PERTUMBUHAN ekonomi yang berkisar rata-rata di atas 6
persen dalam empat tahun terakhir ini, bukan hanya mendongkrak tingkat
kepercayaan pemerintah dalam mengelola negeri ini, melainkan juga
membuat investor asing kian melirik Indonesia sebagai tempat investasi
yang menjanjikan.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut belum berdampak maksimal terhadap kesejahteraan masyarakat. Lihat saja, angka kemiskinan masih tetap bertengger pada dua digit, di mana rakyat miskin terkonsentrasi di wilayah pedesaan. Memang, pemerintah berhasil mengikis angka kemiskinan dalam dua tahun terakhir ini, namun angkanya tipis sekali. Persoalan kemiskinan adalah masalah klasik yang terjadi pada setiap negara, terutama negara yang baru berkembang.
Karena itu, momentum pertumbuhan ekonomi jangan sampai terlewatkan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang bertajuk rakyat miskin. Dalam versi Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani, rakyat miskin Indonesia dibagi dalam dua kategori, yakni miskin dan hampir miskin. Saat ini jumlah masyarakat miskin hampir 30 juta orang sedangkan hampir miskin tercatat sekitar 70 juta orang.
Dalam menyelesaikan PR tersebut, keduanya memiliki tingkat kesulitan yang berbeda tentu dibutuhkan strategi yang berbeda pula. Misalnya, harapan terhadap masyarakat hampir miskin adalah bagaimana caranya naik kelas. Masyarakat dalam posisi hampir miskin tersebut sangat rentan terhadap kenaikan harga. Untuk menjaga jangan sampai turun peringkat dari hampir miskin menjadi miskin sebuah PR tersendiri bagi pemerintah.
Hal ini perlu mendapat perhatian, sebab selama ini pemerintah cenderung hanya berkonsentrasi pada pengentasan rakyat miskin dengan berbagai program yang bisa mengangkat harkat dan martabat hidup masyarakat bawah tersebut. Hal itu tidak salah, tetapi jangan sampai pemerintah kecolongan yang membuat 70 juta orang jatuh miskin. Pemerintah menargetkan angka kemiskinan tinggal satu digit pada tahun depan seiring dengan berakhirnya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan terus berkurang dari tahun ke tahun meski penurunannya sangat lambat. Pada 2004, angka kemiskinan masih tersaji 16,7% dan dalam lima tahun ke depan (2009) tercatat 14% lalu menjadi 13,33% pada 2010. Dan pada September 2011, sekitar 12,36% atau turun sekitar 0,70% menjadi 11,66% per September 2012, untuk tahun ini dipatok sekitar 10,05%.
Apa saja yang dilakukan pemerintah untuk mengentaskan rakyat miskin? Mengintip Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014, pemerintah akan fokus pada penguatan program penanggulangan kemiskinan dalam artian perluasan ruang lingkup dan menaikkan unit cost.
Anggaran yang dialokasikan mencapai sebesar Rp53,2 triliun, meliputi program beras untuk keluarga miskin (Raskin) sekitar Rp23,1 triliun, Beasiswa Siswa Miskin (BSM) sebesar Rp9,2 triliun, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mencapai Rp14,9 triliun, dan Program Keluarga Harmonis (PKH) sekitar Rp5,5 triliun. Kita berharap program mulia itu bisa tepat sasaran.
Program penanggulangan kemiskinan yang semakin berkualitas tersebut memang harus dibarengi dengan peningkatan taraf pendidikan (BSM). Mengutip pernyataan peraih Nobel Ekonomi 2007, Eric Maskin, bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan jaminan untuk menekan angka kemiskinan tanpa memperkuat tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat suatu negara.
Penegasan Eric berkorelasi dengan kemiskinan di Indonesia, di mana populasi rakyat miskin didominasi dari wilayah pedesaan yang notabene minim persentuhan pendidikan dan keterampilan.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut belum berdampak maksimal terhadap kesejahteraan masyarakat. Lihat saja, angka kemiskinan masih tetap bertengger pada dua digit, di mana rakyat miskin terkonsentrasi di wilayah pedesaan. Memang, pemerintah berhasil mengikis angka kemiskinan dalam dua tahun terakhir ini, namun angkanya tipis sekali. Persoalan kemiskinan adalah masalah klasik yang terjadi pada setiap negara, terutama negara yang baru berkembang.
Karena itu, momentum pertumbuhan ekonomi jangan sampai terlewatkan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang bertajuk rakyat miskin. Dalam versi Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani, rakyat miskin Indonesia dibagi dalam dua kategori, yakni miskin dan hampir miskin. Saat ini jumlah masyarakat miskin hampir 30 juta orang sedangkan hampir miskin tercatat sekitar 70 juta orang.
Dalam menyelesaikan PR tersebut, keduanya memiliki tingkat kesulitan yang berbeda tentu dibutuhkan strategi yang berbeda pula. Misalnya, harapan terhadap masyarakat hampir miskin adalah bagaimana caranya naik kelas. Masyarakat dalam posisi hampir miskin tersebut sangat rentan terhadap kenaikan harga. Untuk menjaga jangan sampai turun peringkat dari hampir miskin menjadi miskin sebuah PR tersendiri bagi pemerintah.
Hal ini perlu mendapat perhatian, sebab selama ini pemerintah cenderung hanya berkonsentrasi pada pengentasan rakyat miskin dengan berbagai program yang bisa mengangkat harkat dan martabat hidup masyarakat bawah tersebut. Hal itu tidak salah, tetapi jangan sampai pemerintah kecolongan yang membuat 70 juta orang jatuh miskin. Pemerintah menargetkan angka kemiskinan tinggal satu digit pada tahun depan seiring dengan berakhirnya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan terus berkurang dari tahun ke tahun meski penurunannya sangat lambat. Pada 2004, angka kemiskinan masih tersaji 16,7% dan dalam lima tahun ke depan (2009) tercatat 14% lalu menjadi 13,33% pada 2010. Dan pada September 2011, sekitar 12,36% atau turun sekitar 0,70% menjadi 11,66% per September 2012, untuk tahun ini dipatok sekitar 10,05%.
Apa saja yang dilakukan pemerintah untuk mengentaskan rakyat miskin? Mengintip Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014, pemerintah akan fokus pada penguatan program penanggulangan kemiskinan dalam artian perluasan ruang lingkup dan menaikkan unit cost.
Anggaran yang dialokasikan mencapai sebesar Rp53,2 triliun, meliputi program beras untuk keluarga miskin (Raskin) sekitar Rp23,1 triliun, Beasiswa Siswa Miskin (BSM) sebesar Rp9,2 triliun, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mencapai Rp14,9 triliun, dan Program Keluarga Harmonis (PKH) sekitar Rp5,5 triliun. Kita berharap program mulia itu bisa tepat sasaran.
Program penanggulangan kemiskinan yang semakin berkualitas tersebut memang harus dibarengi dengan peningkatan taraf pendidikan (BSM). Mengutip pernyataan peraih Nobel Ekonomi 2007, Eric Maskin, bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan jaminan untuk menekan angka kemiskinan tanpa memperkuat tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat suatu negara.
Penegasan Eric berkorelasi dengan kemiskinan di Indonesia, di mana populasi rakyat miskin didominasi dari wilayah pedesaan yang notabene minim persentuhan pendidikan dan keterampilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar