Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Senin, 12 Desember 2011

Mengungkap Pertemuan Kuartet Demokrat

Jakarta – KabarNet: Pria berdarah Pakistan ini lagi-lagi mempertegas keterlibatan sejumlah petinggi Partai Demokrat dalam proyek Hambalang. Muhammad Nazaruddin menyebut beberapa nama koleganya semasa aktif di Demokrat. Mereka dalah Anas Urbaningrum, Mirwan Amir, Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh. Oleh Nazaruddin, dipastikan keempat elit Demokrat itu mengetahui proyek senilai Rp 1,2 triliun itu.
NAZARUDDIN berkisah, dirinya diperintahkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk menemui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng guna membahas proyek Hambalang.
Pada Desember 2009, Anas memanggil dia dan Angelina Sondakh sebagai koordinator anggaran Komisi X DPR. “Kami berdua diperintah Bapak Anas Urbaningrum agar bertemu dengan Bapak Andi Mallarangeng untuk membicarakan proyek Hambalang,” ungkap Nazaruddin saat membacakan eksepsinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/12/2011).
Nazaruddin melanjutkan, atas perintah Anas maka terjadilah pertemuan di kantor Menpora lantai 10, yang dihadiri Nazaruddin, Andi Mallarangeng sebagai Menpora, Mahyudin selaku Ketua Komisi X DPR RI, dan Angelina Sondakh sebagai anggota Komisi X DPR.
Dalam pembicaraan tersebut, Menpora memanggil Sesmenpora Wafid Muharam. Selain itu, Menpora dan Angelina Sondakh juga menyepakati Banggar DPR RI akan membuat anggaran khusus untuk proyek Hambalang. “Tentang bagaimana pelaksanaannya, teknisnya, sebagaimana akan dibicarakan secara detail antara Saudari Angelina Sondakh dengan Bapak Wafid Muharam dan teman-teman DPR RI di Anggaran Komisi X DPR RI. Setelah itu, hasil pertemuan tersebut saya laporkan kepada Bapak Anas Urbaningrum,” ujar Nazaruddin.
Tidak sampai di situ, Nazaruddin juga diperintahkan Anas untuk mempertemukan Angelina Sondakh dengan Mindo Rosalina Manullang untuk mengerjakan proyek Hambalang pada Januari 2010. “Setelah itu, Saudari Angelina Sondakh dan Saudari Mindo Rasalina Manullang berkomunikasi langsung tanpa saya ketahui bagaimana perkembangannya, karena Saudari Mindo Rosalina Manullang hanya wajib melaporkan seluruh kegiatan kepada Bapak Anas Urbaningrum. Tugas saya hanyalah memperkenalkan Saudari Mindo Rosalina Manullang kepada Saudari Angelina Sondakh sesuai perintah Bapak Anas Urbaningrum,” tambah Nazaruddin.
Selanjutnya, pada Februari 2010, Anas kembali memerintahkan Nazaruddin untuk memanggil anggota Komisi II DPR RI, Mulyono. Pemanggilan itu berkaitan untuk mengundang Kepala BPN RI Joyowinoto mengurus proyek Hambalang. “Kemudian, terjadi pertemuan di Restauran Nippon Khan yang dihadiri oleh Bapak Anas Urbaningrum, Bapak Mulyono, Bapak Joyowinoto dan saya sendiri,” kata dia.
Menurut Nazaruddin, dalam pembicaraan tersebut disepakati Joyowinoto akan membantu permintaan Anas Urbaningrum dalam rangka penerbitan sertifikat tanah Hambalang yang telah diminta oleh Menpora untuk diterbitkan yang sudah 2 tahun tidak kunjung rampung.
Sebelumnya, politisi Demokrat lainnya Ignatius Mulyono juga mengakui pernah diutus Anas Urbaningrum untuk membantu memuluskan proyek Hambalang. Ignatius berperan untuk melobi Ketua Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto. “Saya diminta kontak Pak Joyo Winoto membantu saja, diminta tolong Mas Anas. Kebetulan saya di Komisi II sejak 2004,” jelas Ignatius kepada wartawan, Kamis (17/11/2011).
Ignatius juga mengakui, sempat melakukan pertemuan dengan Anas. Saat itu ada juga Nazaruddin. “Di ruangan ketua fraksi, waktu 2010. Iya di lantai 9, suatu hal rutin. Diundang ketua fraksi. Ada Nazaruddin,” terang Ignatius. “Saat itu Anas menjadi ketua fraksi,” tuturnya.

SBY Tutup Aib di Rapat Cikeas

Presiden SBY dituding sengaja menutup-nutupi kasus suap Wisma Atlet Jakabaring. Tanpa tedeng aling-aling, Rufinus Hutauruk salah satu pengacara Nazaruddin mempertanyakan kenapa SBY tidak melaporkan kasus itu ke aparat, meski mengetahui ada peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana. Padahal, sebagai warga negara, SBY wajib hukumnya untuk melaporkan peristiwa yang diduga tindak pidana.
SAAT membacakan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, (7/12/2011), Rufius mengungkapkan pada pertemuan di Cikeas yang digelar 23 Mei 2011, Nazaruddin sudah melaporkan adanya aliran duit ke sejumlah pengurus Demokrat dan anggota DPR. Termasuk menyebutkan keterlibatan rekan separtainya dalam sejumlah proyek.
“Sampai saat ini, Pak SBY yang memimpin rapat di Cikeas tidak pernah melakukan tindakan apa pun dan melaporkannya ke pihak berwenang. Padahal wajib hukumnya sebagai warga negara untuk melaporkan peristiwa yang diduga tindak pidana,” kata Rufinus.
Miliaran uang haram saat Kongres Demokrat, 2010 lalu juga dibeberkan Nazaruddin dalam pertemuan di Cikeas. Tapi, sampai saat ini, sambung Rufinus, SBY tidak melakukan tindakan apa pun, baik sanksi yang berlaku di partai Demokrat maupun sanksi pidana. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 3 jam 30 menit itu hadir empat petinggi Demokrat, yakni Jero Wacik, Amir Syamsuddin, Anas Urbaningrum, dan EE Mangindaan.
Rufinus menuding KPK dalam penyidikan sengaja tidak mengembangkan perkara ini. Sikap ogah-ogahan KPK dinilai terlihat dari “dianggurkannya” Nazaruddin di Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil, Depok, padahal sebenarnya dia bersedia diambil keterangannya.
Proses pemeriksaan pada 12 Oktober 2011 juga dikritik Rufinus. Dalam pemeriksaan, kliennya sebenarnya sudah menceritakan pertemuan Cikeas yang digelar sehari sebelum dia kabur ke Singapura. “Padahal, apabila penyidik bersedia mencatat secara terperinci keterangan yang diberikan terdakwa dengan petinggi partai di Cikeas, kasus Wisma Atlet akan terang benderang, berikut proyek Hambalang,” ujar Rufinus.
Sikap apatis penyidik KPK dikaitkan tim penasihat hukum sebagai upaya melindungi para pejabat Demokrat. “Barulah sekarang terdakwa menyadari bahwa ini untuk melindungi petinggi partai lainnya. Sebab kalau keterangannya masuk ke berita acara tersangka, mereka yang hadir di Puri Cikeas harus dipanggil sebagai saksi,” tambah Rufinus.
Nazaruddin menyayangkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dalam tahap penyidikan tidak pernah menanyainya soal pertemuan Cikeas. “Saya tidak tahu mengapa penyidik tidak pernah menanyakan hal tersebut kepada saya,” ujar Nazar dalam eksepsi pribadi yang dia bacakan di muka sidang.
Dalam pertemuan Cikeas, Nazaruddin mengaku sudah mengklarifikasi tidak pernah terlibat proyek Wisma Atlet Jakabaring. “Yang berkaitan dengan proyek itu sudah saya jelaskan secara detail ke Beliau (SBY), yakni Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh, sesuai dengan pengakuan Angelina di depan Tim Pencari Fakta,” tukas Rufinus.

Sekilas Cerita SBY Gebrak Meja

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin membuka tabir pertemuannya dengan Presiden SBY sesaat sebelum ke luar negeri. Ia mengaku dipanggil oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ke kediaman pribadi di Puri Cikeas sebelum kabur ke Singapura. Jika pengakuan Nazar benar, berarti Yudhoyono telah berbuat bohong pada publik, yaitu dia sungguh telah melindungi koruptor yang nyata-nyata dari kadernya sendiri.
“Tanggal 23 Mei saya dipanggil ke Cikeas oleh Pak SBY dan pengurus Demokrat. Kemudian sorenya saya pergi ke Singapura. Tapi kemudian penyidiki menyetop pertanyaan itu. Dia mau yang mulai dari Singapura saja. Ini kenapa? Jelas ada yang ingin ditutup-tutupi,” keluh Nazar di Pengadilan Tipikor, Jakarta (29/11/2011).
Muhammad Nazaruddin mengungkap pertemuannya dengan Presiden SBY sesaat sebelum melarikan diri ke luar negeri. Nazar membeberkannya karena kesal terhadap sikap penyidik KPK yang enggan mengusut isi pertemuan itu dan mencecar seputar pelarian di luar negeri.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie membenarkan bahwa Nazaruddin memang dipanggil ke Cikeas pada 23 Mei itu. Namun, ia membantah ada koordinasi dengan Nazar sebelum yang bersangkutan ke Singapura dengan alasan berobat. “Bukan koordinasi. Waktu dia mau dipecat, dia dipanggil ke Cikeas oleh dewan kehormatan. Bukan pamit. Sebelum dia dipecat, dipanggil dulu, dikasih tahu melanggar begini, begini, begini, lalu dipecat dari pengurus,” kata Marzuki di Gedung DPR.
Seluruh jajaran pengurus partai serta Sekretaris Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin, yang sekarang menjabat Menteri Hukum dan HAM, lanjut Marzuki, hadir dalam pemanggilan itu. “Ada semuanya, resmi.”
SBY Marah dan Gebrak Meja
Inilah sepenggal kisah Nazaruddin beberapa jam sebelum kemudian dia kabur ke Singapura. Pada Senin (23/5/2011) pagi digelar pertemuan Nazaruddin dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan Dewan Kehormatan Demokrat di kediaman SBY di Cikeas.
Selasa (9/8), sebelumnya Ketua Dewan Pembina tidak mau bertemu dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dan sudah menyatakan dua opsi untuk Nazaruddin yakni mundur atau dipecat.
Namun Nazaruddin tampaknya ingin bernegosiasi dengan SBY apakah bisa mundur dari kepengurusan Partai Demokrat tapi tetap menjadi anggota DPR. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mencoba membantunya dengan berusaha mempertemukannya dengan SBY.
Anas kemudian menyampaikan keinginan Nazaruddin itu kepada elit di Dewan Kehormatan Partai Demokrat (DK PD) yakni Amir Syamsuddin, Jero Wacik dan EE Mangindaan yang kemudian menghadap SBY. Saat itu SBY menanyakan bertemu untuk apa? Setelah diberi tahu maksud pertemuan itu adalah bahwa Nazaruddin mau mundur secara sukarela, SBY kemudian setuju. Pertemuan dijadwalkan pada 23 Mei pukul 09.00
Pada 23 Mei pagi hari sekitar jam 07.00 Nazaruddin sudah ada di pendopo ruang tunggu rumah kediaman SBY di Cikeas. Kemudian menyusul anggota DK PD lainnya seperti Amir Syamsuddin pada pukul 7.30 WIB. Saat itu sempat terjadi pertemuan kecil dengan Nazaruddin dan diminta mundur sebagai langkah yang paling baik untuk kebaikan partai.
Tepat jam 9.00 pertemuan dengan SBY dimulai dihadiri Anas Urbaningrum, Jero Wacik, EE Mangindaan, Amir Syamsuddin dan Nazaruddin. Begitu pertemuan baru dimulai, Nazar bertanya kepada SBY siapa lelaki yang mendampinginya. “Saudara tidak perlu tahu, dia tugasnya mencatat pertemuan ini,” papar SBY tanpa menyebut nama Yosep, sang pencatat itu.
Kemudian SBY mempersilahkan kepada Nazaruddin untuk berbicara dan menyampaikan maksudnya. Namun pada kesempatan itu, apa yang diungkapkan Nazar ternyata di luar dari pembicaraan sebelumnya yakni menyatakan mundur kepada SBY.
Nazaruddin di hadapan Ketua Dewan Pembina justru malah membongkar persoalan, sama seperti yang dia ungkapkan di kemudian hari kepada wartawan TV maupun lewat Skype. Bahkan Nazar juga mengungkapkan kepada SBY bahwa semua elit demokrat sudah ‘kebagian’.
Mendengar ocehan tersebut, SBY yang semula mendapat laporan bahwa Nazaruddin akan menyatakan mundur menjadi marah. Puncaknya, SBY sempat menggebrak meja. “Maksudnya apa? Mau menakut-nakuti, saya tentara tidak takut diancam-ancam,” tandas SBY.
Selain itu, Partai Demokrat pernah mengungkapkan isi dan jalannya pertemuan rahasia Dewan Kehormatan (DK) Partai Demokrat tersebut. Saat itu, pagi hari Nazaruddin mendatangi Cikeas untuk berbicara dalam forum DK Partai Demokrat yang dipimpin langsung SBY. Pertemuan itu berlangsung atas prakarsa Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang meminta agar Nazaruddin memberikan klarifikasi langsung kepada SBY selaku ketua Dewan Kehormatan.
Alih-alih mengakui perbuatannya, Nazaruddin justru malah membuat SBY berang. SBY kaget melihat sikap Nazaruddin yang mengancam akan membuka kasus korupsi yang menyangkut elite Partai Demokrat. Dalam forum tersebut, Nazaruddin secara langsung meminta agar dirinya tidak dijadikan korban dalam kasus wisma atlet SEA Games.
Mendengar permintaan Nazaruddin itu SBY langsung murka dan menggebrak meja, lalu SBY membentak dan memarahi Nazaruddin. “Saudara jangan mendikte, saya tidak bisa didikte!” tegasnya.
Kemudian, SBY balik menantang Nazaruddin untuk membongkar semua kasus itu di KPK. SBY meminta kepada Nazaruddin untuk membawa bukti-bukti yang dimilikinya kepada KPK. Suasana hingga akhir pertemuan itu kemudian menjadi kurang mengenakkan. Seusai pertemuan SBY sempat meminta kepada anggota DK PD untuk mengumumkan pemecatan terhadap Nazaruddin pada pukul 20.00 malam. SBY saat itu belum sempat menandatangani surat pengunduran diri Nazaruddin. Sejurus kemudian, SBY meninggalkan ruangan dan menyatakan rapat DK ditutup tanp hasil apapun.
Setelah pertemuan itu Nazaruddin mendatangi markas DPP Demokrat. Pada pukul 13.00 Nazar menghubungi Amir Syamsuddin untuk bertemu. Dengan harapan Nazaruddin akan berubah, Amir Syamsuddin kemudian setuju bertemu. Namun pertemuan itu kembali tidak menghasilkan apa-apa karena Nazar bukan menyatakan mau mengundurkan diri tetapi malah mengungkapkan pernyataan maafnya kepada Amir bahwa selama ini hanya dialah elit Demokrat yang belum diberi dana.
Amir Syamsuddin tentu saja marah dan mengatakan bahwa selama ini apa yang dia peroleh sudah cukup. “Anda memang tidak mau diajak baik-baik,” begitu ungkapan Amir pada saat itu.
Pertemuan ini pun bubar, tapi Nazaruddin sempat mengancam akan menggelar konferensi pers pukul 15.00. Rupanya, Nazaruddin seusai pertemuan itu langsung menuju Bandara Soekarno Hatta menuju Singapura.
Seperti diketahui, Nazaruddin menuding sejumlah kader Partai Demokrat yang menerima uang proyek pembangunan wisma atlet SEA GAmes senilai Rp 191 miliar itu. Mereka yang disebut Nazaruddin adalah Menpora, Andi Malarangeng Ketua Umum DPP PD, Anas Urbaningrum, Wakil Bendahara PD, Mirwan Amir, Wakil Sekjen PD, Angelina Sondakh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar