JAKARTA - Keterpurukan partai politik Islam di Indonesia disebabkan
banyak faktor. Salah satunya, menurut Lembaga Survei Nasional, ialah
ketidakmampuan parpol berbasis Islam mengolah isu-isu riil.
"Saat ini masyarakat itu lebih mementingkan isu-isu riil," ujar Direktur Eksekutif LSN, Umar S Bakry. Ironisnya, sisi ini justru menjadi kelemahan dari partai berbasis Islam.
Mereka dianggap masih lemah dalam mengolah isu riil untuk kepentingan politiknya. Partai berbasis Islam hanya fokus mempertahankan cara konservatif dan ortodok yang masih mengandalkan optimisme tradisional untuk mendulang suara yakni bergantung pada banyaknya jumlah muslim di Indonesia.
Parpol Islam, ujar Umar, harusnya lebih cerdas, khususnya dalam menyikapi hasil survei sebagai kritik yang dapat dijadikan modal penting untuk introspeksi. "Jangan kemudian malah dibantah dan menjadi buta dengan kondisi yang ada," ujarnya.
Padahal, dalam demokrasi pasar bebas, pilihan preferensi publik bisa berubah dengan cepat. Siapa yang cerdas mengolah informasi dan isu maka dia yang akan unggul. Apalagi bisa mengoptimalkan sosial media seperti yang dilakukan Joko Widodo dan Barack Obama.
‘’(Survei) harus disikapi rasional dan optimis. Juga membuat terobosan yang dapat sambutan rakyat. Kalau tetap konvensional, maka akan makin ambles. Kalau saya ketua partai Islam saya akan kumpulkan semua kader dan membuat teknik dagangan yang disenangani publik."
(dat06/republika)
"Saat ini masyarakat itu lebih mementingkan isu-isu riil," ujar Direktur Eksekutif LSN, Umar S Bakry. Ironisnya, sisi ini justru menjadi kelemahan dari partai berbasis Islam.
Mereka dianggap masih lemah dalam mengolah isu riil untuk kepentingan politiknya. Partai berbasis Islam hanya fokus mempertahankan cara konservatif dan ortodok yang masih mengandalkan optimisme tradisional untuk mendulang suara yakni bergantung pada banyaknya jumlah muslim di Indonesia.
Parpol Islam, ujar Umar, harusnya lebih cerdas, khususnya dalam menyikapi hasil survei sebagai kritik yang dapat dijadikan modal penting untuk introspeksi. "Jangan kemudian malah dibantah dan menjadi buta dengan kondisi yang ada," ujarnya.
Padahal, dalam demokrasi pasar bebas, pilihan preferensi publik bisa berubah dengan cepat. Siapa yang cerdas mengolah informasi dan isu maka dia yang akan unggul. Apalagi bisa mengoptimalkan sosial media seperti yang dilakukan Joko Widodo dan Barack Obama.
‘’(Survei) harus disikapi rasional dan optimis. Juga membuat terobosan yang dapat sambutan rakyat. Kalau tetap konvensional, maka akan makin ambles. Kalau saya ketua partai Islam saya akan kumpulkan semua kader dan membuat teknik dagangan yang disenangani publik."
(dat06/republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar