Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Selasa, 15 Februari 2011

Repost: Yusril Akui Istana Terlibat Century


….Dalam pertemuan itu, SBY bertanya kepada Yusril, apa yang akan terjadi bila Boediono ditangkap: apakah SBY dan Boediono tetap bisa dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Atau, apakah hanya SBY yang akan dilantik…..

Jakarta – Penegak hukum dan PPATK harus mengusut kembali data penerima bailout bank Century yang pernah disampaikan Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera).

Ini merupakan efek domino yang terjadi karena mantan Menkum HAM, Yusril Ihza Mahendra mengeluarkan statemen bahwa “Istana” memiliki keterkaitan dengan kasus Century.
“PPATK harus membuka rekening yang sempat diungkap Bendera, jangan sampai kita penjarakan mereka,” ujar mantan anggota Pansus Century, Bambang Soesatyo kepada Rakyat Merdeka Online, Senin (12/7).
Sebelumnya, (Senin, 30 November 2009), Bendera dan beberapa aktivis dari Jakarta, Bandung, dan Bogor membuka data aliran dana Century. Dalam data yang diungkap, disebutkan bahwa sebesar Rp 1,8 triliun dana Century mengalir ke Partai Demokrat dan Tim Sukses SBY-Boediono dalam Pilpres 2009. Dibeberkan, dana yang mengalir ke KPU sebesar Rp 200 miliar, LSI Rp 50 miliar, Partai Demokrat 700 miliar, Edhi Baskoro Yudhoyono 500 miliar, Hatta Radjasa 10 miliar, Djoko Suyanto 10 miliar, Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, Choel Mallarangeng, masing-masing Rp 10 miliar, Fox Indonesia 200 miliar, dan Hartati Murdaya Rp 100 miliar.

Peran Istana Dibalik Megaskandal Century bukan Barang Baru

Eksponen Pansus Centurygate juga telah mencium keterlibatan atau setidaknya pengetahuan Presiden SBY tentang megaskandal dana talangan Bank Century.Demikian disampaikan Bambang Soesatyo ketika dimintai pendapatnya mengenai pernyataan Yusril yang mengetahui keterlibatan Istana dalam kasus ini.
“Sejak awal, kami sudah mengendus keterlibatan istana dalam kasus Century. Kalau Yusril membuka hal ini, maka akan lebih menguatkan lagi opini tersebut,” lanjutnya kepada Rakyat Merdeka Online, Senin (12/7). Namun demikian, Bamsoet menekankan agar Yusril jangan hanya bicara untuk menaikkan nilai tawarnya.
“Ungkapkan itu, termasuk ke KPK, Komisi III dan timwas Century. Maka harus diungkap. Jangan hanya memandang pernyataan ini sebagai gertak sambal dan politik dagang sapi, sehingga bisa menukar perkara yang ia hadapi,” lanjut pria yang juga anggota Komisi III DPR .
Mantan Menkum HAM, Yusril Ihza Mahendra baru-baru ini mengatakan ia dimintai pendapat oleh SBY usai Pilpres 2009. SBY bertanya kepada Yusril sebagai pakar hukum tatanegara tentang apakah yang akan terjadi bila Boediono ditangkap. Ketika itu SBY dan Boediono menunggu pelantikan keduanya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

SBY Pernah Konsultasi bila Boediono Ditangkap

Kartu yang dipegang Yusril Ihza Mahendra belum habis.
Mantan Menteri Sekretaris Negara di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu hari Kamis lalu (8/7) didapuk berbicara dalam sebuah diskusi bertema “Menguji Kepemimpinan Presiden SBY dalam Memimpin Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum” di Doekoen Coffee, kawasan Pancoran. Dalam kesempatan itulah, Yusril memperlihatkan kartu lain yang dimilikinya.
Menurut Yusril, usai Pilpres 2009 setelah pasangan SBY dan Boediono keluar sebagai pemenang, dirinya pernah dipanggil SBY. Dalam pertemuan itu, SBY bertanya kepada Yusril, apa yang akan terjadi bila Boediono ditangkap: apakah SBY dan Boediono tetap bisa dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Atau, apakah hanya SBY yang akan dilantik.
Menjawab pertanyaan ini, Yusril mengatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus dilantik dalam satu paket.

Yusril lantas menyarankan strategi “ulur waktu” sampai SBY dan Boediono dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Setelah menjadi Wakil Presiden dengan sendirinya Boediono akan memiliki kekebalan hukum.

Petisi 28 yang menyelenggarakan diskusi itu sedang dalam tahap mentranskrip pernyataan Yusril itu.
“Sebetulnya, soal konsultasi SBY itu baru satu hal. Ada hal-hal lain yang perlu diketahu publik. Kami sedang mentranskrip pembicaraan Yusril,” kata Koordinator Petisi 28 Haris Rusly kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu.
Yusril ditetapkan Jaksa Agung Hendarman Supandji sebagai tersangka kasus Sisminbakum. Kecewa dengan penetapan itu, Yusril mempersoalkan jabatan Hendarman yang katanya ilegal. Dia juga mempersoalkan mengapa kebijakannya diadili, sementara kebijakan dalam kasus dana talangan Bank Century tidak.

Banyak kalangan yang menilai Boediono sebagai pihak yang paling bertanggung jawab di balik keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelontorkan dana talangan untuk Bank Century. Ketika keputusan itu diambil Boediono adalah Gubernur BI. Dialah menyarankanbailout yang membengkak hingga Rp 6,7 triliun itu.  Source

Skandal Century, dulu (Maaf) Kerbau sekarang (Maaf) Babi

Banyak yang mengkhawatirkan megaskandal dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun untuk Bank Century akan berakhir begitu saja, diterbangkan angin atau menguap ke angkasa.
Kekhawatiran yang masuk akal, terlebih bila kita memperhatikan bagaimana aparat penegak hukum memperlakukan kasus yang sebetulnya terang benderang dan ceto welo-welo ini. Perlu diingatkan kembali, kasus ini melibatkan pejabat tinggi negara, terutama, yang sempat menjadi sorotan selama berbulan-bulan, mantan Gubernur BI Boediono, dan mantan Kepala Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas permintaan DPR periode 2004-2009, menjadi pihak yang pertama kali menyelidiki kasus ini. Dalam progress report tanggal 26 September 2009, BPK mengatakan bahwa keputusan KSSK menggelontorkan dana talangan atau bailout untuk Bank Century dalam rapat dinihari 21 November 2008 itu berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum dan perundangan.
Dua bulan kemudian, persisnya tanggal 20 November 2009, penyelidikan BPK selesai dilakukan. Senin pagi, 23 November 2009, laporan itu diserahkan kepada DPR dan menjelang petang di hari yang sama diserahkan kepada Presiden SBY yang menyambut dengan gembira.
Malam sebelumnya, Minggu, 22 November 2009, di depan pimpinan redaksi sejumlah media massa nasional Presiden SBY menegaskan bahwa dirinya setuju bila skandal dana talangan itu dibuka seterang-terangnya. SBY ketika itu malah memberikan arahan yang jelas lagi tegas mengenai wilayah tanggung jawab dalam kasus ini. Menurut SBY, ada yang merupakan tanggung jawab BI, Departemen Keuangan dan manajemen Bank Century. SBY juga mengatakan, siapapun yang bersalah dalam kasus ini harus menerima sanksi dan hukuman seadil-adilnya.
Seperti telah sama diketahui, final report BPK itu kembali menegaskan bahwa sejumlah pejabat tinggi negara, khususnya mantan Gubernur BI dan mantan Ketua KSSK yang juga mantan Menteri Keuangan, berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum ketika memutuskan pengucuran dana talangan itu.
Adalah Boediono, ketika itu Gubernur BI, yang meminta agar KSSK menetapkan Bank Century sebagai “Bank Gagal yang Berdampak Sistemik” dan mengucurkan dana talangan sebesar Rp 632 miliar untuk menaikkan rasio kecukupan modal (CAR) bank itu menjadi positif 8 persen. Sebelum menyampaikan usul ini, Boediono dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar beberapa jam sebelumnya telah lebih dahulu menetapkan Bank Century sebagai “Bank Gagal yang Ditengarai Berdampak Sistemik”.
Usul Boediono ini awalnya disampaikan dalam rapat konsultasi yang digelar sebelum Rapat KSSK. Rapat konsultasi yang seperti Rapat KSSK juga digelar di Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, di Jakarta Pusat, dihadiri sejumlah pejabat otoritas keuangan dan moneter Indonesia, serta tokoh lain yang dianggap memiliki kaitan dengan keputusan yang akan diambil KSSK. Usul yang disampaikan Boediono ini awalnya ditentang oleh peserta rapat konsultasi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Anggito Abimanyu, misalnya, menyebut penjelasan Boediono mengenai keadaan Bank Century lebih bersifat analisa dampak psikologis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun awalnya sempat memberikan sinyal ia meragukan analisa Boediono. Tetapi, pada akhirnya dalam Rapat KSSK yang hanay dihadiri oleh dirinya dan Boediono, Sri Mulyani pun memutuskan menerima usul Boediono itu. Belakangan, seperti sama diketahui, dana yang dikucurkan pemerintah dengan menggunakan uang Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) membengkak mencapai Rp 6,7 triliun.
Dari BPK, kini bola bergulir ke DPR yang dengan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus). Bekerja selama tiga bulan, pada awal Maret 2010 DPR mempertegas semua hasil temuan BPK: pengucuran dana talangan itu melanggar sejumlah peraturan hukum dan perundangan, serta pejabat yang terlibat di baliknya, termasuk Boediono dan Sri Mulyani, harus diadili lewat proses hukum.
Sampai situ, upaya membongkar kejahatan di balik bailout Bank Century bisa dikatakan mati suri. Presiden SBY yang awalnya mendukung upaya untuk membuka skandal ini seterang mungkin, kini mengubah sikap. Ia memasang badan dan menyudutkan hasil kerja DPR. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diharapkan publik segera mengambil alih kasus ini pun mendadak memble. Sampai tulisan ini diturunkan, walau mengetahui pasti hasil penyelidikan BPK dan DPR, KPK mengaku masih belum menemukan indikasi korupsi. Sementara Kejaksaan Agung mengaku belum menemukan indikasi kerugian keuangan negara. Adapun Polri, sikapnya kurang lebih sama.
“Memang benar sektor moneter merupakan kekuatan politik tertinggi di Indonesia,” begitu kata aktivis antikorupsi Adhie Massardi saat diwawancarai Nicole Andres. PhD Candidate dari Murdoch University, Australia. “Semakin besar kita merampok uang negara, contohnya dalam kasus Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, semakin takut aparat hukum menangkap kita,” sambungnya miris.
Adhie tidak sendirian. Bersama dirinya, penulis yakin, tak terhitung jumlah warganegara Indonesia yang kecewa melihat kinerja aparat hukum dalam menghadapi skandal Bank Century. Publik juga curiga ada indikasi kuat skandal dana talangan itu hendak ditutup-tutupi dengan memanfaatkan sejumlah kasus ecek-ecek yang belakangan muncul dan membesar. Sebut saja kasus video hubungan seks artis bernama panggung Ariel Peterpan dengan teman wanitanya, Luna Maya dan Cut Tari, sampai kasus gambar celengan babi yang menghiasi sampul majalahTempo edisi awal pekan ini.
Usai upacara HUT ke-64 Polri kemarin, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri mengatakan pihaknya merasa tersinggung dengan gambar celengan babi itu. Bayangkan, Jenderal BHD lebih peduli pada gambar celengan babi yang sebenarnya lebih bermakna ilustratif daripada materi laporan Tempo tentang dana tidak wajar yang singgah di rekening sejumlah jenderal polisi.
Tetapi, bukan baru kali ini hewan dibawa ke ranah hukum. Bulan Februari lalu, Presiden SBY pun sempat tersinggung oleh kerbau yang dibawa demonstran dalam aksi di depan Istana Merdeka. Seperti pimpinan Kapolri kini, ketika itu Presiden SBY tampaknya lebih peduli pada sang kerbau daripada keluhan-keluhan yang disampaikan warga negara kepada pemimpinnya. Entahlah, gejala apa ini.
Tetapi yang jelas, untuk sementara penulis menganggap ucapan Adhie ada benarnya: semakin besar uang negara yang Anda rampok, maka semakin kuat posisi Anda di negara ini. Akan ada begitu banyak cara untuk menutupi kejahatan Anda, akan ada banyak isu untuk mengalihkan perhatian masyarakat pada persoalan yang ecek-ecek tadi, misalnya, (maaf) kerbau dan (maaf) babi. [rm/kn]

Yusril: Saya Bisa Seret SBY!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar