Tahapan Pemilu 2014 sedang memasuki penjaringan Caleg agar seluruh partai dapat mendaftarkan calon legislative pada tanggal 9 -22 april 2013, Tahapan ini diikuti oleh 12 partai nasional dan 3 partai local Aceh.
Undang-undang,
partai politik telah diperbolehkan melakukan kegiatan kampanye dalam bentuk
tertentu tiga hari setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu. Ini artinya
pemilu legislatif menjadi satu-satunya pemilu dengan rentang masa kampanye yang
begitu lama. Dengan keluwesan undang-undang memberikan waktu yang begitu lama
bagi partai politik untuk melakukan kampanye, biaya politik dengan sendirinya
akan menjadi sangat besar. Partai politik dan calon tentu akan berlomba-lomba
meningkatkan elektabilitas partai dan calon dengan cara masing-masing. Kampanye
konvensional melalui media elektronik, cetak, poster, baliho, dan pernak-pernik
lainnya masih akan tetap mendominasi. Padahal metode kampanye semacam inilah
yang menjadi penyebab utama tingginya biaya politik.
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD sama
sekali tidak memberi batasan maksimal belanja kampanye bagi peserta pemilu. Ini
berarti partai politik dan calon diperbolehkan menggunakan seluruh sumber daya
untuk membiayai kegiatan kampanye. Maka, kampanye akan menjadi ajang pasar
bebas dalam praktek demokrasi (free market democracy).
Pemilu
2014 telah memberikan arah pada Hukum “pasar bebas” yaitu memberikan keuntungan
bagi siapa pun yang memiliki modal capital (uang) kuat. Basisi tidak
lagi jadi ukuran personal, melainkan seberapa kuat modal uang yang dimiliki
untuk memoles citranya di hadapan publik.
Kampanye
yang tak terbatas inilah yang di kemudian hari akan menjadi bumerang dalam
pelaksanaan tugasnya sebagai pejabat publik. Fokusnya tidak lagi bagaimana
bekerja untuk publik, melainkan bagaimana mengembalikan biaya politik tersebut
selama menduduki jabatannya. Maka, tidak mengherankan ada begitu banyak pejabat
publik yang kemudian tersandera kasus korupsi.
Kelemahan undang-undang dalam membatasi belanja
kampanye harus disiasati melalui pembatasan aturan kampanye pada level teknis.
Ruang tersebut tentu hanya dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
satu-satunya lembaga yang dimandatkan untuk menyusun dan menetapkan pedoman
teknis untuk setiap tahapan pemilu (Pasal 8 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar