Oleh: BM Wibowo (Sekjen DPP Partai Bulan Bintang)
Kasus korupsi al-Quran menjelang datangnya bulan Ramadhan ini sungguh menyedihkan dan memalukan. Korupsi dalam pencetakannya sudah membuat masyarakat geram, tetapi penyaluran hasil cetaknya lebih tak masuk akal, karena anggota DPR ramai-ramai menggunakan al-Quran bermasalah itu untuk kepentingannya sendiri dalam ‘merawat’ konstituen. Masing2 mendapatkan 17 dus berisi @ 28 eksemplar, gratis begitu saja (setidaknya yang diketahui dari penyampaian hingga tulisan ini dimuat adalah anggota Komisi VIII DPR).
Apakah ini bukan jenis korupsi? Anggota DPR dapat membagikan jatahnya kepada siapa saja, dan tentu dapat menambahkan pesan masing-masing sesuai kepentingannya. Logikanya, tidak akan ada laporan tertulis apalagi dengan bukti tanda terima dari penerima. Lalu bagaimana proyek al-Quran ini dipertanggungjawabkan? Dan untuk apa sebenarnya al-Quran ini diadakan?
Program yang awalnya bertujuan mulia ini justru menjadi coreng-moreng akibat mental para penyelanggara negara yang rusak. Bila akibat ulah mereka lantas citra umat Islam, lembaga penerima, dan sekolah-sekolah ikut jatuh, maka kita sungguh tidak rela. Apalagi bila akhirnya harus dilakukan moratorium atau penghentian sementara pengadaan kitab suci oleh negara. Bagaimanapun program ini tetap diperlukan, hanya perlu dicegah dari penyelewengan.
Arab Saudi pun memiliki program pengadaan al-Quran, bahkan untuk seluruh dunia, termasuk yg dilengkapi dengan terjemah bahasa negara penerima seperti Indonesia. Tentunya kiat tak boleh kalah.
Tetapi menjadikan proyek al-Quran sebagai bancakan benar-benar keterlaluan dan layak mendapat kutukan dari publik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar