Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Rabu, 08 Agustus 2012

Umat Islam : Bagaimana Menghadapi Skenario Paling Buruk?



Bangsa Indonesia akan menghadapi skenario paling buruk bagi masa depannya? Skenario paling buruk itu, ketika bangsa Indonesia harus menerima kenyataan pahit, di mana bangsa ini tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali menerima kenyataan. Bangsa Indonesia hanya akan menjadi konsumen, dan kuli di negeri sendiri.
Di mana pemerinah telah ikut meratifikasi (meneken) perjanjian perdagangan bebas diantara negara-negara ASEAN, yang dikenal dengan perjanjian AFTA (Asean Freed Trade Area).
Ketika perjanjian AFTA ini ditandangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, yaitu Burnei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Kemudian, Vietnam bergabung tahun l995, dan berturut-turut bergabung, Laos dan Myanmar tahun l997, disusul Kamboja tahun l999.
AFTA sekarang terdiri sepuluh negara ASEAN, plus empat pendatang baru, yang kemudian dikenal dengan ASEAN Plus Three (APT), yaitu Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Tiga negara raksasa ekonomi regional ini, masuk ke dalam kelompok AFTA. Dengan demikian, tiga raksasa ekonomi (Cina, Jepang, dan Korea), masuk ke dalam struktur ASEAN.
Perjanjian AFTA itu, tak lain, di antara negara yang tergabung dalam AFTA itu, dapat melakukan perdagangan bebas, tanpa adanya bea masuk. Keluar masuk barang antari negara-negara yang tergabung dalam AFTA itu, berlangsung bebas, tanpa adanya hambatan bea masuk. Dengan demikian, dikalangan anggota AFTA bisa berlangsung perdagangan, dan tanpa dikenakan bea masuk. Seluruh barang-barang import sesama anggota AFTA, dibebaskan bea masuk.
    Dalam periode sepuluh tahun pertama 1997-2007 mekanisme dan pelaksanaan kerja sama APT didasarkan kepada Joint Statement on East Asia Cooperation. KTT APT pertama berlangsung pada Desember 1997 di Kuala Lumpur. Inilah sebuah keputusan politik-ekonomi yang akan berdampak sangat luas bagi masa depan Indonesia.
    Secara praktis sekarang Indonesia kebanjiran produk-produk asing, khususnya Cina, yang membanjiri pasar-pasar domestik (dalam negeri). Mulai produk elektronik, kain, sampai, boneka, peniti dan lainnya, menggerus produk dalam negeri.
    Produk "Made in Cina", sekarang melibas produk-produk dalam negeri. Harganya relatif murah. Karena, kemungkinan adanya dumping. Pemerintah tidak lagi dapat melindungi (memproteksi) produk-produk dalam negeri. Dampak dari barang asing itu, banyak usaha lokal yang gulung tikar alias bangkrut. Kemudian, deretan penganggur terus bertambah panjang. Pengangguran berjibun.
    Produk-produk "Made Cina" berjalan efektif seperti air bah, melalui jaringan pedagang Cina, di seantero Indonesia. Dari pusat kota Jakarta sampai kota Kecamatan dan pedesaan. Jaringan pedagang Cina dan produk Cina, menghancurkan pedagang pribumi dan produk lokal. Mereka harus menerima kenyataan pahit itu. Gulung tikar alias bangkrut.
    Kondisi perubahan kebijakan regional, dan keterikatan Indonesia dalam perjanjian AFTA itu, hanyalah secara radikal, menjadikan kaum pribumi mengalami proses pemiskinan secara massal. Tidak memiliki akses secara ekonomi. Seluruh jaringan ekonomi telah dikuasai jaringan pedagang Cina. Sampai permodalan, di mana-mana Bank-Bank, seperti BCA, menjadi tulang punggung ekonomi mereka.
    Tengok di seluruh kota besar di Indonesia, mulai dari Jakarta,  Bandung, Semarang, Yogya, Surabaya, Denpasar, Makassar, Medan, Palembang, siapa yang  memegang perputaran bisnis? Pedagang Cina. Pribumi hanya menjadi kuli dan babu. Sangat sedikit yang memilikik jaringan bisnis yang kuat. Bahkan, seperti Alfart dan Indomart, sekarang sudah menjamur, menghancurkan pedagang tradisional.
    Tak heran, sepuluh orang terkaya di Indonesia, menurut Majalah Globe itu, sepuluhnya pengusaha Cina, dan hanya satu  pribumi, yaitu Aburizal Bakrie. Selebihnya, yang sembilan orang itu, semuanya pengusaha Cina.
    Pasar-pasar, toko-toko di pinggir jalan disetiap kota di Indonesia, sampai perusahaan besar dibidang properti, perkebunan, dan sektor-sektor ekonomi lainnya, semuanya berada di tangan orang-orang Cina. Mereka berhasil membangun jaringan kekuatan  ekonomi, dan ini akibat dukungan para penguasa.
    Mereka bergerak di bidang proeperti sampai toko-toko kelontong dan onderdil motor. Semua mereka kuasai. Pribumi hanya menjadi konsumen. Sehingga, kapitalisasi keuntungna setiap tahunnya, terus bertumpuk-tumpuk, sementara itu, pribumi semakin kere alias miskin. Serta hidup secara tidak layak.
    Pusat-pusat ekonomi dari kalangan pribumi atau Muslim, semuanya gulung tikar. Seperti usaha batik di Pekalongan, Yogya, dan Tasik semuanya gulung tikar atau beralih di tangan pedagang Cina. Inilah perubahan radikal dalam kehidupan di negeri ini. Di mana tidak memberikan ruang bagi kaum pribumi, dan Muslim dapat bertahan hidup.
    Belum lagi, di tahun 2014 nanti, yang lebih dahsyat lagi akan berlaku "ASEAN COMMUNITY". Di mana dengan adanya "ASEAN COMMUNITY", benar-benar "borderless", sudah tidak ada lagi tapal batas negara. Bukan hanya barang dan jasa yang bergerak secara bebas antar negara, tetapi manusia juga akan bergerak dengan bebas antar negara. Tidak lagi diberlakukan "visa" diantara warga negara ASEAN.
    Orang Singapura, Cina, Jepang, Korea,  bisa bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta. Sebaliknya orang Jakarta bisa bekerja di Malaysia dan negara anggota ASEAN lainnya. Semuanya warga negara anggota ASEAN yang tergabung dalam AFTA akan bebas bergerak. Tanpa ada lagi hambatan.
    Masalahnya, adakah pemerintah sudah mempersiapkan bangsa Indonesia menghadapi perubahan ini? Tentu, yang paling menentukan nanti, bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, yang akan  mampu berkompetisi. Berkompetisi diantara negara-negara anggota ASEAN.
    Indonesia tidak mempersiapkan semua prasyarat yang dibutuhkan itu. Terutama sumber daya manusia. Penduduk Indonesia yang tamatan SD, jumlahnya masih sangat besar diatas 70 persen. Sedangkan yang tamatan SMA dan Perguruan Tinggi, masih di bawah 10 persen. Bagaimana akan menjadi bangsa kompetitip menghadapi tantangan regional? Dengan kondisi sumber daya manusia seperti itu?
    Suatu saat kita, nantinya akan melihat kantor-kantor yang ada di Jalan Thamrin Sudirman, Kuningan, dan perusahaan di Jakarta dan daerah, terutama tenaga-tenaga profesional diiisi oleh orang asing. Tenaga konsultan, ahli hukum, dokter, ekonom, dan tenaga dibidang teknologi informasi (IT), semuanya akan diisi oleh tenaga asing.
    Orang-orang Cina di Jakarta dan kota lainnya, di Indonesia, terutama pedagang dan pengusahanya, mereka menyekolahkan anak-anak mereka di Amerika, Eropa, Jepang, Australia, minimal sekolah di Singapura. Mereka akan menjadi tenaga-tenaga profesional, yang akan mengendalikan perusahaan-perusahaan mereka yang sudah mapan di Jakarta dan kota-kota lainnya.
    Lalu. Dengan kaum pribumi dan Muslim, yang miskin dan bodoh, lantas menjadi apa? Paling banter akan menjadi kuli atau babu. Kuli di toko-toko milik orang-orang Cina, atau menjadi babu di Singapura, Malaysia, Hongkong. Bukan tenaga profesional. Mereka tidak memiliki pendidikan yang memadai.
    Karena, mereka tidak mampu lagi sekolalh, di mana biaya sekolah sangat mahal. Berapa biaya masuk universitas di Indonesia? Berapa biaya masuk SMA di Jakarta? Biaya pendidikan di seluruh Indonesia mencekik  bagi orang miskin. Tidak ada belas kasihan terhadap orang-orang miskin.
    Tidak heran sampai pada suatu saat akan terjadi pergeseran kepemimpinan politik di Indonesia. Bisa  diprediksi berapa tahun lagi orang-orang Cina akan menjadi presiden, gubernur, bupati sampai ketua RT? Itu akan berlangsung secara alamiah. Dengan menguasai jaringan ekonomi, dan tenaga profesional yang massif (banyak), pasti akan dengan sangat mudah mereka akan merengkuh kekuasaan politik. Hanya soal waktu belaka.
    Sementara itu, kaum pribumi dan  Muslim, semakin hari bertambah pragmatis, tidak lagi perduli dengan agamanya (Islam). Sehingga, tidak ada "furqon", di dalam diri mereka. Dengan kondisi miskin, bodoh, dan tidak memiliki akses ekonomi, dan ekonomi berada di tangan orang-orang Cina, maka sudah dapat dipastikan Muslim akan hanya menjadi makmumnya orang-orang Cina, yang nota bene, bukan seaqidah.
    Sebuah analisis yang sekarang beredar kemungkinannya, Jokowi menjadi gubernur, dua tahun kemudian disandingkan dengan Prabowo menjadi capres dan cawapres di tahun 2014. Sementara itu, Prabowo telah melakukan kunjungan alias "sowan" ke Singapura, dan konon Singapura dan Amerika Serikat memberikan dukungan kepada Prabowo menjadi presiden mendatang.
    Jika skenario itu yang terjadi, maka Ahok menjadi Gubernur DKI. Disinilah akan terjadi perubahan radikal, bersamaan dengan berlakunya ASEAN COMMUNITY. Orang-orang Cina, pengusaha, tenaga prefesional membanjiri Jakarta. Kemudian, semuanya beralih dari tangan pribumi kepada orang-orang Cina di DKI ini.
    Mungkin Islam dan Umat Islam hanya tinggal menjadi kenangan di Jakarta. Kita hanya akan melihat nama di batu nisan yang ada di kuburan-kuburan Muslim, yang sudah tidak bisa bergerak lagi.
    Sementara itu, Muslim yang masih hidup di bawah kekuasaan penguasa Cina, yang notabene bukan seaqidah alias kafir. Semuannya, akibat Muslim sudah meninggalkan agamanya, bermakmum kepada orang-orang kafir.Wallahu'alam.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar