Jakarta
Pelaku politik disebut politisi. Profesi ini banyak macamnya, hanya
saja, politisi pragmatis yang mampu menembus parlemen. Sementara yang
lain, tidak.
Pola pragmatis cocok dianut oleh bangsa yang belum merdeka. Pola ini muncul karena adanya kesamaan ide dasar "yang masih melangit". Dengan adanya kesamaan tersebut maka menjadi mudah untuk mengumpulkan massa. Kesamaan tersebut bisa karena faktor agama, suku, atau pun yang entah apalagi.
Dalam era yang sudah merdeka, ide yang masih melangit "seharusnya" mulai membumi. Dengan begitu, ada kebermaknaan ide pada hidup dan kehidupan orang per-orang /kelompok /golongan masyarakat secara keseluruhan.
Sejalan dengan hal itu, suka atau tidak suka, sudah waktunya bagi para politisi pragmatis untuk berani melihat realita kehidupan di lapangan. Ide masih abstrak dan tidak memiliki wujud, sementara masyarakat telah mempunyai identitas yang jelas.
Untuk menjembatani kedua hal tersebut maka perlu ada keberanian untuk melakukan terobosan perubahan. Sebut saja: Jeda Politik.
Jeda Politik adalah penghentian segala aktivitas dan segala tetek bengek perpolitikan secara nasional. Semua berhenti di titik masing-masing untuk melihat jejak langkah kaki mereka 'yang masih berputar-putar mengelilingi simbol merdeka' (maaf).
Padahal, sudah lebih 64 tahun 'merdeka'. Itu berarti, selama Jeda Politik tidak ada hajat politik 'apapun namanya. Dalam konsep Tarian Raja Garuda, Jeda Politik memerlukan waktu 9 tahun.
Dalam kurun yang panjang tersebut, elit-elit politik emansipatif dipanggil. Mereka adalah elit riil yang ada pada setiap lahan kehidupan. Mereka lebih tahu apa yang dimau dan apa yang dubutuhkan oleh masyarakatnya.
Mereka besar karena memang sudah besar dari sananya. Di samping itu, dengan adanya ikatan batin di antara mereka akan meniadakan kesenjangan emosi.
Elit politik emansipatif adalah elit baru dalam peta perpolitikan nasional. Sungguhpun demikian, mereka adalah sembilan di antara sepuluh. Sementara politisi pragmatis hanya satu di antara sepuluh 'lihat Negeri Khayangan. Oleh karena itu, menafikan keberadaan mereka, jelas tidak adil. Dan, muaranya adalah runyam nasional!
Masalahnya, untuk mendapatkan Jeda Politik anak-anak nakal harus berani pulang ke rumah ibu, berani kembali ke UUD 1945 yang asli. Sesungguhnya, terlalu banyak persolan yang dapat diselesaikan dengan baik-baik di rumah Ibu Pertiwi tanpa harus 'berantem' terus.
Sugiarno S
Jl. Raya Petung No 51, Bangsalsari, Jember
sangnata@yahoo.co.id
081331550906
(wwn/wwn)
Pola pragmatis cocok dianut oleh bangsa yang belum merdeka. Pola ini muncul karena adanya kesamaan ide dasar "yang masih melangit". Dengan adanya kesamaan tersebut maka menjadi mudah untuk mengumpulkan massa. Kesamaan tersebut bisa karena faktor agama, suku, atau pun yang entah apalagi.
Dalam era yang sudah merdeka, ide yang masih melangit "seharusnya" mulai membumi. Dengan begitu, ada kebermaknaan ide pada hidup dan kehidupan orang per-orang /kelompok /golongan masyarakat secara keseluruhan.
Sejalan dengan hal itu, suka atau tidak suka, sudah waktunya bagi para politisi pragmatis untuk berani melihat realita kehidupan di lapangan. Ide masih abstrak dan tidak memiliki wujud, sementara masyarakat telah mempunyai identitas yang jelas.
Untuk menjembatani kedua hal tersebut maka perlu ada keberanian untuk melakukan terobosan perubahan. Sebut saja: Jeda Politik.
Jeda Politik adalah penghentian segala aktivitas dan segala tetek bengek perpolitikan secara nasional. Semua berhenti di titik masing-masing untuk melihat jejak langkah kaki mereka 'yang masih berputar-putar mengelilingi simbol merdeka' (maaf).
Padahal, sudah lebih 64 tahun 'merdeka'. Itu berarti, selama Jeda Politik tidak ada hajat politik 'apapun namanya. Dalam konsep Tarian Raja Garuda, Jeda Politik memerlukan waktu 9 tahun.
Dalam kurun yang panjang tersebut, elit-elit politik emansipatif dipanggil. Mereka adalah elit riil yang ada pada setiap lahan kehidupan. Mereka lebih tahu apa yang dimau dan apa yang dubutuhkan oleh masyarakatnya.
Mereka besar karena memang sudah besar dari sananya. Di samping itu, dengan adanya ikatan batin di antara mereka akan meniadakan kesenjangan emosi.
Elit politik emansipatif adalah elit baru dalam peta perpolitikan nasional. Sungguhpun demikian, mereka adalah sembilan di antara sepuluh. Sementara politisi pragmatis hanya satu di antara sepuluh 'lihat Negeri Khayangan. Oleh karena itu, menafikan keberadaan mereka, jelas tidak adil. Dan, muaranya adalah runyam nasional!
Masalahnya, untuk mendapatkan Jeda Politik anak-anak nakal harus berani pulang ke rumah ibu, berani kembali ke UUD 1945 yang asli. Sesungguhnya, terlalu banyak persolan yang dapat diselesaikan dengan baik-baik di rumah Ibu Pertiwi tanpa harus 'berantem' terus.
Sugiarno S
Jl. Raya Petung No 51, Bangsalsari, Jember
sangnata@yahoo.co.id
081331550906
(wwn/wwn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar