JAKARTA, (PRLM).-Partai Politik diperkirakan
akan memanfaatkan tingginya suara masyarakat yang belum menentukan
pilihan (swing voters) untuk dijadikan dukungan pada Pemilu 2014.
Pasalnya, suara swing voters sangat menentukkan kemenangan parpol dalam
setiap pemilu.
Berdasarkan hasil survei pra-Pemilu 2014 oleh pusat penelitian
politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dilakukan
pada 10 hingga 31 Mei 2013 terungkap bahwa setidaknya ada 31 persen
masyarakat pemilih masih memungkinkan merubah suaranya dan hanya 34
persen yang sudah mantap akan pilihan parpolnya. Artinya, siapa yang
mampu merangkul swing voters maka akan memenangkan Pemilu 2014.
"Menanggapi Swing Voters yang besar di Indonesia itu ibaratkan
seseorang dengan mudah mengganti baju. Itulah problem politik kita
dimana parpol belum bisa meyakinkan masyarakat untuk memilihnya," ucap
Peneliti Politik LIPI Wawan Ichwanuddin di Jakarta, Kamis (27/6/2013).
Wawan menambahkan, swing voters di Indonesia pun terjadi karena
masyarakat merasa tidak memiliki kedekatan dengan partai politik. Dari
hasil survei LIPI menunjukkan bahwa 58,8 persen masyarakat merasa tidak
dengan dengan parpol.
Bahkan, yang lebih mengejutkan adalah dari 12 parpol politik peserta
Pemilu 2014 tak ada satupun parpol ada yang merasa dekat dengan
masyarakat hingga diatas 20 persen. PDIP yang memang dikenal
mengedepankan kaderisasi, kata dia, menempati urutan pertama dengan 10,2
persen.
Disusul Partai Golkar 8,4 persen, Partai Demokrat 4,8 persen, Partai
Gerindra 4,2 persen. Dan tiga terbawah ditempati Partai Amanat Nasional
(PAN) dengan 0,9 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) dengan 0,5 persen,
serta Partai Keadillan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dengan 0,2 persen.
"PDIP dan Partai Golkar berada pada peringkat teratas perolehan suara
jika pemilu diselenggarakan saat survei dilaksanakan. PDIP akan
mendapatkan pemilih mencapai 14,9 persen, Golkar 14,5 persen, Demokrat
11,1 persen, Gerindra 7,4 persen, PKB dengan 5,6 persen, PPP dengan 2,9
persen, PKS dengan 2,6 persen, PAN dengan 2,5 persen, Nasdem dengan 2,2
persen, Hanura dengan 1,9 persen, PBB dengan 0,6 persen, dan PKPI dengan
0,3 persen," ucapnya.
Menurut dia, modal utama PDIP untuk mendapatkan suara karena
pemilihnya yang relatif setia, begitu juga dengan Partao Gerindra.
"Lebih dari 60 persen responden mengaku memilih PDIP atau Gerindra pada
Pemilu 2009 kembali akan memilih partai yang sama.
Namun, kata dia, dalam jangka waktu satu tahun yang tersisa
pergeseran suara pemilih masih sangat mungkin terjadi, terutama jika
melihat besarnya kemungkinan pemilih mengganti pilihan partainya.
Pengamat Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan,
terjadinya swing voters disebabkan oleh banyaknya parpol yang harus
dipilih masyarakat. Akibatnya, masyarakat menjadi apatis dengan Pemilu
ini.
"Kita gagal untuk membuat pemilih itu nyaman. Artinya, sistem multi
partai secara psikologis membuat masyarakat pusing," ujarnya.
Untuk itu, dia pun menyarankan agar kedepannya jumlah parpol
diciutkan. Pengurangan parpol, kata dia, bukan berarti mengabaikan
aspirasi masyakat untuk berdemokrasi.
"Kedepan partai tidak perlu banyak. Cukup lima parpol saja. Parpol
yang sedikit bukan berarti mengabaikan demokrasi," tuturnya.
(A-194/A-89)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar