Kasus Bank Century kembali menyeruak ke permukaan.
Ini terkait dengan beredarnya surat kuasa pencairan Fasilitas Pinjaman
Jangka Pendek (FPJP) atau bailout Bank Century yang ditandatangani
Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono.
Tim Pengawas (DPR) pun langsung berancang-ancang memanggil tokoh yang kini menjabat sebagai wakil presiden. Mampukah dokumen yang konon selama ini dicari-cari para politisi Senayan itu mengurai benang kusut megaskandal tersebut? Akankah surat kuasa yang diberikan kepada Direktur Pengelolaan Moneter Eddy Sulaiman Yusuf, Kepala Biro Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter Sugeng, dan Kepala Biro Operasi Moneter Dody Budi Waluyo tersebut mampu menjerat aktor yang paling bertanggung jawab, termasuk Boediono?
Sejauh ini, kalangan Timwas Kasus Century menunjukkan optimismenya dokumen tersebut akan membuka tabir siapa yang bertanggung jawab, karena surat tersebut menguatkan dugaan mereka selama ini bahwa pencairan dana sebesar Rp6,7 triliun atas kuasa Boediono. Namun, dari pihak Boediono ternyata tenang-tenang saja. Seperti disampaikan Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat, surat tersebut adalah informasi lama dan tidak janggal karena surat diteken Boediono lantaran prosedurnya memang demikian.
Omongan siapa yang bisa dipercaya, memang susah disimpulkan. Keduanya, Timwas Kasus Century dan pihak Boediono, ibarat dua kutub yang berseberangan dan masing-masing mempunyai keyakinan dan argumentasi tentang kewajaran dan ketidakwajaran serta kebenaran dan ketidakbenaran terhadap kasus Century. Tetapi yang pasti, sekuat apa pun pro-kontra dan opini yang dimunculkan, kasus Century harus segera tuntas dengan hasil seobjektif mungkin .
Harus segera tuntas karena kasus tersebut sudah sangat menguras energi, bukan hanya mereka yang terlibat pertarungan politik, melainkan juga bangsa ini yang semestinya secara utuh menghadap dan melangkah ke depan untuk menghadapi berbagai tantangan. Betapa tidak, sejak rapat Dewan Gubernur BI menetapkan Bank Century sebagai bank gagal dan berdampak sistemik pada akhir November 2008, muncul sekian kegaduhan kekisruhan, terutama di Senayan.
Selama itu pula, ibarat bola bekel, kasus Century telah menyambar ke sana kemari. Bahkan, hawa panas yang ditimbulkan bukan hanya telah menjadikan Deputi Gubernur BI Budi Mulya sebagai tersangka dan menjadi beban bagi mantan Deputi Gubernur BI Siti C Fadjrijah, melainkan juga sempat menyerempet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akibat pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.
Namun, sekali lagi benang kusut belum bisa diurai dan siapa yang bertanggung jawab belum terungkap. Karena itu, siapa pun berharap beredarnya dokumen yang diteken Boediono akan menjadi episode terakhir untuk menuntaskan kasus tersebut, apa pun hasilnya. Keinginan DPR untuk memanggil patut diapresiasi, tetapi tak dapat dipungkiri muncul pula kekhawatiran kasus tersebut akan kembali terombang-ambing karena menjadi komoditas politik semata.
Karena itu, lebih baik kasus Century diserahkan ke domain hukum, dalam hal ini KPK. Apalagi pada 2010 lalu, DPR sudah merekomendasikan kasus Century diserahkan kepada penegak hukum. Semua pihak lebih baik bersama-sama mendorong melanjutkan pemeriksaan, termasuk memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan meminta keterangan Boediono.
Selanjutnya, energi yang ada dimanfaatkan untuk mengawasi kinerja KPK dalam menyusun serpihan puzzle yang berserakan seperti pernyataan Antasari Azhar, Jusuf Kalla, Sri Mulyani, Anas Urbaningrum, surat kuasa, sampai klarifikasi yang akan disampaikan Boediono hingga kemudian tersusun fakta hukum secara utuh dan terang benderang. Tentu kita berharap proses hukum bisa dilakukan secepat-cepatnya, hingga bangsa ini membuka lembaran baru yang lebih baik.
Tim Pengawas (DPR) pun langsung berancang-ancang memanggil tokoh yang kini menjabat sebagai wakil presiden. Mampukah dokumen yang konon selama ini dicari-cari para politisi Senayan itu mengurai benang kusut megaskandal tersebut? Akankah surat kuasa yang diberikan kepada Direktur Pengelolaan Moneter Eddy Sulaiman Yusuf, Kepala Biro Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter Sugeng, dan Kepala Biro Operasi Moneter Dody Budi Waluyo tersebut mampu menjerat aktor yang paling bertanggung jawab, termasuk Boediono?
Sejauh ini, kalangan Timwas Kasus Century menunjukkan optimismenya dokumen tersebut akan membuka tabir siapa yang bertanggung jawab, karena surat tersebut menguatkan dugaan mereka selama ini bahwa pencairan dana sebesar Rp6,7 triliun atas kuasa Boediono. Namun, dari pihak Boediono ternyata tenang-tenang saja. Seperti disampaikan Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat, surat tersebut adalah informasi lama dan tidak janggal karena surat diteken Boediono lantaran prosedurnya memang demikian.
Omongan siapa yang bisa dipercaya, memang susah disimpulkan. Keduanya, Timwas Kasus Century dan pihak Boediono, ibarat dua kutub yang berseberangan dan masing-masing mempunyai keyakinan dan argumentasi tentang kewajaran dan ketidakwajaran serta kebenaran dan ketidakbenaran terhadap kasus Century. Tetapi yang pasti, sekuat apa pun pro-kontra dan opini yang dimunculkan, kasus Century harus segera tuntas dengan hasil seobjektif mungkin .
Harus segera tuntas karena kasus tersebut sudah sangat menguras energi, bukan hanya mereka yang terlibat pertarungan politik, melainkan juga bangsa ini yang semestinya secara utuh menghadap dan melangkah ke depan untuk menghadapi berbagai tantangan. Betapa tidak, sejak rapat Dewan Gubernur BI menetapkan Bank Century sebagai bank gagal dan berdampak sistemik pada akhir November 2008, muncul sekian kegaduhan kekisruhan, terutama di Senayan.
Selama itu pula, ibarat bola bekel, kasus Century telah menyambar ke sana kemari. Bahkan, hawa panas yang ditimbulkan bukan hanya telah menjadikan Deputi Gubernur BI Budi Mulya sebagai tersangka dan menjadi beban bagi mantan Deputi Gubernur BI Siti C Fadjrijah, melainkan juga sempat menyerempet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akibat pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.
Namun, sekali lagi benang kusut belum bisa diurai dan siapa yang bertanggung jawab belum terungkap. Karena itu, siapa pun berharap beredarnya dokumen yang diteken Boediono akan menjadi episode terakhir untuk menuntaskan kasus tersebut, apa pun hasilnya. Keinginan DPR untuk memanggil patut diapresiasi, tetapi tak dapat dipungkiri muncul pula kekhawatiran kasus tersebut akan kembali terombang-ambing karena menjadi komoditas politik semata.
Karena itu, lebih baik kasus Century diserahkan ke domain hukum, dalam hal ini KPK. Apalagi pada 2010 lalu, DPR sudah merekomendasikan kasus Century diserahkan kepada penegak hukum. Semua pihak lebih baik bersama-sama mendorong melanjutkan pemeriksaan, termasuk memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan meminta keterangan Boediono.
Selanjutnya, energi yang ada dimanfaatkan untuk mengawasi kinerja KPK dalam menyusun serpihan puzzle yang berserakan seperti pernyataan Antasari Azhar, Jusuf Kalla, Sri Mulyani, Anas Urbaningrum, surat kuasa, sampai klarifikasi yang akan disampaikan Boediono hingga kemudian tersusun fakta hukum secara utuh dan terang benderang. Tentu kita berharap proses hukum bisa dilakukan secepat-cepatnya, hingga bangsa ini membuka lembaran baru yang lebih baik.
(mhd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar