Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Selasa, 02 April 2013

Pemilu 2014 dan Pasar Bebas


Tahapan Pemilu 2014 sedang memasuki penjaringan Caleg agar seluruh partai dapat mendaftarkan calon legislative pada tanggal 9 -22 april 2013, Tahapan ini diikuti oleh 12 partai nasional dan 3 partai local Aceh.
Undang-undang, partai politik telah diperbolehkan melakukan kegiatan kampanye dalam bentuk tertentu tiga hari setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu. Ini artinya pemilu legislatif menjadi satu-satunya pemilu dengan rentang masa kampanye yang begitu lama. Dengan keluwesan undang-undang memberikan waktu yang begitu lama bagi partai politik untuk melakukan kampanye, biaya politik dengan sendirinya akan menjadi sangat besar. Partai politik dan calon tentu akan berlomba-lomba meningkatkan elektabilitas partai dan calon dengan cara masing-masing. Kampanye konvensional melalui media elektronik, cetak, poster, baliho, dan pernak-pernik lainnya masih akan tetap mendominasi. Padahal metode kampanye semacam inilah yang menjadi penyebab utama tingginya biaya politik.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD sama sekali tidak memberi batasan maksimal belanja kampanye bagi peserta pemilu. Ini berarti partai politik dan calon diperbolehkan menggunakan seluruh sumber daya untuk membiayai kegiatan kampanye. Maka, kampanye akan menjadi ajang pasar bebas dalam praktek demokrasi (free market democracy).
Pemilu 2014 telah memberikan arah pada Hukum “pasar bebas” yaitu memberikan keuntungan bagi siapa pun yang memiliki modal capital (uang) kuat. Basisi tidak lagi jadi ukuran personal, melainkan seberapa kuat modal uang yang dimiliki untuk memoles citranya di hadapan publik.
Kampanye yang tak terbatas inilah yang di kemudian hari akan menjadi bumerang dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pejabat publik. Fokusnya tidak lagi bagaimana bekerja untuk publik, melainkan bagaimana mengembalikan biaya politik tersebut selama menduduki jabatannya. Maka, tidak mengherankan ada begitu banyak pejabat publik yang kemudian tersandera kasus korupsi.
Kelemahan undang-undang dalam membatasi belanja kampanye harus disiasati melalui pembatasan aturan kampanye pada level teknis. Ruang tersebut tentu hanya dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai satu-satunya lembaga yang dimandatkan untuk menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilu (Pasal 8 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar