FAKTA bahwa banyak orang menjadi berubah setelah menduduki kekuasaan
adalah sesuatu yang jamak terjadi. Justru aneh dan unik jika seseorang
setelah berkuasa bisa tetap dengan cara dan gaya seperti sebelum dia
berkuasa. Lebih menariknya lagi, orang-orang yang dulu dianggap sebagai
fundamentalis, radikal ataupun ekstrimis, bisa berubah 180 derajat
setelah menduduki kekuasaan.
Bagi
Prof.DR.Yusril Ihza Mahendra, SH, hal tersebut tidaklah sesuatu yang
mengejutkan, karena menurutnya seseorang itu tergantung di mana posisi
tempat dia berada. “Posisi seseorang akan melahirkan corak pemikiran
politik yang berbeda,” ujar Yusril, Ahad Sore kemarin (15/5/2013)
sewaktu menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk “Partai Politik Islam:
Solusi Atau Masalah” yang digelar oleh Forum Studi Islam (FSI) FISIP UI.
Dalam
penjelasannya, Yusril membandingkan Jamaat Islami Pakistan pimpinan
Syaid Abul A’la Al-Maududi – yang oleh banyak pihak dianggap sebagai
sosok yang fundamentalis – dengan Muhammad Natsir yang dianggap lebih
moderat dan akomodatif dalam bersikap serta melakukan pergerakan. Hal
itu tidak lain menurut Yusril disebabkan adanya posisi yang berbeda.
Sejak awal Maududi dan jamaahnya tidak pernah terlibat dalam politik
kekuasaan sehingga beliau bisa sangat ‘fundamentalis, berbeda dengan
Natsir dengan Masyumi-nya yang sudah terlibat dalam kegiatan politik
kekuasaan sejak dari mulai beraktifitas dalam politik praktis.
“Orang-orang
Masyumi itu sejak awal sudah terlibat dalam politik, mereka berdebat
nyata dan sengit di dalam parlemen dengan kubu komunis, sosialis dan
sebagainya, berbeda dengan Maududi yang secara pribadi lebih banyak
menulis risalah-risalah teoritis ‘keras’ dalam memberikan pemahaman
politik kepada umat,” papar Yusril.
Menyimpulkan hal tersebut,
Yusril berpendapat bahwa semakin jauh orang dari kekuasaan maka dia akan
menjadi fundamentalis begitu juga sebaliknya, semakin dekat orang
dengan kekuasaan maka akan menjadi moderat. Pada poin ini, Yusril
mencontohkan Anwar Ibrahim – mantan wakil perdana menteri Malaysia –
yang dahulu aktif di ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia).
Anwar
dulu menurut Yusril sangat fundamentalis, sebelum dia berkuasa dia
sangat anti dengan sekolah-sekolah Cina yang ada di Malaysia dan dia
sangat anti perjudian serta mengusulkan agar Genting Highland (kawasan
Judi legal di Malaysia) untuk ditutup. Namun apa yang terjadi setelah
beliau menduduki posisi menteri pendidikan? Sekolah-sekolah Cina tidak
dia tutup dengan alasan bisa merusak stabilitas BN (Barisan Nasional)
yang di dalamnya ada partai Cina. Begitu juga ketika Anwar menjabat
sebagai menteri keuangan. Anwar tidak berani menutup Genting Highland
dengan alasan kalau lokalisasi judi itu ditutup maka kerajaan tidak
mendapat pajak, jelas Yusril.
“Orang fundamentalis ekstrimis kasih
dia kekuasaan maka dia akan jadi moderat, sebaliknya orang yang moderat
dalam kekuasaan singkirkan dia dari kekuasaan dia akan jadi
fundamentalis.” tandas Yusril.(fq/islampos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar