Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Minggu, 26 Agustus 2012

Judicial Review PT Tak Pengaruhi Verifikasi Parpol


INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa pengujian di Mahkamah Konstitusi atas pemberlakuan parliamentary threshold(PT) atau ambang batas nasional dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, tidak akan mempengaruhi regulasi yang ditetapkan.

Begitu juga pengujian Pasal 8 UU 8/2012 yang menyebutkan bahwa parpol yang memenuhi ambang batas pada Pemilu sebelumnya tidak perlu lagi mengikuti diverifikasi. Dimana dalam pengujiannya pemohon meminta verifikasi diberlakukan bagi semua parpol, baik parpol di parlemen maupun non parlemen.

"Jangan-jangan yang menunggu bukan partai di parlemen, karena beberapa partai parlemen sudah akan mengajukan (pendaftaran dan verifikasi) ke KPU," terang Ketua KPU, Husni Kamil Manik, di Gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (10/8/2012).

Dijelaskan, sesuai dengan UU Pemilu parpol di parlemen tetap mempunyai kewajiban sebagaimana parpol non parlemen. Hanya saja, parpol parlemen ini setelah melakukan pendaftaran tidak diwajibkan lagi mengikuti verifikasi sebagaimana yang diwajibkan pada partai non parlemen.

Di mana proses pencatatannya parpol parlemen ini hanya mencantumkan berapa kepengurusan dan sebarannya dimana. "Mereka (parpol parlemen) juga tidak menyodorkan keanggotaan partai," ucap Husni.

Diketahui sebelumnya, gabungan lembaga masyarakat dan puluhan partai politik non parlemen mengajukan uji materi atau judicial review ke MK terkait Pasal 8 dan Pasal 208 UU Pemilu, Kamis (20/4/2012) lalu.

Pengujian dilakukan karena Pasal 8 yang mengatur tentang verifikasi partai politik dinilai diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945.

Adapun Pasal 208 tentang ambang batas nasional atau Parliamentary Threshold 3,5 persen, dianggap tidak sesuai dengan asas kedaulatan rakyat dalam konstitusi.

Sebab ketentuan PT hanya menghitung perolehan suara ditingkat nasional, meski di daerah ada yang perolehan suaranya mencapai 70 persen. Sehingga dinilai bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat, prinsip keadilan dan persamaan dalam hukum. [gus]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar