Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Jumat, 06 Juli 2012

Ijtima Ulama MUI Perbolehkan Demonstrasi untuk Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan tidak Anarkis



KH Abdusshomad Buchori
TASIKMALAYA (salam-online.com): Ijtima Ulama di pesantren Cipasung menilai aktivitas demonstrasi atau unjuk rasa mendapat ketentuan hukum Mubah atau diperbolehkan di dalam Islam.
Hal ini diungkapkan Ketua Komisi Masail Asasiyah Wathaniyah, KH Abdusshomad Buchori dalam sidang pleno yang dilakukan pada Ahad malam (1/7/2012).
“Jika aksi demonstrasi diniatkan ikhlas karena Allah SWT, bertujuan untuk al-amr bi al-ma’rûf wa al-nahy ‘an al-munkar, dijadikan sarana perjuangan (jihad) untuk melakukan perubahan menuju suatu sistem nilai yang lebih baik berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah, maka hal itu bernilai positif, sehingga hukumnya boleh (mubah),” kata Ketua MUI Jawa Timur itu membacakan keputusan di Ponpes Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, Ahad (1/7).
Menurut Kiai Buchori, demonstrasi hukumnya bisa berkembang menjadi sunnah atau wajib. “Tergantung padaqarinah (situasi dan kondisi)nya,”  ujarnya.
Sebaliknya, demonstrasi juga dapat menjadi haram jika terjadi tindakan brutal, anarkis dan tindakan yang mengancam keselamatan jiwa manusia, harta dan merusak fasilitas umum.
“Jika demonstrasi berubah menjadi perbuatan brutal, anarkis dan tindak kekerasan yang mengancam keselamatan jiwa manusia, harta, dan merusak fasilitas umum, maka dilarang oleh syariat Islam,” tambahnya.
Demo FUI Tolak Maksiat
Karena itu MUI memfatwakan bahwa demonstrasi harus dilakukan dengan cara-cara yang santun dan tertib, sesuai dengan nilai-nilai akhlakul karimah.
Fatwa MUI tersebut berpijak pada dasar-dasar Al-Qur’an dan Hadits. Selain itu MUI juga merujuk pada pendapat Ketua Persatuan Ulama Sedunia, Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi dalam mengambil keputusan mengenai demonstasi.
“Adalah menjadi hak umat Islam–sebagimana umat manusia lainnya–melakukan demonstrasi untuk mengungkapkan tuntatan dan menyampaikan kebutuhan mereka kepada pihak pemerintah dan pembuat keputusan dengan suara yang didengar dan tidak mungkin tidak diketahui. Sesungguhnya suara satu orang, terkadang tidak diperhatikan. Berbeda dengan suara para demonstran dalam jumlah besar, apalagi jika di antara mereka terdapat para tokoh yang mempunyai kedudukan penting dan pengaruh yang kuat di tengah-tengah masyarakat, maka pasti suara diperhatikan. Karena tuntutan yang disampaikan secara bersama lebih kuat dibanding apabila dilakukan sendirian,” (Majmu’ al-Fatawa, Al-Qaradhawi).
Dalam sidang Komisi Asasiyah Wathaniyah poin yang dihilangkan untuk menjadi bagian dari fatwa adalah ‘demonstrasi tidak menyebabkan kemacetan’. (arrahmah.com/salam-online.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar