Penulis : Nurulia Juwita Sari
Senin, 02 April 2012 19:44 WIB
JAKARTA--MICOM: Panitia
Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) menyadari
bahwa pasal yang meloloskan partai politik yang menjadi peserta pemilu
dari proses verifikasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) rawan
diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun aturan itu tetap
dipertahankan.
"Kita harus yakin apakah punya cukup argumentasi kuat, sehingga partai di parlemen tidak perlu verifikasi. Sedangkan partai baru harus diverifikasi. Ini rawan diajukan judicial review ke MK," ujar Wakil Ketua Tim Perumus RUU Pemilu Taufiq Hidayat dalam Rapat Tim Perumus RUU Pemilu, Senin (2/4).
Bagaimanapun, kata dia, pasal ini diskriminatif. "Untuk mereka (partai baru) ini berat. Kalau secara logika ada argumentasinya, masih bisa kita pertahankan."
Aturan verifikasi itu termuat dalam pasal 8 ayat (1) yang menyebutkan, parpol peserta pemilu yang pada pemilu terakhir memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah nasional ditetapkan sebagai parpol peserta pemilu pada pemilu berikutnya.
Sedangkan pada ayat (2) ditentukan, untuk parpol yang baru mengikuti pemilu, bisa menjadi peserta pemilu setelah memenuhi sembilan persyaratan. Di antaranya, memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, memiliki kepengurusan di 75% kabupaten/kota di provinsi, dan memiliki anggota sekurang-kurangnya seribu orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan parpol yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP.
Anggota Pansus RUU Pemilu dari fraksi Hanura Akbar Faizal mengatakan, parpol yang berada di parlemen tidak lagi perlu diverifikasi, karena parpol di parlemen tentu terus melakukan konsolidasi.
"Memang pasal ini rawan di ujimateri. Saya tidak bilang ini previlige, tapi parpol yang eksis di parlemen pasti melakukan konsolidasi, tidak mungkin tidak memenuhi kriteria yang disebutkan," kata Akbar.
Menurut Akbar, yang perlu diatur justru ketika pembelian badan hukum partai, seperti yang dilakukan Partai Nasional Republik (Nasrep) dan Partai Serikat Rakyat Indonesia (SRI).
"Dengan pembelian badan hukum itu, seperti apa etikanya. Mumpung belum diundangkan, bisa kita bunyikan disini, etis atau tidak." (Wta/OL-9)
"Kita harus yakin apakah punya cukup argumentasi kuat, sehingga partai di parlemen tidak perlu verifikasi. Sedangkan partai baru harus diverifikasi. Ini rawan diajukan judicial review ke MK," ujar Wakil Ketua Tim Perumus RUU Pemilu Taufiq Hidayat dalam Rapat Tim Perumus RUU Pemilu, Senin (2/4).
Bagaimanapun, kata dia, pasal ini diskriminatif. "Untuk mereka (partai baru) ini berat. Kalau secara logika ada argumentasinya, masih bisa kita pertahankan."
Aturan verifikasi itu termuat dalam pasal 8 ayat (1) yang menyebutkan, parpol peserta pemilu yang pada pemilu terakhir memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah nasional ditetapkan sebagai parpol peserta pemilu pada pemilu berikutnya.
Sedangkan pada ayat (2) ditentukan, untuk parpol yang baru mengikuti pemilu, bisa menjadi peserta pemilu setelah memenuhi sembilan persyaratan. Di antaranya, memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, memiliki kepengurusan di 75% kabupaten/kota di provinsi, dan memiliki anggota sekurang-kurangnya seribu orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan parpol yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP.
Anggota Pansus RUU Pemilu dari fraksi Hanura Akbar Faizal mengatakan, parpol yang berada di parlemen tidak lagi perlu diverifikasi, karena parpol di parlemen tentu terus melakukan konsolidasi.
"Memang pasal ini rawan di ujimateri. Saya tidak bilang ini previlige, tapi parpol yang eksis di parlemen pasti melakukan konsolidasi, tidak mungkin tidak memenuhi kriteria yang disebutkan," kata Akbar.
Menurut Akbar, yang perlu diatur justru ketika pembelian badan hukum partai, seperti yang dilakukan Partai Nasional Republik (Nasrep) dan Partai Serikat Rakyat Indonesia (SRI).
"Dengan pembelian badan hukum itu, seperti apa etikanya. Mumpung belum diundangkan, bisa kita bunyikan disini, etis atau tidak." (Wta/OL-9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar