Senin, 11 Juni 2012
Hidayatullah.com--Jika
khilafah diterapkan, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
(APBN) Indonesia bisa surplus Rp451 triliun. Hal itu dikemukakan Ketua
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Dr Muhammad
Rahmat Kurnia MSi pada Konferensi Tokoh Ummat, Ahad (10/06/2012) di
Pekanbaru.
Perkiraan itu berbanding terbalik dengan APBN-Perubahan yang
dikeluarkan pemerintah dimana APBN 2012 mengalami defisit 190,1 triliun.
Selengkapnya ia menyajikan data penerimaan di APBN-P senilai RpRp. 1.358,2 triliun dengan sumber terbesar dari pajak Rp1.012 triliun (74.5%), sedangkan belanja negara Rp1.548,3 triliun.
Sementara itu, lanjutnya, dalam APBN Khilafah, prediksi penerimaan negara sebesar Rp. 1.999 triliun. Sedangkan belanja negara disamakan dengan APBN-P Rp. 1.548,3 triliun.
Ditambahkannya, perkiraan pendapatan APBN Khilafah berasal dari bagian kepemilikan umum yang seluruhnya dikuasai oleh negara seperti minyak
Selengkapnya ia menyajikan data penerimaan di APBN-P senilai RpRp. 1.358,2 triliun dengan sumber terbesar dari pajak Rp1.012 triliun (74.5%), sedangkan belanja negara Rp1.548,3 triliun.
Sementara itu, lanjutnya, dalam APBN Khilafah, prediksi penerimaan negara sebesar Rp. 1.999 triliun. Sedangkan belanja negara disamakan dengan APBN-P Rp. 1.548,3 triliun.
Ditambahkannya, perkiraan pendapatan APBN Khilafah berasal dari bagian kepemilikan umum yang seluruhnya dikuasai oleh negara seperti minyak
Rp 288,7 triliun, gas Rp331,1 triliun, batubara Rp236,5 triliun, emas dan mineral logam lainnya Rp70 triliun, BUMN kelautan Rp73 triliun dan hasil hutan Rp1.000 triliun.
Penerimaan APBN khilafah bisa lebih besar lagi jika semua elemen pendapatan dimasukkan seperti shadaqah, kharaj, fa'i dan lainnya sesuai ketentuan syara'.
'Jadi sistem khilafah lebih menyejahterakan (dibanding sistem kapitalis, red),'' ujarnya. Dalam Islam pengaturan penerimaan dan pengeluaran negara dikendali melalui Baitul Maal.
Konferensi bertema ''Khilafah Model Terbaik Negara yang Menyejahterakan'' itu turut pula menjadi pembicara Founder Dinar Coach International Samsul Arifin dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau Drs Abrar MSi, Ak.
Sementara Samsul Arifin menjelaskan bahwa sumberdaya alam strategis yang menjadi hajat hidup orang banyak adalah milik umum. Haram menyerahkannya pada swasta apalagi asing.
Menurutnya, negara hanya memiliki hak kelola bukan menguasai dan keuntungan pengelolaan SDA dikembalikan kepada pemiliknya yakni rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung. Ditambahkannya akuntabilitas pengelolaan SDA dalam Islam hanya akan terwujud secara sempurna jika diikuti penerapan Islam secara totalitas dalam bingkai khilafah Islam. Ia mengemukakan pemilik sejati harta yang ada di alam ini adalah Allah SWT, sedangkan manusia memiliki hak kepemilikan atas ijin dari Allah SWT untuk dikelola sesuai dengan ketentuan syariat Allah.
Sementara itu Abrar melalui makalahnya bertajuk Kesalahan Model Kapitalisme dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Energi memaparkan sistem kapitalis menyebabkan penguasaan SDA di Indonesia dikuasai oleh swasta. Ia menyebutkan 88,8% pertambangan migas dikuasai asing, emas dan tembaga dikuasai PT. Freeport dan PT. Newmont. Sementara batu bara dan pengusahaan hasil hutan hampir semua dikuasai swasta asing dan nasional.
Dari penguasaan itu, pemerintah hanya mendapat royalti dari emas dan tambang sebesar 3,75 persen, batu bara 13,5 persen. Sudahlah mendapat royalti kecil, cost recovery yang mesti ditanggung pemerintah mencapai Rp345,9 triliun. Abrar menegaskan, dampak dari itu adalah minimnya pendapatan pemerintah dari SDA.
"Dalam APBN 2012 hampir 80 persen pengeluaran negar dibiayai dengan pajak yang jelas-jelas akan menambah beban rakyat,'' ujarnya.
Penyajian tiga pembicara itu bermuara pada kesimpulan yang sama, untuk mengubahkan keadaan tersebut maka hendaknya kembali kepada sistem Islam. Hal itu pula yang disampaikan Kordinator Wilayah Sumatera DPP HTI Dede Tisna K Saputra dalam pidato politiknya di akhir konferensi dengan mengatakan, ''Mengenai bobroknya sistem kapitalisme yang diterapkan, bagi kaum muslimin tidak sulit untuk mencari penggantinya, karena pengganti yang menjadi solusi itu tidak jauh, bahkan amat dekat, yaitu Islam,'' ungkap Dede.
Senada dengan itu, budayawan Riau UU Hamidy yang dijemput memberi testimoni menyebutkan dalam budaya Melayu yang bersendikan syara', syara' bersendi kitabullah, pengelolaan sumberdaya alam diatur dengan sistem yang menguntungkan rakyat. Ia mencontohkan, dulu masyarakat adat bisa memenuhi keperluan hidupnya dari alam.*/Idris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar