Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Selasa, 12 Juni 2012

Waspadai Infiltrasi Ideologi Liberalisme-Sekularisme dalam RUU ‘KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER’?


Oleh : DR. Fuad Amsyari (Ketua Badan Kehormatan Partai DPP PBB)

Setelah disibukkan dan heboh membahas masalah kenaikan BBM, kini DPRRI mulai membahas Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUUKKG). Tepatkah pembahasan RUU macam itu di tengah berbagai problema berat bangsa yang menumpuk dan berkepanjangan?
Coba diperhatikan permasalahan besar bangsa yang bertubi-tubi datang, sambung menyambung, berkait-kelindan, tidak kunjung selesai. Kasus bank Century belum juga beres walau sudah dilakukan interpelasi, masalah suap saat pemilihan Wagub BI  Miranda Gultom, Nazarudin dengan pembangunan Wisma Atlet Seagames, pengesahan oleh DPR terhadap RUU mengenai APBN yang berkaitan kebijakan kenaikan harga BBM dan UU Pemilu yang baru diketok namun sudah terancam di uji materikan, ketidak layakan keberadaan SBI yang dipertentangkan dengan UU Pendidikan, harga pembelian pesawat tempur Sukhoi yang selangit, dll, dll. Benarkah bahwa berbagai masalah berat bangsa yang menumpuk itu bertumpu pada adanya ketidak setaraan gender? Bukankah kerusakan bangsa ini lebih diakibatkan oleh kualitas akhlak bangsa yang rusak, termasuk kualitas banyak anggauta legislatif, eksekutif, dan yudikatifnya yang berujung pada tindak korupsi dan kecurangan berlarut-larut menghabiskan kekayaan negara dan memelaratkan rakyat? Bukankah kemelut bangsa ini lebih disebabkan karena produk undang-undang yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam Indonesia dalam berbagai bidang pembanguan yang banyak dikritik tidak memihak kepentingan rakyat, sehingga dengan mudahnya dieksploitasi asing melalui bantuan tangan-tangan kotor agen mereka di dalam negeri?  Mana itu kerusakan bangsa yang signifikan yang terkait dengan masalah kesetaraan dan keadilan gender, permasalahan pemenuhan keseimbangan hak perempuan dan hak laki-laki dalam pembangunan bangsa?
Penyusunan RUU dan pembahasannya perlu ada keterkaitan langsung dengan problema serius yang sedang dihadapi bangsa, dan harus disusun dengan alur pikir yang sehat rasional. Jangan sampai dalam upaya pembangunan bangsa sampai mengorbankan kepentingan rakyat hanya karena motif mempertahankan ideologi politik, apalagi jika ideologi itu bertentangan dengan tuntunan Allah SWT. Mari diwaspadai adakah dalam penyusunan dan pembahasan RUUKKG ini  tersembunyi skenario untuk mendiskreditkan ideologi Islam dan substansi syariat sosial agama Islam?
Coba dicermati mana masalah besar bangsa yang terkait dengan ‘ketimpangan’ gender itu? Apa masalah perempuan yang dicederai laki-laki dalam rumah tangga? Bukankah sudah ada aturannya terkait Kekerasan Rumah Tangga (jangan lupa ada juga  laki-laki yang dicederai isterinya). Apa tentang perempuan tidak mendapat pekerjaan? Bukankah sudah banyak perempuan keluar rumah meninggalkan anak-anaknya diurus orang lain hanya memburu gaji recehan dengan resiko dipermalukan dan dieksploitasi majikannya? Mana itu perlindungan memadai untuk TKW dan para pekerja perempuan di industri-industri raksasa nasional, baik dari sisi besarnya penggajian dan pelecehan kehormatannya? Bukankah masalah itu cukup diatasi dengan perbaikan undang-undang tentang ketenaga-kerjaan termasuk perlunya sanksi berat pada pengeloa tenaga kerja yang melanggar ketentuan dan hukuman menjerakan pada Pimpinan Perusahaan yang menyeleweng? Apa tentang jumlah perempuan  yang tidak banyak menduduki posisi di lembaga politik dan pemerintahan? Bukankah malah sudah ada ketentuan undang-undang bahwa 30% caleg dan pengurus Partai Politik harus dipegang perempuan? Aturan itu juga harus direvisi atau dikaji ulang oleh DPR dan Pemerintah karena ketentuan tersebut terasa ‘merugikan’ perempuan, layaknya kuota perlu lebih proporsional, di atas 50% (ingat jumlah perempuan di negeri ini lebih banyak dari laki-laki). Apakah dikira dengan 30% perempuan menjadi caleg dan ujungnya terpilih menjadi anggauta DPR/DPRD; dan 30% menjadi pengurus Partai Politik membuat bangsa mampu mengatasi kerusakannya? Pemikiran seperti itu sungguh tidak rasional, tidak masuk akal sehat. Kemelut bangsa hanya bisa diatasi oleh Pemimpin yang cerdas, berkomitmen tinggi pada kepentingan rakyat, memiliki ketaatan beragama yang kuat sehingga dia takut pada hukuman Allah SWT setelah matinya nanti, terlepas apakah dia perempuan atau laki-laki!
Mari direnung lebih jauh, untuk apalagi DPR menyibukkan diri sehingga memakan waktu, tenaga, dan menghabiskan uang negara untuk membahas UU Kesetaraan dan Keadilan Gender? Apa ada pesanan asing di dalamnya? Apa ada muatan ideologis tertentu untuk menafikan prinsip ketentuan syariat agama Islam? Jika memang ada itu maka RUU itu tidak layak dibahas.
Apakah masih dirasa ada yang kurang benar dalam pengelolaan bangsa-negara ini? Maka selesaikan saja sesuai dengan pembidangan pembangunan, tidak perlu membuat masalah baru dengan mengkaitkannya pada masalah gender. Ingat bahwa laki-laki memang berbeda dengan perempuan dari sisi harkat biologis dan sosialnya, yang justru dengan perbedaan itu akan terjadi saling mengisi, keterikatan, dan interaksi harmonis alamiah saling mendukung dan bekerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan keluarga, masyarakat, dan bangsa-negara yang berdampak terwujudnya kesejahteraan dalam keseluruhan lingkup kehidupan manusia. Allah SWT, Pencipta laki-laki dan perempuan, pasti lebih tahu dari manusia itu sendiri apa seharusnya peran/posisi  laik-laki dan perempauan yag benar dalam kehidupan di dunia fana ini. Jika manusia memaksakan diri (dengan berbagai kepentingannya) melawan ketentuan Allah SWT itu maka pasti akan berakibat rusaknya masyarakat dan bangsa-negara bersangkutan. Dari sisi agama Islam ketidak taatan atau penyangkalan akan adanya ketetapan Allah SWT terkait harkat laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dengan pengaturan interaksi antar ke duanya dariNya berarti yang bersangkutan terkena kriteria kafir atau sekuler dengan segala akibatnya dunia-akherat.
Terkait dengan aktifitas DPR yang diberitakan sedang membahas RUU  Kesetaraan dan Keadilan Gender ini saya banyak mendapat sms, antara lain sebagai berikut:
“Sekarang sedang dibahas RUU Gender, perempuan disamakan dengan laki-laki. Bagaimana pandangan almukarrom tentang hal ini?”
Jawaban saya:
“Jika DPR setuju maka jelas salah, menentang tuntunan Allah SWT. Pasti berdampak bangsa rusak. Siapa yang MENGAJUKAN RUU tersebut? Jika Pemerintah maka dia bertanggung jawab. Jika usulan DPR di acc Pemerintah maka keduanya bertanggung jawab. Di sinilah PERLUNYA DPR & PEMERINTAH YANG ISLAMI, SUPAYA TERHINDAR DARI KERJA-KERJA YANG TIDAK PERLU. Umat harus diarahkan supaya MEMILIH Pemimpin berorientasi Syariat dalam Pemilu.”
Ada seorang gurubesar yang kirim respon bahwa maksud kesetaraan itu tentu tidak  dalam arti menyamakan perempuan dengan laki-laki seperti ikut adu tinju, narik becak, supir truk, dan semacamnya, namun bagaimana perempuan bisa berprofesi menjadi dokter, politisi, dll. Terhadap sms itu saya menjelaskan padanya sebagai berikut:
“Jika urusan posisi politik maka perempuan sudah diatur oleh UU Politik, bahkan terasa mengenaskan karena hanya 30% kuotanya padahal jumlah perempuan lebih besar dari jumlah laki-laki. Tentang pengembangan profesi sudah diatur oleh UU Ketenaga-kerjaan, Pendidikan dll. Problema utama bangsa ini seperti Korupsi, SDA yang dikuras asing, akhlak rusak dst apa urusannya dengan persamaan gender? Cari kerjaan saja, kecuali ada agenda tersembunyi .”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar