Yusril Ihza Mahendra
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengacara Yusril Ihza Mahendra, Maqdir Ismail, menyatakan dibebaskannya Romli Atmasasmita oleh Mahkamah Agung karena tidak ditemukan adanya unsur kerugian negara yang dilakukannya dalam kasus Sisminbakum. "Putusan Romli di MA, secara tegas menyatakan tidak ada kerugian negara," katanya melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (29/1).
Hal tersebut disampaikan terkait dengan pernyataan Kejaksaan Agung yang menyatakan akan tetap melanjutkan penanganan perkara dugaan korupsi pada Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kementerian Hukum dan HAM yang merugikan keuangan negara Rp 420 miliar. Dalam kasus tersebut, Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Hartono Tanoesudibyo, mantan Kuasa Pemegang Saham PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) ditetapkan sebagai tersangka.
Belakangan berkas keduanya sudah dinyatakan lengkap atau P21 kendati masih menunggu salinan putusan mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Romli Atmasasmita yang pada akhirnya dibebaskan dalam putusan kasasi di MA. Ia mengutip pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), M Amari yang menyatakan bahwa Romli Atmasasmita memang dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag), tetapi tetap diakui ada perbuatan yang merugikan keuangan negara.
Ia menjelaskan kalau ada bunyi putusan MA seperti yang diungkapkan Jampidsus itu, maka disarankan sebaiknya membaca putusan Romli dengan cermat daripada membuat pernyataan yang menyesatkan publik. "Dalam teks putusan kasasi Romli, MA tegas mengatakan ada tiga faktor yang melepaskan Romli dari segala tuntutan hukum," katanya.
Ketiga faktor itu, yakni, terdakwa tidak mendapat keuntungan, keuangan negara tidak dirugikan dan kepentingan umum terlayani dengan baik (dengan Sisminbakum). Jadi, kata dia, tidak benar pernyataan Amari seolah-olah Romli lepas dari tuntutan hukum karena alasan pembenar, tetapi "ada perbuatan yang merugikan keuangan negara" yang dilakukan Romli.
Ia menambahkan pertimbangan putusan kasasi MA lebih jauh menegaskan bahwa sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU No 20 Tahun 1997 tentang PNBP menegaskan bahwa menetapkan PNBP harus dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Karena uang akses fee Sisminbakum yang diterima Ditjen AHU belum ditetapkan dengan PP sebagai PNBP, maka pungutan uang tersebut tidak masuk keuangan negara.
"Dengan demikian tidak disetorkannya uang tersebut pada kas negara karena belum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagai PNBP, hingga tidak menimbulkan kerugian negara," katanya.
Maqdir juga mengatakan bahwa putusan kasasi MA juga menegaskan bahwa Sisminbakum adalah kebijakan pemerintah yang diputuskan dalam sidang kabinet dengan persetujuan Presiden, dan telah dilaporkan ke Bappenas. "Kebijakan Pemerintah itu ditindaklanjuti oleh Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra," katanya.
Hal tersebut disampaikan terkait dengan pernyataan Kejaksaan Agung yang menyatakan akan tetap melanjutkan penanganan perkara dugaan korupsi pada Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kementerian Hukum dan HAM yang merugikan keuangan negara Rp 420 miliar. Dalam kasus tersebut, Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Hartono Tanoesudibyo, mantan Kuasa Pemegang Saham PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) ditetapkan sebagai tersangka.
Belakangan berkas keduanya sudah dinyatakan lengkap atau P21 kendati masih menunggu salinan putusan mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Romli Atmasasmita yang pada akhirnya dibebaskan dalam putusan kasasi di MA. Ia mengutip pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), M Amari yang menyatakan bahwa Romli Atmasasmita memang dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag), tetapi tetap diakui ada perbuatan yang merugikan keuangan negara.
Ia menjelaskan kalau ada bunyi putusan MA seperti yang diungkapkan Jampidsus itu, maka disarankan sebaiknya membaca putusan Romli dengan cermat daripada membuat pernyataan yang menyesatkan publik. "Dalam teks putusan kasasi Romli, MA tegas mengatakan ada tiga faktor yang melepaskan Romli dari segala tuntutan hukum," katanya.
Ketiga faktor itu, yakni, terdakwa tidak mendapat keuntungan, keuangan negara tidak dirugikan dan kepentingan umum terlayani dengan baik (dengan Sisminbakum). Jadi, kata dia, tidak benar pernyataan Amari seolah-olah Romli lepas dari tuntutan hukum karena alasan pembenar, tetapi "ada perbuatan yang merugikan keuangan negara" yang dilakukan Romli.
Ia menambahkan pertimbangan putusan kasasi MA lebih jauh menegaskan bahwa sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU No 20 Tahun 1997 tentang PNBP menegaskan bahwa menetapkan PNBP harus dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Karena uang akses fee Sisminbakum yang diterima Ditjen AHU belum ditetapkan dengan PP sebagai PNBP, maka pungutan uang tersebut tidak masuk keuangan negara.
"Dengan demikian tidak disetorkannya uang tersebut pada kas negara karena belum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagai PNBP, hingga tidak menimbulkan kerugian negara," katanya.
Maqdir juga mengatakan bahwa putusan kasasi MA juga menegaskan bahwa Sisminbakum adalah kebijakan pemerintah yang diputuskan dalam sidang kabinet dengan persetujuan Presiden, dan telah dilaporkan ke Bappenas. "Kebijakan Pemerintah itu ditindaklanjuti oleh Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar