Posted by K@barNet pada 27/03/2011
JAKARTA – Proyek pembangunan gedung baru DPR RI yang akan mulai dibangun pada 22 Juni mendatang menelan biaya Rp 1,138 triliun. Sebagian besar dari total biaya itu diserap untuk pembuatan 560 ruangan anggota DPR yang akan menghabiskan biaya sekitar Rp 800 juta per ruangannya!
Kepala Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi DPR Sumirat mengatakan, satu ruangan anggota Dewan rata-rata luasnya mencapai 111,1 meter persegi. Berdasarkan analisis Kementerian Pekerjaan Umum, pembangunan fisik gedung publik dihargai Rp 7,2 juta per meter persegi. Angka ini naik dari perhitungan Sekretariat Jenderal sebelumnya yang hanya sekitar Rp 6 juta saja.
“Ini berdasarkan analisis PU jadinya Rp 7,2 juta,” katanya kepada wartawan, Jumat (25/3/2011) di Gedung DPR, Jakarta.
Dengan data demikian, rata-rata biaya yang akan dihabiskan untuk fisik satu ruang anggota DPR RI mencapai Rp 799,92 juta. Perlu diingat, harga ini hanya untuk fisik gedung. Belum termasuk mebel, aksesori, dan kelengkapan lain. Harganya tak jauh berbeda dengan harga satu apartemen di kawasan elite di Jakarta berikut isinya.
Satu ruangan ‘mewah’ ini akan diisi oleh satu orang anggota Dewan, berikut satu sekretaris pribadinya dan lima tenaga ahli. Sumirat menambahkan, gedung baru dengan 36 lantai plus basement ini akan dibangun satu sumbu dengan Gedung Nusantara 1 DPR dan tak akan dibangun di atas lahan lapangan sepakbola DPR RI yang kini tengah direnovasi.
Rencana pembangunan gedung baru DPR yang tergolong mewah ini menuai kontroversi sejak awal. Dana sebesar Rp 1,8 triliun yang dianggarkan menciut hingga sekitar Rp 1,2 triliun setelah tim pengkajian melakukan penghitungan ulang. Tak hanya mendapatkan kritik dari kalangan di luar Dewan, ada pula fraksi yang menolak rencana pembangunan gedung baru ini. Fraksi Partai Gerindra bahkan menegaskan, para anggotanya tak akan menempati gedung baru tersebut.
“Kalau gedung baru jadi, kalau boleh kita tidak akan menempati. Kan nanti tergantung Sekretariat Jendral,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani dalam keterangan pers di Gedung DPR RI, Jumat (11/3/2011).
Namun, para jurnalis menilai sikap Gerindra ini justru tidak menunjukkan konsistensi. Muzani pun meralat pernyataannya. Menurutnya, fraksi akan memerintahkan anggota untuk tidak sama sekali menempati gedung baru. “Okey, okey. Begini, Gerindra tidak akan menempati gedung baru,” tegasnya kemudian. KOMPAS
Gedung Baru DPR Diduga Bau Korupsi
Pembangunan gedung baru DPR didasarkan atas argumentasi yang sarat dengan kebohongan. Setidaknya terdapat 4 kebohongan yang dilakukan DPR;
Pertama,
(a). Kebohongan mengenai kondisi gedung yang miring. (b). Kebohongan mengenai persetujuan seluruh fraksi atas pembangunan gedung baru tersebut. Padahal fraksi Gerindra menolak usulan tersebut. (c). Kebohongan untuk peningkatan kinerja. Ini berbanding terbalik dengan kinerja DPR pada tahun sebelumnya yang sangat buruk baik pada fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Padahal berbagai fasilitas mewah telah diberikan kepada anggota DPR. (d). Kebohongan penyediaan fasilitas (kolam renang, dll) untuk karyawan DPR pada gedung yang baru. Padahal tidak pernah sekalipun ada keinginan dari karyawan DPR untuk penyediaan fasilitas tersebut.
Kedua, proses perencanaan pembangunan gedung DPR dilakukan secara tertutup oleh DPR. Akibatnya, publik tidak mengetahui adanya rencana pembangunan gedung tersebut. Padahal publik sebagai pemilik kedaulatan atas segala sumber daya yang ada termasuk anggaran berhak untuk tahu.
Ketiga, hingga akhir tahun 2010, dana yang telah dihabiskan untuk proses perencanaan mencapai angka Rp 14.5 Miliar (versi Setjen DPR). Dana ini digunakan untuk membiayai proses perencanaan dan manajemen konstruksi serta kajian ulang rencana induk, AMDAL dan audit struktur bangunan.
Dari segi regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, nilai proyek pengadaan barang/jasa yang bernilai diatas Rp 50 Juta harus dilakukan melalui tender terbuka (Keppres 80/2003). Keppres ini dijadikan dasar hukum karena proses perencanaan tersebut dilakukan sebelum terbitnya Perpres 54/2010 (pengganti Keppres 80/2003).
Dari segi regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, nilai proyek pengadaan barang/jasa yang bernilai diatas Rp 50 Juta harus dilakukan melalui tender terbuka (Keppres 80/2003). Keppres ini dijadikan dasar hukum karena proses perencanaan tersebut dilakukan sebelum terbitnya Perpres 54/2010 (pengganti Keppres 80/2003).
Keempat, hingga saat ini belum ada kejelasan apakah pengadaan jasa konsultasi yang menghabiskan anggaran hingga 14.5 Miliar tersebut dilakukan melalui tender terbuka atau tidak. Ketidakjelasan ini bisa mengarah kepada indikasi tindak pidana korupsi.
Kelima, dalam catatan KPK sendiri hingga akhir tahun 2010 mengungkapkan dari 196 kasus korupsi yang ditangani KPK, 86 kasus diantaranya merupakan kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah. Dari 86 kasus tersebut, praktek korupsi dilakukan dengan menggunakan modus penunjukan langsung dan mark-up.
Data ini memperkuat dugaan bahwa penyediaan jasa konsultasi gedung DPR yang dilakukan secara “diam-diam” dan tertutup bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dengan modus penunjukan langsung.
KPK hendaknya segera melakukan penyelidikan untuk mengungkap kecurigaan publik atas penyediaan jasa konsultasi gedung baru tersebut.
Keenam, ketidakjelasan nominal untuk biaya pembangunan gedung DPR mengundang kecurigaan adanya upaya untuk mengelabui publik. Nominal biaya yang dijelaskan hanya untuk bangunan fisik yakni Rp 1.138 Triliun. Sedangkan biaya furniture, IT, dan sistem keamanan tidak dijelaskan. Potensi kerugian keuangan negara akan sangat besar jika pembangunan gedung ini tetap dilanjutkan.
Ketuju, penolakan beberapa fraksi di DPR memberikan sinyal bahwa pembangunan gedung DPR layak dicurigai sebagai upaya untuk menggerogoti dana publik untuk kepentingan segelintir elit. Adapun fraksi yang menolak yaitu;
a. Fraksi Gerindra
b. Fraksi PDI-Perjuangan
c. Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN)
a. Fraksi Gerindra
b. Fraksi PDI-Perjuangan
c. Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN)
Oleh karena itu, kami atas nama masyarakat yang tergabung dalam Koalisi LSM Tolak Gedung DPR dengan ini menyatakan agar pembangunan gedung baru DPR segera DIHENTIKAN. Sekaligus meminta KPK untuk segera melakukan pemerikasaan terhadap alat kelengkpan DPR dan aktor aktor dilingkungan DPR yang diduga merekayasa dugaan legalisasi korupsi terkait pembangunan gedung DPR.
Ray Rangkuti – Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA)
Sebastian Salang – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
Jeirry Sumampauw – Komite Pemilih Indonesia (TePI)
Arif Nur Alam – Indonesia Budget Center (IBC)
Roy Salam – Indonesia Budget Center (IBC)
Heny Yulianto – Transparency International Indonesia (TII)
Reza Syawawi – Transparency International Indonesia (TII)
Sugeng Sarjadi Syndicate (SSS)
Ade Irawan – Indonesia Corruption Watch (ICW)
Sebastian Salang – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
Jeirry Sumampauw – Komite Pemilih Indonesia (TePI)
Arif Nur Alam – Indonesia Budget Center (IBC)
Roy Salam – Indonesia Budget Center (IBC)
Heny Yulianto – Transparency International Indonesia (TII)
Reza Syawawi – Transparency International Indonesia (TII)
Sugeng Sarjadi Syndicate (SSS)
Ade Irawan – Indonesia Corruption Watch (ICW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar