Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Minggu, 12 Juni 2011

Agar Pembantaian Itu Sah



alt
Berdalih agar tak lagi melanggar HAM, dimajukanlah RUU Intelijen yang bermuatan pasal-pasal karet represif.Jum’at, 7 Agustus 2009, Air Setyawan dan Eko Sardjono masih tampak shalat Jum’at di Solo, Jawa Tengah. Beberapa orang masih melihat mereka di kota yang sama pada sekitar jam empat sore. Namun, tengah malam di hari itu juga, kedua pria tersebut sudah jadi mayat di Kompleks Puri Nusapala, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat. Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Wahyono, kedua tertuduh teroris yang sudah beberapa hari ngendon di sebuah rumah itu, sempat melawan dan melemparkan bom pipa ke arah petugas. Apa boleh buat, merekapun dihabisi.Tapi, menurut dokter forensik di RS Polri, Air tertembak di dekat hidung dan di kepala bagian atas. Sedang Eko mengalami luka tembak di belakang kepala dan kemudian tembus sampai ke wajah bagian depan. Fakta ini bertentangan dengan klaim polisi bahwa keduanya ditembak karena perlawanan.Lokasi penembakan terhadap keduanya juga sumir. Polisi bilang, mereka membawa mayat Air dan Eko dengan ambulans dari kompleks perumahan Puri Nusapala sekitar pukul 3 pagi. Padahal, beberapa wartawan yang sudah nongkrong sejak dini hari di TKP sama sekali tidak melihat adanya ambulans ataupun kendaraan lain yang lalu lalang pada jam itu untuk membawa mayat dimaksud.Tragedi penculikan dan pembantaian terhadap Air dan Eko, bukan satu-satunya jejak kekerasan aparat dalam drama teror.  Mantan Koordinator Kontras, mendiang Munir, pernah mengemukakan, sepanjang 2004 telah terjadi 20 kasus yang disebut inforce impolitery the spirit (pemaksaan dan penghilangan orang). Munir ketika itu memperingatkan, prosedur penangkapan ala koboi sangat rawan dengan pelanggaran HAM oleh aparat polisi. Polisi seperti mengantongi cek kosong berupa license to kill.Menurut Indonesia Police Watch (IPW), sejak 2000 hingga 2009, sudah 44 orang dibantai polisi dengan tuduhan teroris. IPW mendesak Polri untuk menghentikan aksi main tembak mati para tersangka terorisme hanya dengan alasan melawan polisi. Pada 24 Juni 2009, Amnesti Internasional merilis dokumen setebal 89 halaman berjudul Urusan Yang Tak Selesai: Pertanggungjawaban Kepolisian di Indonesia. Inti laporan dokumen ini adalah kepolisian Indonesia melakukan penyiksaan, pemerasan, dan kekerasan seksual terhadap tersangka. Amnesti bahkan menyebut perilaku buruk ini sebagai sebuah culture dalam pelanggaran hukum pada 2008 dan 2009. "Apa yang dilakukan oleh detasemen anti teror kepolisian selama ini tidak mencerminkan prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia," kata Komisioner Komnas HAM, Stanley Adi Prasetyo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR di Jakarta, Juni 2010.Berdalih agar tak lagi melanggar HAM, dimajukanlah RUU Intelijen. Yang ngotot memperjuangkan antara lain mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono. Tangannya basah kuyup oleh darah dan nyawa komunitas Warsidi di Talangsari, Lampung, yang disikat tentara pada 1989.Menurut Munarman, mantan Koordinator Kontras, RUU Intelijen itu substansinya tak jauh beda dengan RUU yang pernah dimajukan Badan Intelijen Negara tahun 2002 dan 2006. ‘’Cuma RUU yang sekarang disertai dengan kajian akademik termasuk Daftar Imventaris Masalah atau DIM,’’ terang Munarman.Dianggap represif, RUU Intelijen panen penolakan. Selain dari kalangan Ormas Islam, rancangan juga ditentang kelompok aktivis HAM dan demokrasi yang tergabung dalam Koalisi Advokasi RUU Intelijen. Berbagai organisasi pers nasional PWI, AJI, IJTI, menilai RUU tersebut bakal membungkam aktivitas insan pers.RUU Intelijen dituduh bermuatan pasal-pasal karet yang multi-tafsir, yang dikhawatirkan bakal menjadi alat otoritarianisme penguasa seperti d jalan Orde Baru. Selain itu, RUU Intelijen bertentangan dan tidak sinkron dengan Undang-Undang lainnya yang sudah ada seperti KUHAP, UU KIP, UU Terorisme, UU HAM, UU No. 10 Tahun 2004, dan bahkan UUD 45.Menurut Kontras, jika DPR menyetujui RUU Intelijen Negara, sama artinya DPR menyetujui pembentukan angkatan keempat setelah AD, AL, dan AU Tentara Nasional Indonesia (TNI).Menurut pakar linguistik Noam Chomsky, isu terorisme merupakan bagian dari newspeak alias wacana sepihak Amerika. Lihat saja, definisi terorisme menurut Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1378/2001 maupun Perppu No. 1 dan No. 2/2002 di Indonesia, tidak merumuskan dan memberi batasan-batasan jelas tentang pengertian "terorisme." Dari 44 organisasi di seluruh dunia yang didaftar US Depertement of State sebagai ‘’teroris’’, kebanyakan adalah kelompok Islam yang memusuhi Amerika dan Israel. Misalnya: HAMAS, Jihad Islam, Al-Aqsa Martyrs Brigade di Israel, kelompok Abu Sayyaf di Filipina, Islamic Movement of Uzbekistan (IMU) di Uzbekistan, Lashkar-e Tayyiba (LT)), Jaish-e-Mohammed (JEM), Harakat ul-Mujahidin di Pakistan dan Khasmir. Padahal, merujuk data FBI selama periode 1982-1992, ternyata operasi teror yang terjadi di Amerika Serikat dilakukan oleh orang atau golongan non-Muslim. Misalnya: 72 teror oleh orang Puerto Rico, 23 oleh kalangan kiri, 16 serangan oleh kelompok Yahudi, 12 serangan oleh orang-orang Cuba anti-Castro.Demikian pula, serangan bersenjata anti-Amerika di luar negeri umumnya di luar Dunia Islam. Misalnya, selama 1994 sebanyak 44 serangan terjadi di Amerika Latin, 5 kali di Asia, 5 kali di Eropa Barat, dan 4 kali di Afrika, serta 8 kali di Timur Tengah. Pengertian terorisme pun hanya terbatas pada orang atau organisasi saja, sehingga pemerintah zalim semacam Amerika dan Israel tak termasuk teroris. Padahal, menurut Amien Rais, kedua negara ini telah menjalankan terorisme negara (state-terrorisme). Pada 1833, militer Amerika menyerbu Nicaragua. Agresi menandai ekspansi militer AS ke  negara-negara sekitarnya. Sampai tahun 1898, Amerika menginvasi tak kurang dari 11 negara yaitu Nicaragua, Panama, Haiti, Guam, Puerto Rico, Mexico, Hawaii, Cuba, Uruguay, Chili, Colombia.Amerika juga memerangi negara-negara jauh di Asia seperti China, Vietnam, dan Jepang.Dan yang paling banyak diserbu Amerika dengan dalih terorisme adalah Dunia Islam (Arab, Timur Tengah, Afghanistan, Pakistan, Bosnia, Somalia, Dharfur, dll).Sehingga, seperti dikatakan Prof Richard Bulliet dari University of Columbia:  ‘’Orang-orang Amerika Serikat suatu ketika akan meyakini tanpa perlu bukti apapun bahwa ancaman teroris selalu datang dari kaum Muslim fanatik.’’? (nurbowo)BOX:Teroris Menurut Qur’anKamis (20/9/2001) malam, saat berpidato di depan Kongres AS, Presiden AS George W. Bush menyatakan: “Every nation in every region now has a decision to make: Either you are with us, or you are with the terrorist.  From this day forward, any nation that continues to harbor or support terrorism will be regarded by the United States as a hostile regime.” Menurut Prof Edward S Herman, guru besar ilmu keuangan di University of Pennsylvania, kata “terror” dalam arti leksikal didefinisikan sebagai “a mode of governing, or opposing government, by intimidation.” Adian Husaini, selaku anggota Komisi Kerukunan antar-Umat Beragama MUI Pusat, pernah menjelaskan, kata “teror”, dalam bahasa Arab disebut dengan “irhab”. Kamus Al Munawwir mendefinisikan rahiba – ruhbatan, waruhbanan, wa rahaban, wa ruhbanan – sebagai ‘khaafa” (takut). Sementara kata “al-irhab” diterjemahkan dengan “intimidasi, ancaman”. Dalam Al Quran ada kata “irhab” dapat ditemukan dalam surat Al Anfal ayat 60:  “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan  dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu), kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak  mengetahuinya….”  Dalam ayat ini digunakan kata “turhibuuna”.  Raghib Al Asfahani dalam Mufradaat u’jam Lialfaadhil Quran, memberkan penjelasan tentang kata “irhab”, dengan “makhafatun ma’a taharruzin wa idlthirabin” (ketakutan yang disertai dengan kehati-hatian dan kepanikan).Maka, menurut Adian, jika kata “irhab” dalam bahasa Arab modern digunakan sebagai pengganti kata “terror”, maka bisa disimpulkan, bahwa Allah memerintahkan agar kaum muslimin menjadi “teroris”, yakni menimbulkan rasa “takut” dan “gentar” pada musuh-musuh Allah dan musuh kaum muslimin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak (kaum munafik).  Jika “terorisme” diartikan sebagai “tindakan menggalang segenap kekuatan untuk menggetarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh umat Islam” sebagaimana disebutkan dalam QS Al Anfal ayat 60, maka tidak ada jalan lain bagi umat Islam sedunia, kecuali menjadi teroris.(nb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar