Biang keladi korupsi adalah kapitalisme serta sekutu sejarahnya yaitu kolonialisme (Klitgaard; 1998)
Indonesia menjadi negeri yang selalu dirundung masalah. Parahnya, kejahatan makelar kasus ini melibatkan seluruh institusi penegak hukum. Kita bisa bayangkan, mereka yang seharusnya menjadi penegak hukum, justru menjadi penghancur hukum itu sendiri. Yang dirugikan jelas rakyat, sampai-sampai di Indramayu ada keluarga miskin yang harus tinggal di kandang kambing setelah menjual seluruh hartanya gara-gara diperas oleh sang markus yang juga aparat negara.
Terbongkarnya kejahatan ini menunjukkan apa yang dibangga-banggakan pemerintah berkuasa selama ini tentang pemberantasan korupsi, manipulasi, sebagai program utama yang mereka jual dalam kampanye ternyata omong kosong. Memang ada yang dihukum, namun faktanya tetap saja praktik-praktik korupsi terus berjalan.
Menarik apa yang dikatakan oleh Klitgaard (1998) tentang penyebab mewabahnya korupsi, menurutnya biang keladi korupsi adalah kapitalisme serta sekutu sejarahnya yaitu kolonialisme. Korupsi tidak bisa dilepaskan dari keserakahan terhadap materi diakibatkan oleh implikasi dari ideologi kapitalisme yang sangat mengagungkan harta milik. Menghalalkan segala carapun dilakukan, apalagi baik dan buruk pun ditentukan oleh kesenangan materi (jasadiyah).
Kerakusan kapitalisme ini memang tidak ada batasnya, karena sumbernya adalah hawa nafsu. Maka tidak mengherankan kejahatan ini justru banyak melibatkan orang-orang yang sebenarnya sudah lebih dari cukup secara finansial. Pejabat-pejabat yang sebenarnya sudah memiliki gaji yang tinggi, tapi korupsinya paling tinggi juga. Fenomena orang kaya tapi selalu kekurangan pun menjamur.
Kerakusan kapitalisme ini tidak hanya menjadi ideologi orang per orang, tapi menjadi ideologi negara kapitalis, termasuk perusahan-perusahaan mereka yang melahirkan kolonialisme di masa dulu yang sebenarnya masih terjadi hingga saat ini. Dengan nafsu mencari keuntungan sebesar-besarnya, mendapat sumber energi, bahan mentah serta buruh yang murah, memperluas pasar dengan cara paksa, negara imperialis melakukan kolonialisasi: menjajah, merampok, membunuh, dan menindas.
Ada yang langsung mengirim pasukan militer, seperti Belanda, Spanyol, Inggris di masa kolonial dulu. Atau Amerika dan Inggris ketika menjajah Irak dan Afghanistan di masa sekarang. Ada pula penjajahan yang dilakukan lewat instrumen ekonomi kapitalisme seperti pasar bebas, investasi asing, privatisasi, dan utang luar negeri. Dan semua itu akan berhasil dengan sukses kalau ada para pengkhianat, para komprador yang menjadi kaki tangan asing di negeri jajahannya. Mereka inilah para kepala negara, elit politik , anggota parlemen, aparat keamanan, termasuk ilmuwan yang melacurkan diri mereka untuk kepentingan tuan besar Kapitalisme. Mereka berjibaku sekuat tenaga untuk mempermudah dan memperkokoh penjajahan asing.
Ciri khasnya mereka tunduk saja kepada intruksi tuan mereka termasuk memaksakan sistem kapitalisme yang merugikan rakyat, meloloskan undang-undang yang pro penjajah yang menjadi jalan perampokan. Para komprador dan pengkhianat inilah yang mendapat keuntungan besar meskipun dengan cara menindas rakyat dan membiarkan perampokan terjadi pada negara mereka. Mereka ini pula yang menjadi pelaku-pelaku utama korupsi dan manipulasi itu. Bagi negara-negara kapitalis, lebih menguntungkan memberikan ‘sedikit’ kesenangan kepada para agen dengan cari hadiah, korupsi, manipulasi, dan suap, namun mereka mendapat keuntungan yang jauh lebih besar karena bisa merampok kekayaan alam negara itu. Ciri khas lain dari para pengkhianat ini mereka akan berupaya untuk mencegah apapun yang mengganggu kepentingan tuan mereka dengan berbagai cara termasuk bertindak represif.
Kita bisa mengerti kalau perjuangan syariah Islam dan khilafah selalu dihambat oleh para komprador pengkhianat bahkan dengan cara tangan besi. Lewat kaki tangan imperialis, dibuatlah pencitraan negatif tentang syariah Islam dan khilafah, mereka membangun opini seakan-akan syariah Islam itu mengancam negara dan rakyat. Bagaimana mungkin hukum yang berasal dari Allah SWT yang memiliki sifat ar rahman dan ar rahiim mengancam negara dan merugikan rakyat?
Sebaliknya mereka memuji-muji sistem kapitalisme dan negara pengusungnya sebagai sistem yang terbaik. Ide-ide kapitalisme seperti demokrasi, neoliberal, pluralisme dijadikan seperti agama baru yang harus tunduk kepadanya secara mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Mata, pikiran dan hari mereka buta buta, melihat kenyataan bagaimana negara-negara kapitalisme telah menjajah, membunuh, memiskinkan dan merampok negeri-negeri Islam.
Mereka sangat mengerti penegakan syariah Islam dan khilafah akan membebaskan negeri-negeri Islam dari penjajahan. Umat Islam akan menjadi kuat karena bersatu di dunia di bawah naungan khilafah. Khilafah tidak akan membiarkan sejengkal tanah Muslim pun diduduki, apalagi dirampok dan rakyatnya dibunuh. Karena Khilafah akan menjadi al junnah (perisai) bagi rakyat dan negeri-negeri Islam.
Syariah Islam juga akan menghapuskan segala bentuk undang-undang, hukum, maupun kebijakan kapitalisme yang selama ini menjadi instrumen penjajahan. Syariah Islam akan melarang air, listrik, termasuk minyak, emas, batu bara, gas, diserahkan kepada asing atau diprivatisasi. Karena itu termasuk pemilikan umum (milkiyah ‘ammah) yang merupakan hak rakyat. Kerakusan kapitalisme untuk mengekploitasi pendidikan dan kesehatan atas nama privatisasi pun akan dihentikan, sebab berdasarkan syariah Islam, negara wajib menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat termasuk kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis.
Syariah Islam akan memberantas para koruptor. Salah satu pilihan hukumannya adalah hukuman mati. Tidak hanya itu, jalan-jalan menuju tumbuh suburnya korupsi akan ditutup seperti larangan suap menyuap, larangan memberikan hadiah kepada para pejabat, termasuk pembuktian terbalik di mana para pejabat harus membuktikan darimana uang yang diperoleh kalau dianggap tidak wajar. Pandangan hidup yang didasarkan kepada kebahagiaan yang didasarkan kepada ridla Allah SWT, akan menggantikan pandangan hidup materialistis yang menjadi sumber kerakusan. (Farid Wadjdi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar