Posted by K@barNet pada 12/08/2011
Kecurigaan publik ada rekayasa dalam kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu kian menemukan pembenaran.
Komisi Yudisial (KY) yang membuat ruang gelap kasus Antasari menjadi mulai menemukan titik terang. Lembaga pengawas para hakim itu memutuskan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara Antasari telah melanggar kode etik.
KY menilai tiga hakim itu, yakni Heri Swantoro, Prasetyo Ibnu Asmara, dan Nugroho Setiaji melanggar prinsip profesionalitas karena mengabaikan sejumlah barang bukti penting di pengadilan. Misalnya, perbedaan jenis senjata, jenis peluru, hingga bercak darah di pakaian yang hilang.
KY merekomendasikan agar tiga hakim itu dinonpalukan, yaitu tidak boleh memimpin sidang selama enam bulan. Sebuah keputusan yang amat patut diapresiasi, tetapi masih menyisakan pertanyaan besar soal efektivitas keputusan tersebut karena merupakan ranah Mahkamah Agung (MA).
Bos para hakim ialah MA, yang memiliki kewenangan memproses para hakim. Namun, justru di institusi itulah persoalan muncul. Dalam banyak perkara yang menyangkut hakim, MA cenderung melindungi korps. Sejumlah hakim yang dinyatakan bermasalah oleh KY hanya diganjar hukuman administratif.
Bahkan, ketika KY memutuskan bahwa tiga hakim kasus Antasari itu melanggar kode etik, pada saat yang sama, MA malah mempromosikan mereka. Dua hakim menjadi hakim di pengadilan tinggi, satu hakim menjadi hakim pengawas di MA.
Terkait dengan keputusan KY, MA pun sudah pasang kuda-kuda. Menurut juru bicara MA Hatta Ali, MA belum tentu membentuk Majelis Kehormatan Hakim untuk memeriksa ketiga hakim tersebut.
Karena itu, jalan menuju terkuaknya dugaan rekayasa dan pengadilan sesat terhadap Antasari Azhar masih panjang dan berliku. Selama tembok perlindungan hakim di MA masih sangat tebal, selama itu pula upaya mencari keadilan masih seperti menegakkan benang basah.
Keputusan KY itu mestinya bisa langsung dieksekusi. MA juga mestinya menjadikan rekomendasi KY itu sebagai bahan pertimbangan dalam menanggapi peninjauan kembali yang diajukan Antasari. Itu kalau kita serius mengakhiri ruang pengadilan dari kegelapan dan kesesatan. EDITORIAL MI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar