Minggu-minggu ini pemberitaan media nasional berfokus pada perseteruan antara institusi kepolisian (Polri) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan terakhir juga menyeret lembaga kejaksaan. Konflik cicak versus buaya telah menjadi perhatian publik dan menunjukkan betapa rapuh dan bobroknyanya sistem hukum yang berlaku di negeri ini. Terlebih oknum yang terlibat dalam semua persoalan negara ini.
Dalam pengadilan sekuler sekarang dikenal mafia peradilan, 'markus' alias makelar kasus yang bisa memperjual-belikan perkara, keputusan hakim sangat tergantung dengan besarnya uang yang bisa disediakan oleh tersangka. Istilahnya KUHP atau Kasih Uang Habis Perkara. Pengadilan dilakukan bertingkat-tingkat, pengadilan tingkat bawah, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung, dan keputusannya bisa berubah-ubah.
Jika kita berbicara tentang sistem hukum atau pengadilan di masa kejayaan Kekhilafahan Islam maka akan didapatkan keadilan benar-benar ditegakkan. Pengadilan tidak membedakan antara keluarga pejabat pemerintah (Khilafah) dan rakyat jelata, antara bangsawan dan rakyat biasa, antara si kaya dan si miskin, bahkan Amirul Mukminin (khalifah)-pun bisa kalah di pengadilan ketika berhadapan dengan rakyat yang dipimpinnya. Para Qadhi (hakim) lebih takut kepada Allah swt daripada kepada penguasa.
Dalam Islam hanya mengenal satu pengadilan, jika Qadhi (hakim) telah memutuskan perkara maka keputusan itu bersifat tetap dan tidak akan bisa diubah oleh pengadilan lain, bahkan oleh Khalifah sekalipun. Kecuali, ada bukti-bukti atau kesaksian baru yang berbeda dari sebelumnya.
Berikut sekelumit kisah para Qadhi dalam menghukumi beberapa kasus dipengadilan Islam, penuh kecerdasan, kebijaksanaan dan ketaqwaan kepada Allah swt.
SYURAIH BIN HARITS AL-KINDI
Syuraih dilahirkan di daerah Yaman, ia orang pertama yang masuk Islam disaat Islam mulai menjamah daerah Yaman. Ia berharap dapat bertemu Rasulullah saw dan menjadi sahabatnya, tetapi taqdir tidak mempertemukannya dengan Rasulullah saw.
Syuraih diangkat menjadi Qadhi dimasa pemerintahan (kekhilafahan) Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Thalib dan Mu’awiyah, beliau menjadi Qadhi di Kufah dan hampir selama 60 tahun menjabatnya. Qadhi Syuraih terkenal dengan kebijaksanaan, kelihaian dan ketegasannya.
Suatu hari Amirul Mukminin (Khalifah) Umar bin Khaththab membeli kuda dalam keadaan sehat dan baik, Umar menaiki kuda itu pulang. Tetapi tak berapa jauh kuda itu tidak bisa lagi berlari. Umar kemudian mengembalikan kuda itu kepada penjualnya, tetapi penjualnya menolak karena kudanya dijual dalam keadaan baik. Keduanya kemudian mengadu kepada Qadhi Syuraih.
Qadhi Syuraih bertanya kepada Umar: “Apakah anda membeli kuda ini dalam keadaan baik?”
Jawab Umar: “Benar”
Qadhi Syuraih: “Ambillah yang telah anda beli ya Amirul Mukminin, atau kembalikan kuda ini dalam keadaan seperti saat anda membelinya”
Suatu hari Khalifah Ali bin Thalib menemukan baju besinya ditangan seorang kafir dzimmi (orang kafir yang dilindungi oleh Khilafah Islamiyah, dalam riwayat lain kafir dzimmi ini seorang Yahudi), kemudian Ali meminta baju besi itu: “Ini adalah milikku yang jatuh dari ontaku pada malam anu dan ditempat anu”
Kafir dzimmi menjawab: “Ini adalah barangku dan berada ditanganku ya Amirul Mukminin”
Setelah tidak ada keputusan, mereka berdua menghadap Qadhi Syuraih. Ali dan kafir dzmmi menjelaskan permasalahannya, Qadhi Syuraih berkata kepada Ali: “Aku tidak meragukan kejujuranmu ya Amirul Mukminin, bahwa barang-barang ini milikmu. Tetapi harus ada dua orang saksi yang menyaksikan kebenaran tuduhanmu”
Jawab Ali: “Aku punya dua orang saksi, pembantuku Khanbar dan puteraku Hasan”
Qadhi Syuraih: “Tetapi kesaksian anak bagi ayahnya tidak berlaku, ya Amirul Mukminin”
Ali terperanjat: “Subhanallah, seorang ahli syurga (Hasan) ditolak kesaksiannya?. Apakah engkau tidak pernah mendengar Rasulullah saw berkata bahwa Hasan dan Husain adalah pemuka para pemuda ahli syurga?
Qadhi Syuraih: “Aku tahu, hanya saja kesaksian seorang anak atas ayahnya tidak diperkenankan”
Ali berkata kepada kafir dzimmi: “Ambillah barang itu karena aku tidak punya saksi lagi selain mereka”
Kafir dzimmi dengan takjub berkata: “Aku bersaksi bahwa barang itu milikmu ya Amirul Mukminin. Ya Allah, Amirul Mukminin menghadapkan aku kedepan Qadhinya dan Qadhinya memenangkan aku. Kuakui bahwa agama yang mengajarkan seperti ini adalah agama yang benar dan suci, Asyhadualla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah. Karena barang ini milikmu, maka kukembalikan kepadamu”
Jawab Ali: “Karena engkau kini seorang muslim, maka kuhadiahkan baju besi ini untukmu, juga kudaku ini”
Kafir dzimmi ini ikut memerangi kaum Khawarij hingga syahid. Subhanallah.
IYAS BIN MU’AWIYAH AL-MUZNI
Iyas lahir tahun 46 H didaerah Yamamah di Najad, kemudian tinggal di Basrah (Iraq). Ia diangkat sebagai Qadhi untuk daerah Basrah (Iraq), beliau dikenal kecerdasan, ketangkasan dan kelihaiannya dalam memutuskan perkara.
Iyas menjabat sebagai Qadhi dimasa pemerintahan (kekhilafahan) Umar bin Abdul Aziz, Umar bin Abdul Aziz kita kenal sebagai cicit Umar bin Khaththab dan dimasa pemerintahannya Islam mengalami kemakmuran luar biasa. Sangat sulit menemukan rakyat yang membutuhkan bantuan Baitul Mal (kas negara).
Suatu hari datang dua orang yang bersengketa kepada Qadhi Iyas, yang satu telah menitipkan harta kepada temannya tetapi temannya tidak mengakui telah menerima titipan harta itu.
Iyas bertanya: “Dimana engkau menitipkan harta itu?”
Pemilik harta menjawab: “Disuatu tempat bernama anu dan disana ada sebatang pohon besar, kami duduk dan makan bersama kemudian kuserahkan harta itu padanya”
Iyas berkata kepada pemilik harta: “Pergilah kesana, mungkin akan mengingatkan lokasi dimana engkau menaruh harta itu. Lalu kembali kemari dan lapor padaku”
Iyas berkata kepada sitertuduh: “Tunggulah disini sampai temanmu kembali”
Kemudian Iyas melanjutkan pekerjaannya, sambil terus memperhatikan sitertuduh. Setelah tertuduh agak tenang, dia berkata: “Apakah kira-kira temanmu telah sampai ditempat dia menitipkan hartanya kepadamu?”
Tanpa sadar sitertuduh menjawab: “Belum tempatnya sangat jauh”
Maka Iyas berkata: “Wahai musuh Allah, engkau hendak memungkiri harta itu sedangkan engkau tahu dimana engkau menerimanya!”
Karena kita ciptaan Allah swt, maka syari’at Allah swt jualah yang dapat memutuskan perkara secara adil dan bijaksana. Kita merindukan pengadilan dan hakim-hakim yang amanah dalam memutuskan perkara berdasarkan syari’at Islam dinegeri kita ini, sehingga rakyat merasakan keadilan Islam yang indah itu.
"Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (QS. An-Nisaa’[04[: 59). Wallahua’lam
Dalam pengadilan sekuler sekarang dikenal mafia peradilan, 'markus' alias makelar kasus yang bisa memperjual-belikan perkara, keputusan hakim sangat tergantung dengan besarnya uang yang bisa disediakan oleh tersangka. Istilahnya KUHP atau Kasih Uang Habis Perkara. Pengadilan dilakukan bertingkat-tingkat, pengadilan tingkat bawah, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung, dan keputusannya bisa berubah-ubah.
Jika kita berbicara tentang sistem hukum atau pengadilan di masa kejayaan Kekhilafahan Islam maka akan didapatkan keadilan benar-benar ditegakkan. Pengadilan tidak membedakan antara keluarga pejabat pemerintah (Khilafah) dan rakyat jelata, antara bangsawan dan rakyat biasa, antara si kaya dan si miskin, bahkan Amirul Mukminin (khalifah)-pun bisa kalah di pengadilan ketika berhadapan dengan rakyat yang dipimpinnya. Para Qadhi (hakim) lebih takut kepada Allah swt daripada kepada penguasa.
Dalam Islam hanya mengenal satu pengadilan, jika Qadhi (hakim) telah memutuskan perkara maka keputusan itu bersifat tetap dan tidak akan bisa diubah oleh pengadilan lain, bahkan oleh Khalifah sekalipun. Kecuali, ada bukti-bukti atau kesaksian baru yang berbeda dari sebelumnya.
Berikut sekelumit kisah para Qadhi dalam menghukumi beberapa kasus dipengadilan Islam, penuh kecerdasan, kebijaksanaan dan ketaqwaan kepada Allah swt.
SYURAIH BIN HARITS AL-KINDI
Syuraih dilahirkan di daerah Yaman, ia orang pertama yang masuk Islam disaat Islam mulai menjamah daerah Yaman. Ia berharap dapat bertemu Rasulullah saw dan menjadi sahabatnya, tetapi taqdir tidak mempertemukannya dengan Rasulullah saw.
Syuraih diangkat menjadi Qadhi dimasa pemerintahan (kekhilafahan) Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Thalib dan Mu’awiyah, beliau menjadi Qadhi di Kufah dan hampir selama 60 tahun menjabatnya. Qadhi Syuraih terkenal dengan kebijaksanaan, kelihaian dan ketegasannya.
Suatu hari Amirul Mukminin (Khalifah) Umar bin Khaththab membeli kuda dalam keadaan sehat dan baik, Umar menaiki kuda itu pulang. Tetapi tak berapa jauh kuda itu tidak bisa lagi berlari. Umar kemudian mengembalikan kuda itu kepada penjualnya, tetapi penjualnya menolak karena kudanya dijual dalam keadaan baik. Keduanya kemudian mengadu kepada Qadhi Syuraih.
Qadhi Syuraih bertanya kepada Umar: “Apakah anda membeli kuda ini dalam keadaan baik?”
Jawab Umar: “Benar”
Qadhi Syuraih: “Ambillah yang telah anda beli ya Amirul Mukminin, atau kembalikan kuda ini dalam keadaan seperti saat anda membelinya”
Suatu hari Khalifah Ali bin Thalib menemukan baju besinya ditangan seorang kafir dzimmi (orang kafir yang dilindungi oleh Khilafah Islamiyah, dalam riwayat lain kafir dzimmi ini seorang Yahudi), kemudian Ali meminta baju besi itu: “Ini adalah milikku yang jatuh dari ontaku pada malam anu dan ditempat anu”
Kafir dzimmi menjawab: “Ini adalah barangku dan berada ditanganku ya Amirul Mukminin”
Setelah tidak ada keputusan, mereka berdua menghadap Qadhi Syuraih. Ali dan kafir dzmmi menjelaskan permasalahannya, Qadhi Syuraih berkata kepada Ali: “Aku tidak meragukan kejujuranmu ya Amirul Mukminin, bahwa barang-barang ini milikmu. Tetapi harus ada dua orang saksi yang menyaksikan kebenaran tuduhanmu”
Jawab Ali: “Aku punya dua orang saksi, pembantuku Khanbar dan puteraku Hasan”
Qadhi Syuraih: “Tetapi kesaksian anak bagi ayahnya tidak berlaku, ya Amirul Mukminin”
Ali terperanjat: “Subhanallah, seorang ahli syurga (Hasan) ditolak kesaksiannya?. Apakah engkau tidak pernah mendengar Rasulullah saw berkata bahwa Hasan dan Husain adalah pemuka para pemuda ahli syurga?
Qadhi Syuraih: “Aku tahu, hanya saja kesaksian seorang anak atas ayahnya tidak diperkenankan”
Ali berkata kepada kafir dzimmi: “Ambillah barang itu karena aku tidak punya saksi lagi selain mereka”
Kafir dzimmi dengan takjub berkata: “Aku bersaksi bahwa barang itu milikmu ya Amirul Mukminin. Ya Allah, Amirul Mukminin menghadapkan aku kedepan Qadhinya dan Qadhinya memenangkan aku. Kuakui bahwa agama yang mengajarkan seperti ini adalah agama yang benar dan suci, Asyhadualla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah. Karena barang ini milikmu, maka kukembalikan kepadamu”
Jawab Ali: “Karena engkau kini seorang muslim, maka kuhadiahkan baju besi ini untukmu, juga kudaku ini”
Kafir dzimmi ini ikut memerangi kaum Khawarij hingga syahid. Subhanallah.
IYAS BIN MU’AWIYAH AL-MUZNI
Iyas lahir tahun 46 H didaerah Yamamah di Najad, kemudian tinggal di Basrah (Iraq). Ia diangkat sebagai Qadhi untuk daerah Basrah (Iraq), beliau dikenal kecerdasan, ketangkasan dan kelihaiannya dalam memutuskan perkara.
Iyas menjabat sebagai Qadhi dimasa pemerintahan (kekhilafahan) Umar bin Abdul Aziz, Umar bin Abdul Aziz kita kenal sebagai cicit Umar bin Khaththab dan dimasa pemerintahannya Islam mengalami kemakmuran luar biasa. Sangat sulit menemukan rakyat yang membutuhkan bantuan Baitul Mal (kas negara).
Suatu hari datang dua orang yang bersengketa kepada Qadhi Iyas, yang satu telah menitipkan harta kepada temannya tetapi temannya tidak mengakui telah menerima titipan harta itu.
Iyas bertanya: “Dimana engkau menitipkan harta itu?”
Pemilik harta menjawab: “Disuatu tempat bernama anu dan disana ada sebatang pohon besar, kami duduk dan makan bersama kemudian kuserahkan harta itu padanya”
Iyas berkata kepada pemilik harta: “Pergilah kesana, mungkin akan mengingatkan lokasi dimana engkau menaruh harta itu. Lalu kembali kemari dan lapor padaku”
Iyas berkata kepada sitertuduh: “Tunggulah disini sampai temanmu kembali”
Kemudian Iyas melanjutkan pekerjaannya, sambil terus memperhatikan sitertuduh. Setelah tertuduh agak tenang, dia berkata: “Apakah kira-kira temanmu telah sampai ditempat dia menitipkan hartanya kepadamu?”
Tanpa sadar sitertuduh menjawab: “Belum tempatnya sangat jauh”
Maka Iyas berkata: “Wahai musuh Allah, engkau hendak memungkiri harta itu sedangkan engkau tahu dimana engkau menerimanya!”
Karena kita ciptaan Allah swt, maka syari’at Allah swt jualah yang dapat memutuskan perkara secara adil dan bijaksana. Kita merindukan pengadilan dan hakim-hakim yang amanah dalam memutuskan perkara berdasarkan syari’at Islam dinegeri kita ini, sehingga rakyat merasakan keadilan Islam yang indah itu.
"Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (QS. An-Nisaa’[04[: 59). Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar