Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Selasa, 07 Februari 2012

Perbedaan Ekonomi Islam dengan Kapitalis dan Komunis


Jakarta (SI ONLINE) - Ekonomi Islam sangatlah berbeda dengan ekonomi Kapitalis dan Komunis. Ekonomi Islam mengharamkan adanya praktek riba, sedangkan Kapitalis dan Komunis justru menghalalkannya.
Kepada Suara Islam Online, Presiden Konfederasi Serikat Nasional (KSN) yang merupakan gabungan dari serikat buruh nasional, Ir H Ahmad Daryoko  mengakui perekonomian yang dikelola dengan Sistem Syariah sangat berbeda dengan Kapitalis apalagi Komunis.
“Kalau ekonomi Kapitalis semua diserahkan kepada mekanisme pasar, sementara Komunis semuanya milik negara. Sedangkan dalam Islam cukup sektor strategis saja seperti air, energi dan tanah yang menjadi milik negara untuk digunakan bagi kemakmuran rakyat. Sedangkan diluar ketiga sektor strategi itu diserahkan ke pasar dan bisa menjadi milik perorangan,” ujar mantan Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) BUMN Strategis tersebut.
Namun sayangnya, kata Ahmad Daryoko, sampai sekarang penerapan ekonomi Islam belum pernah dicoba di Indonesia, sedangkan ekonomi Kapitalis dan Komunis sudah pernah dicoba tetapi akhirnya gagal semua. Pasalnya, kalau pemerintah Indonesia berusaha mencoba menerapkan sistim ekonomi Islam sehingga air, tanah dan energi menjadi milik negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat, maka Kapitalis dan Komunis pasti akan memusuhinya.
Mengenai negara mana yang konsisten menerapkan sistim ekonomi Islam sehingga dimusuhi Kapitalis dan Komunis, mantan Ketua Serikat Pekerja PLN itu menyebut Iran dan Malaysia. Pada kedua negara tersebut, ketiga sektor strategis itu menjadi milik negara bukan swasta apalagi swasta asing seperti yang terjadi di Indonesia. Bahkan di Iran harga Premium sangat rendah yakni Rp 1.000 per liter karena disubsidi negara.
Sektor energi seperti minyak di Indonesia dikuasai asing melalui UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas). Bahkan peran Pertamina dalam mengelola minyak dan gas terus dikurangi dengan dalih di tubuh Pertamina banyak koruptornya. Seharusnya koruptornya yang dibersihkan, bukan Pertaminanya yang dibabat habis. Ibarat ingin menangkap seekor tikus yang bersembunyi di lumbung padi, lumbung padinya malah  dibakar tetapi tikusnya tidak tertangkap.
“Sejak berlakunya UU Migas, produksi minyak Indonesia turun drastis dari 1,4 juta barrel perhari (bph) menjadi hanya 890.000 bph. Padahal cadangan minyak kita diperkirakan masih 3 miliar barrel (1 barrel = 159 liter),” ungkap Ahmad Daryoko. (*)
Rep: Abdul Halim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar