11 Apr 2012
Senayan - Meskipun mengusulkan agar ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) diberlakukan secara nasional, Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) masih memandang perlu untuk
diberlakukan pengecualian bagi partai politik peserta pemilu yang
mendapat suara terbesar di provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk
tetap memperoleh kursinya di DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota terkait.
Hal ini diungkapkan anggota Pansus RUU Pemilu Al Muzzammil Yusuf dalam rapat kerja antara Pansus RUU Pemilu dengan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin dan perwakilan Mendagri di Ruang KK II, Gedung Kura-kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4) malam.
"Pengecualian ini merupakan penggabungan dari argumen pengokohan NKRI dengan tetap menghormati aspirasi daerah yang berkembang," ujar Muzzammil Yusuf.
Karena itu, ia mengusulkan agar pasal 209 draf RUU Pemilu diubah dengan rumusan 'partai politik peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 208, tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di setiap daerah pemilihan, kecuali partai politik peserta pemilu yang mendapat suara terbesar di provinsi atau kabupaten/kota terkait'.
"Dengan demikian partai politik bersangkutan masih bisa disertakan di DPR provinsi, DPRD kabupaten/kota terkait," pungkas anggota DPR dari Dapil Lampung I ini.
Sebelumnya, dalam RDP dengan Pansus RUU Pemilu, Partai Damai Sejahtera (PDS) menolak penerapan parliamentary threshold secara nasional. Menurut Ketua Umum PDS Denny Tewu, penerapan PT secara nasional tidak sesuai dengan eksistensi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Di Pulau Jawa, jumlah penduduk sangat banyak, tetapi di Indonesia Timur jumlah penduduk sedikit. Akan tetapi, NKRI diikat dan disatukan dengan Bhinneka Tunggal Ika.
PT yang tinggi dan diberlakukan secara nasional, membuat hak politik di provinsi atau daerah tertentu diabaikan sehingga rakyat merasa tidak menjadi bagian dari NKRI dan akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik. "Penerapan PT secara nasional tidak memenuhi asas proporsionalitas dan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945," ujar Denny Tewu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar