PEMILU 2014
Proporsional Campuran Menjadi Alternatif
JAKARTA, KOMPAS -- Karena banyaknya masalah yang terkait dengan sistem Pemilihan Umum 2009, muncul usul agar pada Pemilu 2014 digunakan sistem proporsional campuran(mix-member proportional system). Sistem ini berupaya memadukan kelebihan sistemproporsional dalam hal derajat keterwakilan dan sistem mayoritarian dalam hal akuntabilitas wakil rakyat terhadap konstituen.
Hal tersebut diusulkan oleh Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Centre for Electoral Reform/Centro) Hadar Gumay dalam kuliah umum tentang sistem pemilu di Jakarta, Kamis (5/5). Pembicara lainnya adalah peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) August Mellaz serta peneliti pemilu dari Universitas North Carolina Amerika Serikat Prof Andrew Reynolds dengan moderator Ketua Perludem Didik Supriyanto.
"Kenapa kita perlu berani menggeser sistem pemilu? Karena kalau kita melihat praktik Pemilu 2009, banyak sekali masalah. Terlalu rumit menghitungnya, unit yang dihitung pun terlalu banyak. Karena rumit menghitug, terjadi banyak sekali kesalahan. Pada Pemilu 2004 273 sengketa terkait hasil pemilu, Pemilu 2009 malah ada 700-an sengketa," tutur Hadar Gumay.
Daerah pemilihan pun banyak, calon anggota DPR pun banyak, yang akhirnya terjadi persaingan antarcalon. "Mereka bersaing dengan bermain uang; membayar pemilih, membayar penyelenggara untuk mengubah angkanya. Dengan hasil pemilu seperti ini, bagaimana akuntabilitas anggota DPR kita," kata Hadar Gumay.
Dengan menggunakan sistem proporsional campuran, diharapkan persoalan pemilu dapat diminimalkan. Dalam sistem ini, calon dinominasikan dalam dua jalur, yaitu jalur distrik (seperti sistem mayoritarian) dan jalur daftar (seperti sistem proporsional tertutup). Sistemproporsional campuran memiliki kelebihan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan minoritas, termasuk kelompok perempuan.
Andrew Reynolds, yang telah mengamati sistem pemilu di Afrika, Asia Tengah, dan Mongolia, menyarankan agar Indonesia merancang sistem pemilu yang cocok dengan sistem politik dan masyarakat Indonesia, tak perlu meniru negara lain. Sistem proporsional campuran, menurut Reynolds, memberikan alternatif baru. (LOK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar