JAKARTA--MICOM: Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah menyepakati modifikasi jumlah pendiri partai politik. Akta resmi cukup memuat lima puluh nama saja dengan kewajiban melampirkan 33 nama per provinsi sebagai wujud persebaran secara nasional. Jumlah total mencapai 1.124 orang. Angka ini melebihi usulan awal yang digagas oleh DPR maupun pemerintah.
"Pendiri parpol harus ditandatangani oleh lima puluh orang di tingkat pusat. Itu yang dimasukkan ke dalam akta pendirian partai. Kemudian, harus dilampirkan keterangan dukungan masing-masing minimal 33 orang di tiap provinsi. Itu agar aktenya eco friendly. Itu kewajiban," kata anggota Komisi II DPR RI dari FPKS Agus Poernomo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/12).
Kesepakatan yang dihasilkan pada rapat konsinyering Rabu (8/12) di Cikarang tersebut baru menelurkan satu kesepakatan. Poin-poin yang masih menjadi perdebatan di antaranya adalah syarat kepesertaan parpol dalam pemilu. Beberapa parpol masih berpegangan pada angka persebaran masing-masing.
Agus menerangkan, FPKS masih berpegang pada aturan 100% berada di tingkat provinsi, 75% berada di tingkat kabupaten/kota dan 50% berada di tingkat kecamatan. Sementara, FPG mengusulkan angka yang lebih tinggi, yakni 100% di tingkat provinsi, 80% di tingkat kabupaten/kota dan 60% berada di tingkat kecamatan.
"Soal jumlah dana dalam rekening itu tidak ada batas. Kalau syarat struktur itu disertakan, pasti akan perlu uang. Kalau ada struktur, pasti ada pendanaan. Sikap pemerintah moderat di struktur. Bagaimanapun, struktur itu belanja besar," imbuhnya.
Persoalan lain yang belum terpecahkan adalah pendetilan fungsi partai politik. Menurut dia, partai politik berperan menyelenggarakan pendidikan politik, baik bagi kader maupun bagi masyarakat umum. Perdebatan muncul di isu kurikulum pendidikan politik. FPKS menginginkan ada konsorsi dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut, tapi Golkar memiliki kurikulum tersendiri.
"FPG ingin memasukkan pelajaran empat pilar bangsa. Kalau saya menyarankan ada konsorsium pendidikan," tukasnya.
Terakhir, persoalan mediasi juga menjadi isu yang didiskusikan. Hal ini mengingat partai rentan konflik sehingga diperlukan manajemen konflik yang melembaga. Harus ada batas waktu tertentu untuk mengelola persoalan internal sebelum dibawa ke ranah pengadilan.
"Supaya ada mediasi. Itu untuk pelembagaan parpol. Kecuali, kalau dalam jangka waktu tertentu, sudah tidak bisa diselesaikan, baru lewat jalan pengadilan," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar