Yusril Ihza Mahendra diwawancarai para wartawan usai menghadiri undangan Divisi Hukum Mabes Polri, Jakarta, (6/8). Kedatangan yusril untuk dimintai pendapat dan masukannya terkait kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Advokat Yusril Ihza Mahendra menilai sengketa perebutan wewenang penyidikan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian SIM terus melebar karena Presiden SBY tidak segera mengambil tindakan.
Seharusnya, kata dia, SBY bisa menggunakan kewibawaannya untuk mendamaikan kedua lembaga penegak hukum itu. "Jadi, Presiden bekerja berdasarkan kewibawaannya, bukan sekadar wewenang konstitusi," katanya.
"Kalau presidennya berwibawa seharusnya sudah menengahi dan menasihati, kalau tidak berwibawa ya tidak bisa," ujar Yusril lagi sambil tertawa.
Yusril sendiri pernah menjadi Menteri Sekretaris Negara di kabinet SBY. Sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril juga penyokong utama SBY pada Pemilihan 2004 silam. Hubungan mereka retak setelah SBY memberhentikan Yusril dari kursi menteri.
Karena Presiden tak kunjung mendamaikan, Yusril setuju konflik KPK-Polri ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi. "Saya berpendapat itu alternatif terakhir bila kedua pihak tidak dapat berkompromi dan Presiden tidak berdaya," kata Yusril Ihza Mahendra, yang juga bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, di halaman kantor Divisi Hukum Mabes Polri, Senin, 6 Agustus 2012.
Yusril berkeyakinan, MK berwenang memutuskan jika terjadi sengketa kewenangan antara Polri dan KPK. "Polri diatur dalam undang-undang dasar, KPK tidak. Ini akan menarik jika dibawa ke MK lalu diputuskan siapa yang berwenang" ujar Yusril, yang diundang Polri untuk memberikan pendapatnya dalam kasus itu.
Dalam pertemuan dengan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman, Yusril menilai KPK tidak memiliki kewenangan mengambil alih penyidikan kasus simulator SIM. Alasannya, polisi telah lebih dulu melakukan penyidikan.
Dalam penggunaan UU KPK, Yusril menilai mestinya KPK juga memperhatikan Pasal 6,7,8, dan 10 dari UU Nomor 30 Tahun 2012 tentang supervisi oleh KPK. "Kewajiban supervisi adalah tugas KPK, tapi dalam MoU justru disebutkan KPK dan Kepolisian serta Kejaksaan saling mensupervisi," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar