, sehingga dengan cara itu, Tergugat berusaha untuk menghindar dari gugatan Penggugat dengan alasan obyek yang disengketakan telah dicabut?
  5. Berdasarkan uraian-uraian di atas, Penggugat memohon kepada Majelis hakim agar menolak permohonan Tergugat  untuk  “memberikan putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima”.

III. DALAM POKOK PERKARA
  1. Sebelum menyampaikan Replik atas jawaban dan eksepsi Tergugat dalam Pokok Perkara, Penggugat ingin mengegaskan bahwa semua yang Penggugat kemukakan dalam Jawaban Terhadap Eksepsi dan Eksepsi Lain dan Jawaban, tetap dipertahankan dan dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Jawaban Dalam Pokok Perkara ini;
  2. Bahwa Tergugat dalam Jawabannya Dalam Pokok Perkara hanya meringkaskan dalil-dalil Penggugat dalam gugatan a quo. Meskpun Tergugat mengatakan “menanggapi dalil-dalil Pengggugat” dalam pokok perkara, namun tanggapan itu tidak ada dan tidak disampaikan dalam Jawaban Pokok Perkara tersebut.  Tergugat hanya mengatakan “gugatan Penggugat tidak berdasar dikarenakan Keputusan Tergugat a quo sudah dicabut dan oleh karenanya tidak ada lagi obyek sengketa sebagaimana telah Tergugat uraikan dalam eksepsi”. Tidak adanya tanggapan atas dalil-dalil Penggugat dalam pokok perkara, membuktikan bahwa Tergugat memang tidak mempunyai argumentasi hukum apapun juga yang dapat dikemukakan untuk menyangkal dalil-dalil yang Penggugat kemukakan dalam Pokok Perkara. Dengan demikian, secara implisit, Penggugat mengakui bahwa Keputusan Tergugat a-quo memang dibuat menggunakan dasar hukum yang salah, sehingga diktum keputusannya dengan sendirinya juga salah;
  3. Bahwa karena ketiadaan argumentasi, Tergugat memohon kepada Majelis Hakim untuk mempertimbangkan adagium “point d’interet-point d’action” (bila ada kepentingan, maka di situ baru boleh berproses). Tergugat mengatakan bahwa dengan dicabutnya Keputusan Tergugat a-quo, maka  kepentingan tergugat sudah tidak ada lagi untuk berperkara, segingga dikatakan lagi “Berproses yang tidak ada tujuannya harus dihindarkan, tidak dibolehkan. Sebab dengan cara demikian itu bukan hal yang bermanfaat bagi kepentingan umum. Juga pihak pemerintah semestinya dapat lebih fokus kepada tugas pelayanan umumnya”. Bagi Tergugat, mungkin benar bahwa tidak ada kepentingannya berproses dalam perkara ini. Namun bagi Penggugat, kepentingan itu tetap ada, seperti sebagiannya telah kemukakan dalam angka II 3 dan akan diperkuat lagi dengan keterangan-keterangan di bawah ini;
  4. Bahwa meskipun Keputusan Tergugat a-quo telah dicabut, namun Penggugat tetap mempunyai kepentingan untuk meneruskan gugatan ini. Sebagai warganegara, Penggugat juga berkewajiban untuk mendorong tegaknya hukum dan pemerintahan yang berwibawa demi terujudnya “good governance” di Negara Hukum Republik Indonesia ini. Dalam Undang-Undang No 16 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan antara lain bahwa Kejaksaan berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan Pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat”. Penggugat faham betul jiwa dan semangat yang melandasi undang-undang ini, karena Penggugat adalah orang yang mewakili Presiden Republik Indonesia membahas Rancangan Undang-Undang ini dengan DPR RI untuk mendapat persetujuan bersama dan disahkan menjadi undang-undang. Keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara sejak tahun 1986 juga dimaksudkan untuk mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Sehingga putusan-putusan yang dibuatnya dimaksudkan pula sebagai langkah koreksi terhadap tindakan aparatur pemerintah yang menyalahi undang-undang dan peraturan yang berlaku dan/atau melampaui batas  kewenangannya.
  5. Bahwa  secara akademis, Keputusan Tergugat a quo jelas-jelas salah dan keliru sehingga tidak mampu dipertahankan dan/atau dibela oleh Tergugat sebagaimana terlihat dalam Jawaban Tergugat. Namun, arogansi kekuasaan tanpa tedeng aling-aling dan malu-malu dikemukakan oleh Wakil Jaksa Agung Darmono kepada publik yang tidak pernah mau mengakui kesalahan. Kapuspenkum Kejaksaan Agung Noor Rachmad dengan enteng saja mengatakan kepada publik bahwa Keputusan Terugat  a quo “telah diperbaiki”, tanpa pernah mengakui bahwa mereka melakukan kesalahan fatal dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Malah Kapuspenkum Kejaksaan Agung merasa tersinggung dan mendesak Penggugat untuk meminta maaf karena telah mengatakan “Jaksa Agung Goblok”. Padahal, Penggugat sudah minta maaf sebelum mengatakan “Jaksa Agung Goblok” itu. Penggugat mengatakan bahwa seharusnya Jaksa Agung itu orang yang mengerti hukum. Kalau ada Jaksa Agung tidak mengerti hukum, dan mencegah orang menggunakan undang-undang yang sudah dicabut, maka Penggugat mohon maaf karena tidak punya istilah lain yang lebih tepat kecuali mengatakan Jaksa Agung itu “goblok”.
  6. Bahwa pada hemat Penggugat, justru Tergugat yang seharusnya meminta maaf kepada Penggugat dan kepada rakyat atas kesalahannya itu. Namun hal itu tidak pernah dilakukan, sehingga Penggugat tidak dapat berkata lain kecuali mengatakan ini adalah sebuah arogansi kekuasaan. Kalau di Australia dan di Jepang, Jaksa Agung seperti itu sudah meletakkan jabatan karena tidak sanggup menanggung malu. Atas dasar ini, Penggugat tetap mempunyai kepentingan, agar Pengadilan Tata Usaha Negara dapat mengabulkan gugatan Penggugat dan menyatakan bahwa Keputusan  Tergugat a quodinyatakan batal, agar menjadi pelajaran bagi Jaksa Agung dan semua pejabat Kejaksaan Agung yang terlibat dalam proses pembuatan Keputusan Tergugat a quo.Selanjutnya, Penggugat mengharapkan agar Jaksa Agung, dengan putusan pengadilan ini, dapat melakukan koreksi, mawas diri dan agar menunaikan tugas dan wewenang dengan hati-hati;
  7. Bahwa adagium berbahasa Perancis sebagaimana dikemukakan Tergugat dan dikutipkan dalam angka 4 di atas, tidaklah ada artinya apa-apa jika dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang No 5 Tahun 1986 dan segala perubahannya. Kalau adagium itu begitu pentingnya, maka tentulah para perumus undang-undang pengadilan tata usaha negara akan memasukkannya ke dalam norma undang-undang.  Karena dia bukan norma, maka tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengadilan mengambil keputusan, terkecuali ada kevakuman hukum atau ketidakjelasan norma undang-undang, sehingga adagium itu diperlukan untuk dijadikan sebagai landasan untuk memutus perkara. Kalau gugatan ini memang tidak berdasar seperti dikatakan Tergugat, maka  sesuai ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No 5 Tahun 1986, tentulah Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan wewenang dismissal  yang ada padanya  telah menyatakan gugatan ini tidak dapat diterima atau tidak berdasar. Tidak ada alasan yang dapat dijadikan sebagai landasan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau   tidak berdasar dengan alasan adagium yang dikemukakan Tergugat, karena norma Pasal 62 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 telah secara limitatif dan tegas mengatur alasan-alasan yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau tidak berdasar;
  8. Bahwa permintaan Tergugat agar perkara ini dinyatakan tidak dapat diterima atau tidak berdasar karena obyek sengketa telah dicabut, tidak ada dasarnya dalam hukum administrasi negara, apalagi dengan mengingat bahwa gugatan ini telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada hari Senin tanggal 27 Juli 2011 jam 9.00 pagi, sebelum obyek sengketa dicabut oleh Tergugat. Demikian pula tidak ada dasarnya untuk menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau tidak berdasar, apabila obyek sengketa dicabut pada saat sidang pemeriksaan perkara sedang berjalan. Tidak adanya norma yang mengatur hal ini di dalam hukum administrasi negara, termasuk Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara, adalah untuk mencegah prilaku arogan dan prilaku seenaknya sendiri (saenake dewe, bahasa Jawanya) pejabat tata usaha negara dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
  9. Bahwa bukanlah mustahil, ketika suatu keputusan diterbitkan dan kemudian ditolak oleh subyek hukum yang terkena keputusan, pejabat tata usaha negara itu akan dengan sombongnya berdalih bahwa keputusan mereka telah benar. Namun ketika subyek hukum itu menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan pejabat tata usaha negara itu menyadari bahwa  terdapat tanda-tanda bahwa dia akan dikalahkan oleh pengadilan, maka dia buru-buru mencabut keputusan itu. Kemudian setelah dicabut dengan arogannya pula mendesak majelis hakim menghentikan perkara karena obyek sengketa telah dicabut. Prilaku Wakil Jaksa Agung Darmono yang berkeras mengatakan Keputusan a quo sudah benar menggambarkan arogansi ini. Namun mungkin setelah membaca surat gugatan Penggugat, dan menyadari bahwa mereka kemungkinan akan  dikalahkan di pengadilan ini, maka Keputusan a quo buru-buru dicabut. Setelah Keputusan dicabut, maka Jaksa Agung Muda Intelejen Edwin Situmorang dengan arogan pula mengatakan kepada pers mendesak Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menghentikan pemeriksaan dalam sidang perkara ini, dengan alasan gugatan tidak berdasar karena obyek sengketa sudah dicabut; (Bukti P-11). Penggugat berpendapat, tidak cukup alasan untuk menghentikan persidangan ini sebagaimana dikehendaki Jamintel Kejaksaan Agung itu dan dikemukakan pula oleh Tergugat dalam Jawabannya dalam Pokok Perkara. Prilaku pejabat tata usaha negara sebagaimana ditunjukkan oleh Wakil Jaksa Agung Darmono dan Jamintel Kejagung Edwin Situmorang itu adalah jauh dari semangat aparatur negara yang tawaddhu’,  arif, berwibawa. Sikap mereka itu juga bertendensi meremehkan keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara dengan segala kewenangan yang dimilikinya;
  10. Bahwa Penggugat berpendapat, jika ada suatu keputusan tata usaha negara yang menimbulkan sengketa dan telah didaftarkan sebagai perkara untuk diputus oleh pengadilan yang berwenang, maka demi menghormati hukum dan hak warganegara untuk mengajukan perkara terhadap sesuatu keputusan yang dianggap merugikan dirinya, maka tidaklah etis bagi pejabat tata usaha negara yang bersangkutan untuk mencabut keputusannya yang dianggap merugikan itu. Penggugat menyadari bahwa memang peajabat tata usaha negara berwenang untuk mencabut keputusan yang dibuatnya sendiri, namun demi menghormati proses peradilan, adalah lebih baik menyerahkan kepada pengadilan tentang batal atau tidaknya, serta sah atau tidaknya keputusan yang dibuat itu;
  11. Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana dikemukakan dalam angka 1 sampai dengan 10 di atas, maka Penggugat memohon kepada Majelis untuk memutus:
           Dalam Eksepsi:
-         Menolak eksepsi tergugat untuk seluruhnya;
-         Menyatakan gugatan Penggugat dapat diterima;
          Dalam Pokok Perkara:
-         Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
           Demikianlah Replik Penggugat Atas Jawaban dan Eksepsi Terugat. Atas segala kearifan Majelis, Penggugat ucapkan terima kasih.
Hormat Penggugat,
Prof Dr Yusril Ihza Mahendra