Fachri Hamzah
Rabu, 11 Januari 2012 17:02 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Saling serang anggota partai koalisi yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) menimbulkan pertanyaan. Bagi Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Setgap tidak serius dan terkesan lebih seperti tempat main-main.
Contoh terkini adalah 'perang ikan', antara Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golkar. Dalam 'perang' tersebut, ketiga parpol saling serang dengan menggunakan istilah ikan salmon, piranha, dan ikan teri.
"Setgab seperti lembaga pemadam kebakaran. Begitu pemerintah panik, baru setgab sibuk memanggil partai. Kalau mau serius, setgab bentuknya harus diperbaiki," katanya di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (11/1).
Hal itu lantaran tidak ada aturan mengikat yang mengatur mengenai setgab. Pasalnya, setgab dibentuk hanya berdasarkan kontrak politik. Itu pun dianggap tidak ada lembaga yang menegakannya.
Menurutnya, kalau memang serius ingin mengefektifkan setgab, maka seharusnya dibuat undang-undang atau peraturan hukum yang mengikat. "Kalau mau serius, bikin undang-undang. Kalau mau mau, dimasukan dan disempurnakan di undang-undang pemilu. Untuk setgab, itu lembaga apa dan mengikat seperti apa," tambah anggota Komisi VI DPR RI tersebut.
Karenanya, ia yakin kalau setgab tidak akan dapat meredam suara yang mengkritik pemerintah maupun partai penguasa. Fachri pun menolak jika PKS dituduh bermuka dua. Dalam artian, masih menjadi anggota koalisi namun pada kenyataannya kerap bersikap kritis. Menurutnya, sikap itu sebagai bentuk kepedulian PKS sebagai partai yang sejak awal mengusung presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ini juga yang menurutnya menjadi alasan kenapa PKS tidak memutuskan untuk keluar dari setgab. Agar efektif, menurutnya, harus ada perbaikan komunikasi antar anggota setgab. "Sampai saat ini setgab itu tidak berani panggil dan undang saya. Kalau memang dipanggil, akan saya saya cuci otak semuanya. Saya cuci otak supaya kritis ke SBY," papar dia.
Contoh terkini adalah 'perang ikan', antara Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golkar. Dalam 'perang' tersebut, ketiga parpol saling serang dengan menggunakan istilah ikan salmon, piranha, dan ikan teri.
"Setgab seperti lembaga pemadam kebakaran. Begitu pemerintah panik, baru setgab sibuk memanggil partai. Kalau mau serius, setgab bentuknya harus diperbaiki," katanya di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (11/1).
Hal itu lantaran tidak ada aturan mengikat yang mengatur mengenai setgab. Pasalnya, setgab dibentuk hanya berdasarkan kontrak politik. Itu pun dianggap tidak ada lembaga yang menegakannya.
Menurutnya, kalau memang serius ingin mengefektifkan setgab, maka seharusnya dibuat undang-undang atau peraturan hukum yang mengikat. "Kalau mau serius, bikin undang-undang. Kalau mau mau, dimasukan dan disempurnakan di undang-undang pemilu. Untuk setgab, itu lembaga apa dan mengikat seperti apa," tambah anggota Komisi VI DPR RI tersebut.
Karenanya, ia yakin kalau setgab tidak akan dapat meredam suara yang mengkritik pemerintah maupun partai penguasa. Fachri pun menolak jika PKS dituduh bermuka dua. Dalam artian, masih menjadi anggota koalisi namun pada kenyataannya kerap bersikap kritis. Menurutnya, sikap itu sebagai bentuk kepedulian PKS sebagai partai yang sejak awal mengusung presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ini juga yang menurutnya menjadi alasan kenapa PKS tidak memutuskan untuk keluar dari setgab. Agar efektif, menurutnya, harus ada perbaikan komunikasi antar anggota setgab. "Sampai saat ini setgab itu tidak berani panggil dan undang saya. Kalau memang dipanggil, akan saya saya cuci otak semuanya. Saya cuci otak supaya kritis ke SBY," papar dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar