Reshuffle Kalah Gertak=
Setelah dua pekan mengguncang panggung perpolitikan, isu reshuffle akhirnya mentah setelah dibantah sendiri oleh Presiden SBY. Benarkah SBY tak berencana merombak susunan kabinetnya?
Isu reshuffle ternyata lebih mirip suara tokek. Jadi… Tidak… Jadi… Tidak… Setelah berbunyi beberapa kali, suara yang ditunggu-tunggu tak juga keluar. Sang tokek malah bungkam. Hal itu pula yang terjadi di panggung politik Indonesia dua pekan terakhir. Setelah elit politik dan pengamat riuh bersilang pendapat soal isu perombakan Kabinet di berbagai arena, belakangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah membantah rencana reshuffle itu.
Kepastian tentang tidak adanya perombakan kabinet itu terungkap pada Kamis, 10 Maret lalu, ketika SBY membuka rapat kabinet paripurna di kantor Kepresidenan, Jakarta. Saat itulah ia membantah tentang isu reshuffle yang selama berhari-hari menyemarakkan kehidupan politik dalam negeri. “Saya belum pernah, belum pernah mengatakan bahwa, ya bulan depan akan ada reshuffle, minggu ini akan ada reshuffle,” ujarnya di depan para menteri.
Selama sembilan hari sejak berpidato tentang rencana evaluasi koalisi pasca ribut-ribut pengajuan hak angket pajak di DPR, 1 Maret lalu, SBY mengaku sudah berusaha menahan diri untuk tidak merespon dan bereaksi terhadap isu reshuffle yang muncul menanggapi pidato itu. “Tapi dalam perkembangannya (isu reshuffle itu) sering menyentuh para menteri, yang menurut pendapat saya, kalau tidak saya jelaskan bisa mengganggu konsentrasi tugas kita, tugas saudara yang juga tiap hari terus dilakukan,” ujarnya.
Arah pembicaraan tentang reshuffle, menurut SBY, juga menjadi kurang logis. Dan, lagi-lagi SBY menerapkan jurus seolah-olah dirinya adalah victim, korban permainan elit politik, pengamat dan media yang getol menggoreng isu ini. “Seolah-olah saya dipaksa, diharuskan, didikte untuk segera melaksanakan reshuffle dan kemudian, apa yang saya dengarkan, mengapa lambat. Ini sesungguhnya ganjil karena reshuffle itu bukan tujuan,” ujarnya pula.
Perombakan kabinet, kata SBY, baru akan dilakukan jika ada alasan yang tepat, sebagaimana Kabinet Indonesia Bersatu I yang dirombaknya tiga kali. Karena itu, ia menyesalkan gencarnya pemberitaan tentang isu reshuffle. “Tentu tidak bisa setiap jam, setiap acara, tiap talkshow terus menodong agar Presiden melaksanakan reshuffle segera,” kata SBY. Apalagi kemudian beredar daftar menteri yang di-reshuffle. “Nama-nama yang beredar, nama-nama yang akan diganti, tidak berasal dari saya. Saya tidak tahu-menahu dari mana itu keluar,” ujarnya.
Berbagai Isu Reshuffle
Tentu saja penjelasan SBY tentang tidak adanya rencana merombak Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Bahkan beberapa tokoh partai menganggap pernyataan Presiden seperti sebuah lawakan yang tidak lucu. “Kukut-kukut… Ini cuma yah anu… semua sudah selesai,” kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani. Apalagi SBY juga menganggap dirinya hanya sebagai korban, yang dipaksa, didikte dan dikejar-kejar untuk segera mereshuffle kabinetnya.
Padahal, isu reshuffle bukanlah sesuatu yang tiba-tiba jatuh dari langit. Isu pergantian posisi menteri ini sudah mulai bergulir sejak September 2010. Awalnya, baru Menteri Perhubungan Laksamana Muda (Purn) Freddy Numberi yang diberitakan bakal dicopot SBY. Konon, semua gara-gara pengaduan Anni Numberi, istri Pak Menteri. Saat itu, Rakyat Merdeka Online edisi Rabu, 1 September 2010, memaparkan pengakuan Anni, bahwa suaminya memiliki hubungan kasih dengan seorang wartawati TVRI bernama Risty Rustarto. “Ini benar. Memang dia pacar Bapak,” katanya.
Anni Numberi bahkan sempat memergoki suaminya di Bandara Soekarno Hatta ketika akan berangkat ke luar negeri bersama perempuan itu. Malangnya, ketika itu Anni malah ditampar sang Laksamana Muda di depan orang banyak. Karena itu, istri yang malang itu segera mengadukan kelakuan dan perlakuan suaminya itu kepada Nyonya Kristiani Herrawati, isteri SBY.
Saat ditanya tentang pengakuan istrinya ke Rakyat Merdeka, awalnya Freddy mengaku tidak tahu. Dengan tegas ia membantah pernyataan istrinya. “Itu tidak benar,” ujarnya. Namun, menurut sebuah sumber Suara Islam di Istana, belakangan Freddy meminta maaf kepada SBY tentang skandal perselingkuhannya itu. “Dia mengaku rela dicopot, dan minta Didutabesarkan saja,” kata sumber itu.
Menteri lain yang disebut-sebut bakal dicopot adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Darwin Zahedi Saleh. Penyebabnya, lagi-lagi kasus perselingkuhan. “Kalau Darwin malah pacaran sama sekretarisnya sendiri,” kata seorang sumber dari Markas BIN di Pejaten Timur. Kinerja Darwin pun dinilai tak memuaskan. Misalnya, meski sudah dijadwalkan untuk bertemu dan menandatangani MoU dengan Menteri Energi Jepang, ia malah tak tampak batang hidungnya.
Karena itu suara tentang rencana reshuffle mulai berbunyi nyaring sejak November lalu. Bahkan, kata seorang sumber Suara Islam di PDI Perjuangan, saat itu lobby-lobby intensif sudah dilancarkan kubu SBY ke partai berlambang banteng gemuk itu, lewat Ketua MPR, Taufik Kiemas. Kursi empuk ditawarkan agar PDI Perjuangan tidak ‘ngrusuhi’ pemerintah. “Saat itu sudah ada nama-nama yang diplot untuk calon menteri,” ujarnya. Beberapa tokoh yang dipersiapkan antara lain Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo, Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, dan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani.
Tunggu punya tunggu, isu reshuffle yang sudah bertiup kencang tak juga menjadi kenyataan sampai pergantian tahun. Tapi bukannya mereda, spekulasi terus merebak. Menurut seorang Agen Utama di BIN, nama KSAD Jenderal George Toisutta sempat diusulkan untuk menggantikan Freddy di kursi Menteri Perhubungan. Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamin Karen Agustiawan disebut-sebut telah disorongkan untuk menggantikan posisi Darwin.
Selain dua menteri yang kesandung kasus WIL, muncul beberapa nama baru yang diisukan akan dicopot. Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring misalnya diisukan bakal diganti karena konon beberapa kali keseleo lidah, sementara komentarnya di sidang kabinet sering tidak tepat sasaran. Menteri Agama Suryadharma Ali dikabarkan akan dicopot karena terlalu lemah dalam menghadapi kelompok Islam garis keras, sementara Menteri Kesehatan Endang Sedyaningsih karena tidak perform dan menderita sakit parah.
Belakangan, koalisi retak ketika DPR membahas tentang usulan pengajuan hak angket untuk menyelidiki kasus-kasus pajak. Rencana pengajuan hak angket yang dimaksudkan untuk mengusut kembali para pejabat pajak pasca kasus Gayus Tambunan, pegawai golongan III A di Ditjen Pajak yang memiliki rekening puluhan milyar rupiah itu. Karena berasal dari usulan Demokrat, beberapa anggota partai koalisi dari Partai Golkar, dan PKS pun bergabung untuk mengusulkan angket pajak.
Namun ketika usulan angket pajak ini dibahas serius, Partai Demokrat malah menarik usulannya dan menjadi tidak setuju angket. Tampak jelas adanya pengarahan dari Istana kepada Partai Demokrat untuk menarik dukungan. Walhasil saat paripurna, kondisi masih sama kuat. Golkar, PDI Perjuangan, PKS dan Hanura mendukung pengajuan angket sementara Partai Demokrat, PKB, PPP, PAN dan Gerindra menolak usulan itu. Akhirnya ketika di-voting, Partai Demokrat menang dua suara.
Perbedaan sikap Golkar dan PKS dalam kasus angket pajak ini sempat membuat Partai Demokrat, para pembantu dan pendukung SBY geram. Mereka kemudian menuding kedua partai itu telah melanggar kesepakatan koalisi yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan partai pendukung SBY. Bahkan beberapa pengurus Demokrat menuding PDI Perjuangan dan PKS telah berupaya menjatuhkan SBY dengan memakai alat hak angket pajak itu.
Akhirnya, 1 Maret lalu, Presiden SBY buka suara soal kisruh di internal partai koalisi yang terjadi akhir-akhir ini. Dengan tegas ia mengungkapkan tentang evaluasi yang dilakukannya. “Saya menilai, ini dijustifikasi, atau dikonfirmasi oleh pandangan umum dari teman-teman di pemerintahan, bahwa ada sejumlah kesepakatan yang tidak ditaati, atau dilanggar oleh satu dua partai politik,” ujarnya.
Dalam pidato 10 menit itu, SBY juga menyinggung adanya satu-dua partai yang tak menaati aturan dalam koalisi. Ia meminta partai-partai yang tak mampu lagi mematuhi butir-butir koalisi agar memisahkan diri. Tidak jelas partai mana yang dimaksud, namun selama ini PKS dan Partai Golkar selalu dianggap membangkang dari koalisi. Pidato presiden itu tentu saja semakin menguatkan dugaan bahwa reshuffle kabinet akan terjadi. Menteri-menteri dari PKS dan Partai Golkar kemungkinan bakal digusur.
Dugaan bakal ada reshuffle semakin menguat ketika malam itu juga, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, bertemu Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufiq Kiemas di rumahnya di jalan Teuku Umar. Dalam pertemuan itu hadir Ketua DPP PDIP, Puan Maharani. Menurut seorang politisi PDIP, Hatta datang bertamu bukan hanya sekadar untuk minum kopi bersama Kiemas. “Dia datang diutus Presiden untuk menawari PDIP masuk kabinet,” kata anggota DPR itu.
Hatta buru-buru membantah spekulasi itu. “Saya hanya silaturrahmi biasa,” ujarnya saat dicegat wartawan. Tapi sayang kabar reshuffle kabinet terlanjur merebak. Apalagi, dua hari kemudian giliran Partai Gerindra ditawari Partai Demokrat untuk masuk dalam koalisi mendukung pemerintahan SBY. “Ada tawaran dari Demokrat,” kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Kali ini yang ditugasi SBY untuk melobby Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subiyanto adalah orang dekat SBY sendiri. “Yang menemui Mas Bowo waktu itu Pramono Edhi Wibowo,” kata Ketua DPP Partai Gerindra, Fadli Zon. Pramono adalah adik ipar SBY yang pernah menjadi anak buah Prabowo di Kopassus. Yang menarik, ia menjalankan fungsi politik untuk SBY saat masih bertugas sebagai Panglima Kostrad.
Petinggi Gerindra menanggapi serius tawaran itu. Prabowo langsung mengumpulkan pemimpin teras dan legislator Gerindra. Mereka memutuskan untuk mengajukan dua syarat, terkait pengelolaan BUMN dan pertanian. Sementara itu, PDI Perjuangan konon akan mendapat minimal tiga pos kementrian. Tapi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tetap menggeleng. “Kalau jadi menteri silakan, tapi harus mundur dari partai,” ujarnya sebagaimana ditirukan seorang pembantu dekatnya.
Suasana semakin menghangat ketika dalam beberapa pertemuan SBY hanya memanggil beberapa tokoh partai dari Demokrat, PKB, PAN dan PPP. Sementara itu, beberapa pembantu presiden seperti staf khusus presiden bidang politik Daniel Sparingga mengatakan bahwa Reshuffle akan dilakukan tak lama lagi. Partai Keadilan Sejahtera tampaknya mulai grogi ketika tak juga dipanggil ke Istana. “Kami menyarankan Pak SBY bertemu dengan Ustadz Hilmi,” kata Ketua Fraksi PKS Mahfudz Shiddiq. Tapi hingga minggu kemarin, SBY belum juga bertemu Ketua Dewan Syuro PKS itu.
Gertakan Ical
Sementara itu, Partai Golkar justru tampak percaya diri dan menunjukkan kematangan mereka dalam berpolitik. Mereka tampak tak gentar akan berbagai manuver Partai Demokrat maupun langkah SBY. Padahal, beberapa tokoh Partai Demokrat seperti Wakil Sekjen Saan Mustofa, Ketua Demokrat Ahmad Mubarok, Ketua Demokrat Ulil Abshar Abdalla gencar mengkritisi langkah Golkar dan menyatakan bahwa Partai Golkar sudah selayaknya digusur dari kabinet.
Saat memberikan sambutan pada pertemuan DPP Golkar dan DPD I Golkar se-Indonesia di Hotel Sultan, Jakarta (Selasa, 8/3), Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menegaskan bahwa jika gagasan Partai Golkar dianggap tidak memberi kenyamanan terhadap pemerintah, maka tidak ada keraguan bagi Golkar untuk berperan sebagai kekuatan politik penyeimbang. Menurut dia, bergabung dalam koalisi maupun bersikap oposisi, Golkar tetap akan menawarkan persahabatan.
Ical, panggilan akrab Aburizal, juga meminta elit politik tidak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, termasuk soal reshuffle. “Isu-isu sampingan yang tidak produktif, atau isu politik yang hanya sesaat. Jangan terlena pada panggung, pada personal glory yang sering membius bagai candu, bagai opium," kata Ical.
Lalu, ia menegaskan bahwa persoalan bangsa harus ditangani secara sungguh-sungguh dan tak boleh terganggu dengan isu politik. Karena itu ia mengingatkan bahwa Indonesia butuh pemimpin yang tegas, untuk mengatasi semua persoalan. “Kepemimpinan bukan untuk orang-orang yang berhati lemah dan mudah diombang-ambing. Tak susah untuk berkuasa tetapi tidak mudah untuk menjadi pemimpin,” kata Ical.
Hebatnya, dua jam setelah mengritik pedas kepemimpinan SBY, Ical datang ke Istana untuk menemui SBY. Dalam pertemuan itu, konon Ical menolak membahas tentang reshuffle, karena dianggap tidak produktif, karena hal itu adalah hak prerogative presiden. “Bang Ical lebih fokus membicarakan tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam koalisi,” kata Ketua DPP Golkar Indra Bambang Utoyo.
Rupanya dalam pertemuan itu SBY malah melunak. SBY lalu menyarankan agar Ical menegur beberapa orang anak buahnya. “Sebaiknya Bambang Susatyo ditertibkan,” kata SBY sebagaimana ditirukan seorang fungsionaris Golkar. Namun, Ical langsung menyambut dengan ucapan, “Sebaiknya Ruhut juga ditertibkan, Pak,” ujarnya dengan tegas. Ruhut adalah anggota fraksi Demokrat yang paling tengil dan rajin berkomentar ngawur.
Belakangan, SBY menjelaskan bahwa ribut-ribut tentang reshuffle sebenarnya kurang tepat. Ia mengaku semua itu hanyalah ulah beberapa orang fungsionaris Partai Demokrat saja. “Seperti ucapan Anas (Urbaningrum Ketua Umum Partai Demokrat) itu tidak usah didengarkan Pak, maklumlah, banyak politisi Demokrat yang masih hijau, Pak Ical,” kata SBY sebagaimana ditirukan orang dekat Ical. Ical konon hanya tersenyum mendengar pernjelasan SBY.
Maka, setelah bertemu presiden selama satu jam, Aburizal pun melenggang santai saat keluar dari Istana. Saat itu ia sudah mengetahui bahwa reshuffle tak jadi dilakukan, sementara masyarakat baru mengetahui bahwa isu reshuffle hanya pepesan kosong dua hari kemudian. Tampaknya, gertakan Ical jauh lebih manjur dari pada manuver anak-anak Demokrat yang masih bau kencur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar