Rabu, 3 April 2013 | 17:56:39
Jakarta, PenaOne – Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada Kongres Luar Biasa (KLB) pada
Jumat (30/3/2013) lalu, menuai pandangan negatif dari beberapa kalangan,
dari mulai Aktivis Pro Demokrasi, Akademisi, Pakar Tata Negara,
Pengamat Politik dan Praktisi Hukum.
Hal itu dikarenakan SBY sebagai Kepala Pemerintahan, dalam hal ini
sebagai Presidan Republik Indonesia tidak konsisten, telah melanggar
etika berpolitik. Dan menurut Manager Advokasi Constitution Centre Adnan
Buyung Nasution (Concern ABN) menilai, rangkap jabatan SBY diduga telah
melanggar Konstitusi dan dapat di Impechment.
“Kalau hal itu dapat dibuktikan, tidak menutup kemungkinan SBY dapat
dilengserkan,” ujar Manager Concern ABN, Ali Nurdin kepada Penaone.com,
Jakarta, Rabu (3/4/2013).
Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang didalamnya termuat,
‘Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyarahan Rakyat (MPR) atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau PERBUATAN TERCELA maupun
apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau
Wakil Presiden.
Walaupun tidak ada definisi khusus tentang Perbuatan Tercela, namun pada intinya adalah perbuatan yang melanggar norma-norma etika dan kesusilaan yg berkembang di masyarakat.
Walaupun tidak ada definisi khusus tentang Perbuatan Tercela, namun pada intinya adalah perbuatan yang melanggar norma-norma etika dan kesusilaan yg berkembang di masyarakat.
“Rangkap jabatan Presiden adalah pelanggaran terhadap etika politik.
Dinamika masyarakat yang berkembang, termasuk nanti di parlemen, bisa
saja menempatkan pelanggaran etika tersebut sebagai perbuatan tercela
yang bisa dijadikan dasar pemakzulan Presiden,” tandas Ali. (dre)
Penulis: Sabar Daniel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar