Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Senin, 31 Januari 2011

Potret Negara Gagal Mengatasi Gizi



Oleh: Andi Perdana Gumilang
SETIAP tanggal 25 Januari Indonesia memperingati hari gizi nasional. Hari di mana seharusnya, tidak ada lagi warga di seluruh Indonesia yang kekurangan gizi karena orangtuanya tidak mampu memberikan asupan makanan yang layak.
Namun ironisnya ternyata masih ada balita maupun anak-anak yang menderita gizi buruk dan busung lapar karena kurangnya kepedulian pemerintah terhadap pelayanan kesehatan, kita pantas prihatin karena pasokan gizi yang diperoleh rakyat kecil masih sangat terbatas. Mereka mengalami penyakit akibat kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh tidak terpenuhi.
Contoh yang bisa jadi pelajaran adalah kasus yang dialami oleh Adita. Balita berusia 1 tahun 11 (23 bulan) bulan ini hanya bisa merangkak di lantai rumahnya. Dengan berat badan 6,9 kilogram putri pasangan Arip Budiman, 26, dan Sabrina, 32, divonis gizi buruk setelah kedua orang tuanya tidak mampu memberikan asupan makanan yang bergizi lantaran didera kemiskinan. Kondisinya diperparah dengan HIV/AIDS yang diderita. (poskota online, 25/1/2011)
Peristiwa yang dialami Adita membuktikan bahwa program pengentasan kemiskian dan bantuan mengatasi permasalahan gizi oleh pemerintah tidak menyentuh ke masyarakat.
Program yang dirancang ternyata hanya meyelesaikan warga miskin menengah saja. Lebih dari itu warga paling miskin yang pada umumnya tinggal di kolong jembatan, pemukiman kumuh serta yang ada di perkampungan illegal yang diduga terdapat warga yang kekurangan gizi ironisnya tidak diakui oleh pemerintah. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya penggusuran yang dilakukan pemerintah, mereka seolah diberangus dengan program penggusuran sehingga menimbulkan kemiskinan baru.
Hal ini seharusnya menjadi pengingat kita bahwa janji mewujudkan kesejahteraan rakyat yang selalu digemakan setiap rezim di negeri ini dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler ternyata pada faktanya berjalan semakin terjal bahkan janji tersebut hanya sekedar janji kosong yang tidak dirasakan oleh rakyat.
Hingga kini jumlah penduduk miskin masih sangat banyak. Menurut ukuran pemerintah jumlahnya sekitar 30 juta orang. Namun bila angka kemiskinan memakai ukuran Bank Dunia, jumlahnya menjadi tiga kali lebih besar, yaitu sekitar 100 juta jiwa. Di atas kertas, ekonomi memang tumbuh. Namun, pada faktanya, pertumbuhan tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan.
Kondisi negara ini sungguh memperihatinkan di tengah kian menjauhnya jalan menuju kesejahteraan, rakyat bawah yang jumlahnya mayoritas malah dihimpit beban yang semakin berat bahkan kini tengah terjadi krisis pangan, harga kebutuhan pokok meroket, daya beli rakyat menurun, ekonomi makin sulit serta adanya rencana pembatasan BBM bersubsidi menjadi rangkaian penambah beban berat masyarakat.
Seremonial
Hari gizi nasional yang diperingati setahun sekali pada 25 Januari 2011 nampaknya hanya sekadar seremonial belaka tanpa aksi nyata untuk menanggulangi masalah gizi buruk yang terjadi selama ini.
Hal ini terbukti ada sebanyak 4 juta anak Indonesia kurang gizi. Rakyat terpaksa berutang, mengurangi makan atau makan seadanya seperti nasi tiwul (yang telah mengakibatkan 6 orang meninggal) atau bunuh diri. Kejadian ini hendaklah menjadi catatan pemerintah untuk berbenah dan mengevaluasi pemimpin dan sistem yang diterapkan.
Karena itu, kini saatnya tak perlu alergi melirik sistem yang baik dan membuang sistem gagal. Sebagai gantinya adalah sistem yang bersumber dari Dzat Yang Maha Benar, dari yang Maha Tahu. Tak ada salahnya jika menghadirkan pemimpin yang baik, yang mau tunduk pada wahyu. Yang memimpin dengan penuh amanah yang mau peduli terhadap rakyat sehingga Indonesia menjadi lebih baik.
Penulis adalah alumni IPB dan Kontributor Redaksi Website LDK BKIM   
Keterangan: Derita gizi buruk menimpa Rafi, korban Tsunami/detikcom 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar