Oleh: Amsal Ilindamon
Setiap hari kita menyaksikan terhadap
berbagai penyimpangan moral yang terjadi dikalangan pemerintahan, mulai dari
pejabat pusat sampai ke pemerintahan desa, kasus korupsi seolah-olah sebagai
gaya hidup yang menjadi membudaya, gaya hidup yang tidak beraturan, korupsi
berjamaah, penegakan hukum yang tidak adil, hal ini menjadi contoh kehancuran
moral dikalangan generasi muda kedepan. Dikalangan pejabat pemerintah, praktek
korupsi masih merupakan persoalan yang sangat mengerikan di Indonesia, masyarakat
umum pada akhirnya kehilangan keteladanan sehingga krisis moral semakin luas.
Dalam arana berpolitik, kerap kali kita
memperhatikan pola permainan halus yang ditampilkan oleh para pemain koruptor
untuk mengambil uang negara. Hal ini terlihat dari perilaku para koruptor yang
menampilkan aksinya untuk mengambil uang negara dengan triliunan rupiah, baik
secara langsung maupun secara tak langsung dengan menggunakan perantara, maupun
dengan menggunakan simbol-simbol kekuasaannya yang dimilikinya, hal ini
menunjukkan Efek yang sangat memalukan, dramastis, demonstratif, diluar logika
sehat serta tidak sesuai dengan etika moral dan nurani manusia. Seringkali
memunculkan suatu kesimpulan bahwa korupsi kotor dan kejam.
Politik korupsi seringkali muncul sebagai
reaksi daripada keinginan individu dan kelompok. Politik korupsi juga sering
muncul sebagai reaksi atas suatu keputusan final dalam rangka memutuskan
program dan cita-cita politik, yang mana bukan merupakan reaksi atas suatu
tindakan korupsi yang dialami para koruptor, yang mana hal ini umumnya
dilakukan oleh penguasa terhadap yang dikuasai. Sikap egoism yang ditampilkan oleh para koruptor ini pada
akhirnya kehilangan keteladanan sehingga krisis moral semakin meluas.
Ada dua motivasi dasar yang mendorong dan
merasang para koruptor melakukan tindak korupsi yaitu keuntungan dan
kehormatan. Dimana para koruptor memiliki napsu dan keinginan yang kuat untuk
meraih keuntungan dan kehormatan dalam setiap kesempatan. Bahakan semua cara
akan dilakukan untuk memuaskan napsunya itu seolah-olah etika moralitasnya
hancur.
Menurut hemat saya timbulnya niat untuk
korupsi ada tiga faktor, pertama kondisi manusia itu sendiri. Kondisi manusia
ini lebih ditujukan pada kondisi sosial dan psikologis yang merupakan keinginan
untuk melakukan tindak korupsi. Kondisi kedua itu muncul dari dalam diri
manusia itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan mental manusia itu sendiri.
Kondisi yang ketiga adalah kondisi politik yang tidak sehat itu, yakni mencakup
keuntungan, penghargaan atau penghormatan, perlakukan yang tidak pantas. Hal
ini ada kaitannya dengan perilaku manusia (para koruptor) dimana ruang politik
terbuka dan disana dia mendapat kesempatan untuk melakukan aksi korupsinya.
Seperti janji-janji politik untuk pemberantasan korupsi, namun hal ini tidak
pernah direalisasikan justeru yang terjadi adalah sebaliknya, hal ini terjadi
karena kekurangwaspadaan terhadap perubahan perilaku para calon pejabat oleh
publik, sehingga perubahan-perubahan perilaku yang tak dapat dipahami juga
muncul disana.
Akibat daripada itu muncul perasaan sikap
kecewa terhadap para pejabat publik dan terhadap suatu sistem pemerintahan yang
korup, dan pada akhirnya muncul rasa ketidak adilan dalam masyarakat. Akibat
dari tindakan korupsi itu memungkinkan ada aksi dan reaksi. Politik korupsi
muncul karena adanya sistem politik yang tidak sehat dalam mengelolah
pemerintahan. Dimana proses ini (aksi-reaksi) dapat terjadi baik dalam konteks
benda mati maupun hidup (termasuk manusia). Perbedaannya manusia dalam proses
ini, tergantung pada suatu pilihan/kehendak bebas untuk menggunakan hanya akal
atau akal budi pekerti.
Beragam aksi yang ditampilkan para koruptor
misalnya sikap penoalkan terhadap dirinya sebagai tersangka, hal ini
menunjukkan reaksi daripada si koruptor tersebut bahwa dirinya tidak bersalah,
selain itu juga reaksi lain yang ditampilkan adalah ketika dinyatakan oleh para
penegak hukum bahwa si oknum tersebut melakukan tindak korupsi, mala pura-pura
sakit, melarikan diri ke luar negeri, kasihan karena ada anak dan istri dan
banyak alasan yang dikemukakan oleh para koruptor.
Dari paparan ini terdapat dua poin, yakni aksi korupsi dan reaksi
korupsi, hal ini terjadi karena mental manusia. Manusia sebagai aktor dalam
politik korupsi. dimana aksi korusi dan reaksi korupsi ini terjadi karena
manusia memiliki kebebasan untuk memilih akan yang didukung sikap egoisme dan
dibatasi oleh budi pekerti (nurani serta norma-norma kemanusiaan (moral).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar