Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Rabu, 15 Februari 2012

Wajibnya Membentuk Parpol Islam



Allah SWT berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ

"Dan hendaklah ada di antara kalian sekelompok umat yang mengajak kepada kebajikan dan menyeru kepada kemakrufan serta mencegah dari kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung". (QS. Ali Imran: 104)

Kaedah syara' yang digali dari seruan wajib Allah:
»ماَ لاَ يَتِمُّ الْواَجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ«

"Suatu kewajiban tidak akan menjadi sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu adalah wajib".

Dengan dalil ini Allah memfardhukan kepada kaum muslimin agar mereka bergabung dalam partai-partai politik yang mengemban dakwah Islam, dan bekerja demi kelangsungan kehidupan Islam. Allah SWT. dalam ayat ini telah menjelaskan metode yang semestinya dilakukan oleh kaum muslimin untuk mengemban dakwah kepada Islam, amar ma'ruf dan nahi mungkar. Hanya saja, di antara mereka harus ada jama'ah tertentu, atau kelompok yang mereka bergabung dengan kelompok tadi dengan asas tertentu yaitu dakwah kepada Islam, amar ma'ruf dan nahi mungkar. Asas ini, dalam persoalan-persoalan yang lebih rinci, lahir dari akidah Islam yang merupakan bagian dari ikatan yang mengikat mereka dalam kelompok tersebut.

Allah memerintah kaum muslimin agar membentuk kelompok yang melakukan tugas untuk mengemban dakwah kepada Islam serta amar ma'ruf dan nahi mungkar. Kata 'umat' pada ayat di atas, adalah bermakna untuk jama'ah yang tetap merupakan sebuah jama'ah. Tidak berarti jama'ah secara mutlak. Sebab manusia sudah merupakan jama'ah. Maka, pernyataan: Waltakun Minkum Ummatun tidak memiliki arti lain selain sebuah perintah bagi kaum muslimin agar mereka membentuk jama'ah yang melakukan tugas ini (dakwah kepada islam, amar ma'ruf dan nahi mungkar).

Kata 'umat' pada ayat tersebut lebih khusus dari jama'ah (umat Islam sebagai jama'ah). Ia merupakan jama'ah yang terbentuk dari individu-individu yang mereka memiliki ikatan yang menyatukan mereka, dimana dengan ikatan tersebut mereka menjadi sebuah kelompok yang bersatu dan sebagai satu kesatuan, dan mereka tetap seperti ini.

Pengertian inilah yang dipakai oleh Muhammad Abduh dalam tafsirnya, Al Manar. Beliau menyatakan dalam tafsirnya tentang ayat ini sebagai berikut: "Dan yang diseru dengan perintah ini adalah jama'ah orang-orang mukmin secara keseluruhan. Mereka adalah orang-orang yang terbebani kewajiban untuk memilih umat yang akan melakukan kewajiban ini. Di sini ada dua hal, salah satunya wajib bagi semua kaum muslimin. Yang kedua bagi umat (kelompok) yang mereka pilih untuk berdakwah. Makna ini tidak dapat difahami dengan tepat kecuali dengan memahami kata 'umat'. Makna 'umat' tersebut bukan jama'ah sebagaimana yang banyak dinyatakan orang. Bila tidak, niscaya kata tersebut tidak akan dipilih. Yang tepat, kata umat tersebut lebih khusus ketimbang jama'ah. Maka, umat ini merupakan jama'ah yang terbentuk dari individu-individu yang mereka memiliki hubungan yang dapat menyatukan mereka dan merupakan kesatuan yang menyatukan mereka sebagai anggota dalam sebuah bangunan manusia". Penyataan beliau sampai di sini.

Hanya saja ayat ini, dengan bentuk amar (yang menggunakan fi'il Mudhari' dengan lam amr): Waltakun Minkum Ummatun adalah perintah untuk sesuatu yang fardhu, maka itu merupakan qarinah, indikasi bahwa perintah tersebut adalah wajib. Sedangkan firman-Nya: Kuntum Ummatun atau jama'ah di antara kalian, padahal kaum muslimin semuanya merupakan satu jama'ah: Kuntum Khaira Ummatin. Ini menunjukkan, bahwa jama'ah dari jama'ah umat ini merupakan jama'ah tertentu. Kemudian adanya sifat jama'ah yang tertentu ini, dengan sifat: Yad'una Ilal Khairi membuktikan bahwa yang diperintahkan adalah berupa kelompok tertentu yang memiliki sifat khusus.

Ini membuktikan, bahwa Allah memerintah membentuk kelompok di tengah kaum mslimin yang mengajak kepada Islam dan memerintah pada kemakrufan serta mencegah dari kemungkaran. Karena itu, ayat ini merupakan dalil, bahwa adanya kelompok untuk mengemban dakwah Islam dan melangsungkan kembali kehidupan Islam, atau memerangi pemerintahan kufur dan kekuasaannya serta mewujudkan pemerintahan Islam dan kekuasaannya adalah fardhu bagi kaum muslimin. Sebab, dakwah kepada kebajikan adalah dakwah kepada Islam. Dalam tafsir Jalalain dinyatakan: "Yad'una Ilal Khairi (Islam)".

Juga karena pemerintahan dengan selain apa yang diturunkan Allah adalah kemungkaran yang jelas-jelas mungkar. Serta mewujudkan pemerintahan Islam adalah amar ma'ruf yang paling berat. Adanya kewajiban melakukan hal ini bagi semua kaum muslimin serta mewujudkan jama'ah di tengah-tengah mereka untuk melakukan tugas ini adalah dalil, bahwa Allah telah mengharuskan kepada kaum muslimin untuk mewujudkan partai politik yang mengemban dakwah Islam serta bekerja untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam. Ayat ini juga menjadi dalil kewajiban kaum muslimin berada dalam partai politik yang berdakwah kepada Islam serta beruapaya menghancurkan pemerintahan kufur dan mewujudukan pemerintahan Islam adalah fardhu sama persis seperti kewajiban sholat, tanpa sedikitpun ada perbedaan antara keduanya. Haram hukumnya bagi mereka untuk tidak berada dalam jama'ah, bila di sana belum ada jama'ah.

Hanya saja Allah mewajibkan mengemban dakwah Islam dengan firman-Nya:
وَاُوْحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ ِلأُنذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ

“Dan telah diwahyukan kepadaku Al Qur’an ini agar aku memberikan peringatan denganya serta orang yang sampai Al Qur’an kepadanya. ( Al An’am: 19)

Juga berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
»نَضَرَ اللهُ اَمْرَؤَا سَمِعَ مَقاَلَتِي فَوَعاَّهاَ فَأَداَّهاَ كَماَ سَمِعَهاَ«

“Allah SWT. menerangi wajah seseorang yang telah mendengarkan perkataanku, kemudian ia mengumpulkannya lalu menyampaikannya sebagaimana yang dia dengarkan”.

Juga mewajibkan untuk mengangkat khalifah kaum muslimin untuk menerapkan hukum-hukum syara’ dan mengemban dakwah ke penjuru dunia dengan sabdanya:

»وَمَنْ ماَتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ ماَتَ مِيْتَةً جاَهِلِيَّةً«


"Dan barangsiapa yang meninggal yang di atas pundaknya tidak terdapat bai'at, maka dia mati dengan mati jahiliyah".

Yaitu tidak khalifah baginya. Karena kefardhuannya adalah untuk mewujudkan bai'at di atas pundaknya, bukan fardhu membai'at itu sendiri secara riil.

Melaksanakan dua kewajiban tersebut, yaitu kewajiban mengemban dakwah serta mengangkat seorang khalifah yaitu melangsungkan kembali kehidupan Islam tidak mungkin diwujudkan seorang muslim melainkan berada dalam suatu kelompok yang bekerja untuk mewujudkan kedua kewajiban tersebut. Dari sini, seorang muslim juga awajib berada dalam partai politik yang mengemban dakwah Islam dan berupaya melangsungkan kembali kehidupan Islam. Karena kaidah syara' menyatakan:

»ماَ لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ واَجِبٌ«

"Sesuatu kewajiban tidak dapat sempurna kecuali dengan sesuatu yang lain maka sesuatu tadi menjadi wajib".

Adapun apa yang ditebarkan oleh orang kafir imperialis serta orang munafik atheis agar menjauhi partai-partai tersebut sebenarnya semata-mata lari dari kewajiban yang diwajibkan oleh Allah bagi kaum muslimin dalam Qur'an. Sehingga orang-orang yang saleh itu menjauhkan diri dari partai-partai tersebut, maka jelas mereka telah meninggalkan kewajiban yang diwajibkan oleh Allah SWT. kepada mereka. Kemudian partai-partai tersebut tetap dikuasai oleh orang-orang fasik dan orang-orang atheis serta kaki tangan orang-orang kafir imperialis.

Kemudian partai tersebut disebut dengan sebutan 'hizb' adalah masalah alami. Dan Allah menamakannya dengan sebutan tersebut dalam Qur'an, serta menyebut orang-orang yang menolongNya dengan sebutan 'hizb'. Allah berfirman dalam surat Al Maidah:

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمْ الْغَالِبُونَ


"Barangsiapa yang menolong Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman, maka sebenarnya 'haizbullah'-lah mereka yang menang". (QS al-Maidah [5]:56)

Dalam surat Al Mujadalah:

أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمْ الْمُفْلِحُونَ


"Merekalah kelompok (hizb) Allah, ingatlah kelompok Allah itulah yang menang".

Karena itu, secara syar'i kaum muslimin wajib berkelompok dalam partai-partai politik yang mengemban dakwah Islam dan bekerja untuk kelangsungan hidup Islam. Dan mereka diharamkan untuk tidak melakukannya sebagaimana haram hukum¬nya mereka meninggalkan sholat. [dikutip dari Kitab Hadits As Shiyam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar