Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Kamis, 17 Februari 2011


Hariman: Era SBY jauh Lebih Menyeramkan

Posted by K@barNet pada 16/01/2011
JAKARTA – Reformasi dan demokratisasi sudah berusia 13 tahun, tapi ternyata belum memperbaiki kondisi. Bahkan, sekarang ini lebih seram dibandingkan dengan era 1974 ketika Soeharto membuka kesempatan masuknya pemodal asing.
“Lebih serem lagi sekarang,” ujar pelaku sejarah dalam peristiwa 15 Januari (Malari) 1974, Hariman Siregar, di Taman Ismail Marzuki Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (15/1/2011) malam.
Hariman, yang dijuluki rajawali politik Indoneisa, menceritakan, ketika awal era Soeharto pada 1970-an, Soeharto membuka diri masuknya modal asing. Namun dilawan oleh mahasiswa termasuk Hariman dkk hingga terkenal lah peristiwa Malari 1974.
“Dulu awal pak Harto berkuasa mengundang modal asing untuk pertumbuhan. Baru sebagian saja udah banyak industri-industri menengah kita yang mati,” kenang Hariman.
Namun, menurutnya, kondisi sekarang era SBY jauh lebih menyeramkan. Apalagi dengan model liberalisasi ekonomi yang dijalankan pemerintah. “Sekarang dengan liberalisasi mati semua kita. Tambang punya orang, industri gak bisa bikin lagi. Gak bisa dibiarkan, harus kita lawan,” sesal Hariman.
“Pendapatan kita kan 70 persen dari pajak tambang mineral,” katanya. Namun, hampir tidak bisa dinikmati oleh banngsa sendiri. “Datang kapal keruk dia bawa ke pelabuhan dia pergi. Jadi kita disuruh nonton saja,” katanya.
Lanjut Hariman, “Dan pemerintah senang, dia tidak peduli kan. Yang penting duit, dia bisa membangun kantor, membangun DPR,” katanya.
Hariman siregar dalam peluncuran bukunya berjudul ‘Hariman dan Malari; gelombang aksi mahasiswa menentang modal asing’ mengaku hanya sebuah cerita. Juga untuk mengenang peristiwa Malari (Malapetaka 15 januari) 1974 silam.
“Buku ini memperingati peristiwa 36 tahun lalu. Karena kita merasa makin jauh. Juga supaya bisa menjadi tuan di negeri kita sendiri,” pungkasnya.
Cerita Kebenaran, Bukan Kebohongan
Kata teman, saya tidak punya jabatan, serba tanggung. Tapi saya punya cerita panjang. Malam ini malam cerita,” ujar Hariman Siregar membuka malamnya, Sabtu(15/1/2011).
Bertempat di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Cikini Jakarta Pusat, pelaku sejarah peristiwa 15 Januari 1974 (Malari), Hariman Siregar meluncurkan bukunya bertajuk “Hariman dan Malari; gelombang aksi mahasiswa menentang modal asing”.
Namun, lanjut pria yang sempat ditahan karena diduga terlibat dalam peristiwa Malari tersebut, bukan cerita bohong. “Yang jelas bukan cerita bohong,” ujarnya disambut tawa peserta.
Dia lantas bercerita, bahwa dulu orang-orang yang berkuasa hanya pegawai biasa. Setelah itu dapat nomor (pemilu, red) setelah masuk partai, lalu menjadi anggota dewan. “Kamu tidak punya apa-apa, tapi kamu punya cerita,” kata Hariman menirukan ucapan seorang temannya.
Apa yang bisa dilakukannya sekarang? Walau dia mengaku sudah tua, tapi masih banyak orang yang akan melawan. “Saya kira semua sepakat untuk mengatakan lawan,” ujarnya disambut tepuk tangan ratusan pengunjung yang memadati acara peluncuran itu.
Selain acara peluncuran buku, juga dipajang beberapa dokumentasi aktivitas Hariman Siregar. Baik dalam bentuk foto maupun koran.
Tokoh
Banyak tokoh yang diminta untuk naik ke atas panggung saat peluncuran buku Hariman Siregar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/1/2011).
Dal98]lgfam acara ini,hadir beberapa tokoh seperti Wiranto, Bennie Akbar Fatah,Tisnaya Kartakusuma, Musiim Abdurraman, Bursah Zarnubi, Lily Wahid, Rosihan Anwar, Cristin Hakim, Ray Rangkuti, Rizal Ramli, Yudi Latif, M Jumhur Hidayat, Rahman Toleng dan sejumlah tokoh dan aktivis pergerakan lainnya.
Peluncuran buku berjudul ‘Hariman dan Malari; gelombang aksi mahasiswa menentang modal asing’ ini dilakukan dengan pemukulan guci yang digantung di atas panggung. Guci tersebut diisi buku Hariman Siregar, tokoh yang juga diberi julukan rajawali politik Indonesia.
Setelah simbolik penghancuran guci tersebut, beberapa guci berisi buku yang lain juga dijatuhkan hingga hancur. Prosesi ini sebagai bukti kebebasan dari pengekangan yang selama ini membelenggu. [Rima News]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar