Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Rabu, 15 Februari 2012

GERAKAN EKONOMI ISLAM



Oleh: Muhsin MK.
[Ketua Dewan Da’wah Jawa Barat]


        Keadaan ummat Islam di Jawa Barat dewasa ini adalah cukup memprihatinkan. Tidak hanya masalah kemiskinan yang semakin bertambah. Sebab menurut data Badan Pusat Statistik [BPS] jumlah orang miskin di Jabar tahun 2011 bertambah. Dari 4.650.810 naik 2.180, menjadi 4.652.990 jiwa. Mayoritas orang miskin itu adalah ummat Islam.
      Berbagai bencana yang menimpa mereka juga meningkat, mulai dari Tsunami di Pangandaran, Tanah Longsor di Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan Garut, kebakaran di Pasar Cililin dan Cicalengka hingga banjir yang melanda beberapa daerah, karena hujan yang deras dan meluapkan sungai Citarum dan lain sebagainya. Korbannya mayoritas ummat Islam. Mereka bukan hanya kehilangan jiwa, melainkan juga harta benda, rumah, toko, kios dan tanamannya yang merupakan tempat melakukan aktifitas ekonominya pun hancur karenanya.

Mini market di Pedesaan
      Belum lagi serbuan aktifitas ekonomi kapitalis yang cenderung mencari keuntungan sebesar besarnya dengan modal sekecil kecilnya. Hal ini ditandai dengan merebak dan meluasnya mini market di daerah daerah kelurahan dan pedesaan Jawa Barat. Keberadaannya bukan hanya dapat meraup uang dari ummat Islam yang menjadi pembelinya, melainkan juga mematikan warung warung tradisional yang ada disekitarnya, yang umumnya milik ummat Islam.
     Apalagi mini market seperti alfamart, yomart, indomart, pemilik utamanya adalah orang orang non Muslim. Adapun cabang cabangnya yang berdiri di kelurahan dan pedesaan pedesaan memang ada yang dimiliki orang Islam, tapi keuntungan yang besar justru didapatkan oleh pemilik utamanya, yang mengirim barang ke mini market tersebut. Mereka hanya memperalat orang Islam dengan memberikan keuntungan yang sedikit, sementara keuintungan yang besar dan melimpah adalah mereka dapatkan.
     Namun yang lebih memprihatinkan, dalam keadaan seperti itu, sebagian besar ummat Islam cenderung menjadi konsumen, ketimbang produsen, apalagi sebagai pemilik modalnya. Produsen dan pemilik modal cenderung dikuasai oleh kalangan non Muslim. Dengan demikian secara ekonomi, ummat Islam masih terjajah oleh kepentingan ekonomi sistem kapitalis yang umumnya dikuasai oleh kalangan non Muslim.
     Melihat keadaan seperti ini mengindikasikan, betapa ummat Islam sesungguhnya tengah berada dalam penjajahan ekonomi, dan mereka tidak sadar dan juga tidak bisa melawannya. Bahkan, mereka cenderung dalam keadaan tak berdaya dalam mengahadapi derasnya penguasaan ekonomi kapitalis yang dikuasai kalangan non muslim tersebut. Sementara kalangan ummat Islam yang memiliki pemahaman yang luas tentang bahaya ekonomi kapitalis atau soal kapitalisme itu, cenderung hanya berkutat pada wacana, teori, kajian, diskusi, slogan, dan belum pada tataran praktek langsung dalam masyarakat guna memecahkan permasalahan ekonomi ummat Islam tersebut.
     Pada kalangan ummat Islam lainnya, yang juga dipandang memahami tentang masalah penjajahan ekonomi tersebut, justru disibukkan dengan perebutan kursi dan kekuasaan. Sesudah kursi dan kekuasaan berada digemgamannya, lalu mereka sibuk dan lebih mementingkan untuk mengembalikan modal kampanye, memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya, serta  membangun citra agar dipilih kembali dalam Pemilu dan Pemilukada selanjutnya. Program pembangunan ekonomi yang dijalankan pun belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi ummat Islam, apalagi meningkatkan kesejahteraannya.

Potensi ekonomi ummat
     Sesungguhnya potensi ummat Islam Jawa Barat dalam bidang ekonomi sungguh luar biasa. Penguasaan lahan pertanian dan perkebunan, mayoritas masih di tangan ummat Islam. Industri rumah tangga, kecil dan menengah masih digerakkan oleh ummat Islam di berbagai daerah, seperti kerajinan, makanan, kulit dan lainnya, namun mereka masih lemah dalam hal permodalan. Akibatnya mereka cenderung mencari modal kepada pemodal dan bank bank, termasuk bank konvensional yang cenderung kapitalistik, dengan menerapkan system bunga.
       Sumber Daya Manusia [SDM] ekonomi yang potensial cukup besar jumlahnya, tapi kebanyakan mereka menjadi buruh di pabrik pabrik yang relatif milik kalangan non Muslim yang berdiri di beberapa kabupaten, seperti Bekasi, Kerawang, Purwakarta, Bogor, Sukabumi, Cirebon, Indramayu, Bandung dan Bandung Barat.
       Pesantren pesantren yang bertebaran di Jawa Barat dapat dijadikan sebagai pusat penggerak ekonomi ummat di pedesaan, apalagi dengan didirikannya Koperasi Pesantren [Kopontren]. Namun dalam realitasnya Pesantren belum mampu maningkatkan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan ummat Islam disekitarnya, kecuali hanya untuk memenuhi kebutuhan pesantren. Meskipun demikian kita masih cukup optimis dengan peran pesantren dimasa yang akan datang, yang tetap diharapkan menjadi pusat penggerak dan pelaksana ekonomi Islam di pedesaan.
     Potensi yang bersifat perseorangan dan keluarga juga muncul di beberapa daerah dalam bisnis. Seperti bisnis keluarga Maksoem di Rancaengkek, Kabupaten Bandung dan sekitarnya. Usaha bisnisnya tidak hanya pom bensin tapi merambah kepada  yang lainnya, termasuk kegiatan pendidikan, kesehatan, pertokoan, Baitul Mal wa Tanwil [BMT] atau Bank Pekreditan Rakyat [BPR] dan Travel Perjalanan Haji.
       Namun demikian bisnisnya itu belum sepenuhnya dapat membantu peningkatan ekonomi dan kesejahteraan ummat Islam di wilayahnya,  sebab masih banyak mereka yang menjadi buruh di pabrik pabrik yang ada disekitarnya. Meskipun demikian, bisnis keluarga itu patut dihargai, karena sekurang kurangnya telah banyak membantu ummat Islam yang bekerja diperusahaan dan disemua aktifitas bisnisnya.  
     Di Kota Tasikmalaya muncul bisnisman muslim di bidang transportasi, seperti perusahaan bus Budiman dan Primajasa yang armadanya banyak menguasasi jalan jalan di Jawa Barat. Keluarga Primajasa di Tasikmalaya malah sudah mampu mendirikan Supermarket. Hanya diantara penguasa bus itu selain bersaing dalam bisnis juga berkompetisi dalam bidang politik, dalam perebutan jabatan Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya. Meskipun demikian mereka patut dihargai, sebab dari dua perusahaan bus itu telah mampu menyerap tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi penangguran dan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan karyawannya, yang mayoritas ummat Islam asal sunda.
     Demikian juga pengusaha Kerawang, H. Ade Swara yang kini menjadi Bupati setempat, yang diusung oleh Partai Bulan Bintang [PBB] berkolaisi dengan Partai Demokrat [PD]. Dia melalui bisnisnya, yang terkenal bisnis sarang burung walet, telah membantu meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan ummat Islam di daerahnya. Namun demikian diharapkan, dengan kedudukan dalam pemerintahan yang ada ditangannya itu dia dapat lebih besar dan leluasa lagi untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan ummat Islam di daerahnya secara lebih terprogram dan realistik.
       Termasuk pengusaha dari Kabupaten Bekasi, H. Yasin yang peduli pada anak yatim di daerahnya, dan H. Agus Salim pengusaha property, sedikit banyak telah membantu ummat Islam yang terlibat dalam bisnis dan menjadi karyawannya. Hanya saja keduanya disisbukkan dengam politik ptaktis, karena dalam Pemilukada Kabupaten Bekasi  mereka terpecah dalam dukung mendukung calon masing masing, terutama dalam menghadang incumbent [Bupati yang sedang menjabat] agar tidak terpilih kembali.

Solusi: Mini Market Islam
     Hanya saja para pengusaha muslim itu, apakah dalam menjalankan bisnisnya benar benar menerapkan system ekonomi Islam atau tidak, atau sama saja dengan bisnis yang dilakukan kalangan non muslim, dengan menggunakan system kapitalis. Sebab dalam kenyataannya, sekurang kurangnya  belum ada informasi konkrit, yakni adanya keperdulian dari para pengusaha di beberapa daerah Jawa Barat itu terhadap system ekonomi Islam. Apalagi keperduliannya dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan ummat Islam didaerahnya dengan melakukan bisnis yang Islami.
     Bagaimana solusinya? Nah, pada hari medio Januari 2012, Pengurus Pesantren Arafah, Mukapayung, Cililin, Bandung Barat kedatangan tiga orang tamu, yang tujuannya antara lain, menawarkan program bisnis syari’ah dalam bentuk Mini Market Islami.
     Program ini sudah dijalankannya di beberapa tempat, khususnya di Jawa Barat, antara lain Mini Markat Islami di Pesantren Persis Garut, dan Banjaran, Kabupaten Bandung. Program ini menjadi alternatif munculnya mini mini market di daerah daerah pedesaan. Mini Market Islam menerapkan system ekonomi yang mengikuti cara bisnis dan berdagangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya.
    Meskipun program Mini Market Islami yang merupakan sebuah perintisan di Jawa Barat yang belum berkembang luas dalam masyarakat, namun hal ini merupakan salah satu upaya dan solusi konkrit antara lain guna mengatasi masalah kemiskinan dan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan ummat di tatar Sunda ini. Oleh itu gagasan dan realisasi dari tumbuh dan berkembangannya program yang  berlandaskan system ekonomi Islam ini  perlu mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan ummat Islam.
        Hanya dengan kemandirian dan kesungguhan dalam menggerakkan ekonomi ummat Islam yang berbasis syari’ah inilah yang akan dapat memberikan keberkahan kepada ummat Islam yang merealisasikannya, sesuai firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. [QS. Al ‘Araag: 96].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar