Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Sabtu, 10 Desember 2011

Protokoler Kepresidenan Ngabisin Anggaran 251 M


Alokasi Untuk Pengentasan Kemiskinan Masih Minim

  

Untuk membiayai kegiatan protokoler kepresidenan selama satu tahun mendatang, negara mesti mengalokasikan anggaran sebesar  Rp 251,01 miliar.
Hal itu terungkap dalam Ren­ca­na Kerja dan Anggaran Ke­men­terian/Lembaga (RKA/AL) 2012 yang diperoleh Rakyat Mer­deka, kemarin.
Rinciannya, Rp 180,3 miliar untuk dukungan ke­protokolan selama 12 bulan untuk Presiden yang ada di Sekretariat Pre­siden dan Rp 70,9 miliar diperuntukkan penyelenggaraan du­kungan keprotokolan wakil presiden yang ada di sekretariat wapres.
Anggaran keprotokolan ini juga disediakan di tiap istana, yak­ni Istana Bogor Rp 556 juta , Is­tana Kepresidenan Yogyakarta  Rp 461,9 juta, dan Istana Ke­pre­sidenan Tampak Siring, Bali Rp 1,1 miliar. Anggaran kepro­to­k­olan ini di luar dukungan ke­hu­ma­s­an dan anggaran persi­dang­an.
Protokol, me­nurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 adalah serangkaian aturan dalam ke­­­negaraan atau acara resmi yangmeliputi aturan mengenai: - tata tempat-tata upa­cara-tata peng­hormatan kepada se­seorang sesuai dengan jabatan atau ke­du­dukannya dalam ne­gara, peme­rin­tahan atau ma­syarakat.
Peraturan Pre­siden Nomor 80 Tahun 2010 Ten­tang Perubahan Peraturan Pre­siden Nomor 58 Tahun 2010 Ten­tang Kemen­terian Sekretariat Negara, Pasal 6 menyebut, Sek­retariat Presiden mempunyai tugas me­nye­leng­garakan pemberian dukungan tek­nis dan administrasi ke­ru­mah­tanggaan, keprotokolan, pers, dan media kepada Presiden.
Pasal 13 menyebut (1) Deputi Ke­­pala Sekretariat Presiden Bi­dang Protokol, Pers, dan Media ber­ada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Sekretariat Presiden. (2) Deputi Kepala Sek­retariat Presiden Bidang Pro­tokol, Pers, dan Media dipim­pin Deputi.
Sedangkan protokoler wapres sesuai pasal 40 menyebut, dalam melaksanakan tugas seba­gai­mana dimaksud dalam Pasal 39, Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Administrasi menye­leng­garakan fungsi: (a) pengurusan dan pela­yanan keprotokolan dan persi­dang­an serta keru­mah­tang­gaan Wakil Presiden dan/atau Istri/Suami Wakil Presiden, baik di Istana Wakil Presiden atau di kediaman resmi Wakil Presiden, maupun di tempat lain.
Menariknya, protokoler Pre­siden/Wapres juga melakukan kegiatan dokumentasi. Seba­gai­mana termaktub dalam pasal 7 (e) pengkoordinasian kegiatan pers, dan media, dan pelayanan infor­masi serta dokumentasi ke­giatan kepresidenan dan acara lainnya di lingkungan Sekretariat Pre­siden.
Padahal, dalam ang­garan Deputi Persidangan Ka­binet juga telah dianggarkan Rp 556 juta untuk dokumen (risalah dan transkrip) hasil pelaksanaan sidang kabinet, rapat atau per­temuan yang dipimpin presiden dan/atau wakil presiden.
Pada RKA/KL 2012, Ang­garan keprotokolan presiden/istri dan wapres/istri ini masih lebih ting­gi dari belanja barang pro­gram penanggulangan ke­mis­kinan di Ditjen Pemberdayaan So­sial dan Penanggulangan Ke­mis­kinan Kementerian Sosial yang hanya Rp 244,9 miliar.
Kepala Bagian Humas Ke­men­­terian Sekretariat Negara, Mas­­rokhan menyatakan, ang­gar­an pro­to­koler presiden dan wa­pres ada di Deputi Kepala Sek­re­tariat Pre­siden Bidang Protokol, Pers, dan Media.  “Yang menye­leng­­gar­a­kan ke­protokolan itu di biro pro­to­­kol,” katanya kepada Rakyat Mer­­deka, di Jakarta, ke­marin.
Masrokhan menjelaskan, ang­garan itu digunakan untuk ber­ba­gai  kegiatan. Misalnya, aca­ra ke­ne­garaan, penerimaan tamu ne­gara, kegiatan keprotokolan, du­kungan perjalanan dinas dalam dan luar negeri, perjalanan dinas presiden dan rombongan.
“Presiden dan rombongan itu kan satu hotel. Tapi kami sudah me­lakukan semacam peng­he­mat­an, jadi rombongan yang ikut itu biaya hariannya cuma 50 per­sen dari standar keuangan, se­dangkan perjalanan dalam negeri hanya 75 per­sen,” jelasnya.
Politik Anggaran Sulit Dipantau
Wakil Ketua Komisi II, Ganjar Pranowo mengatakan, untuk mengukur kewajaran anggaran protokoler presiden dan wapres yang mencapai Rp 250,01 miliar perlu diukur dengan indeks penggunaan, frekuensi dan kuantitas ke­giat­an dalam satu tahun anggaran.
“Itu harus dilihat indeksnya, frekuensi kegiatan dan kuan­titasnya. Analisisnya seperti itu, baru bisa dinilai besar atau ke­cil,” katanya,kemarin.
Meski begitu, politisi PDIP ini tidak ada menampik ada masalah manajerial dalam pe­merintahan. Sehingga, ada pro­gram-program yang sebetulnya tidak digunakan Presiden na­mun muncul dalam rincian kegiatan.
“Pernah ada kasus baju untuk presiden, tapi begitu kita pang­gil Menteri Sekretaris Ne­gara Sudi Silalahi, dia men­jelaskan Pre­siden tidak pernah membeli baju dari anggaran negara, jadi ini masalah ma­na­jerial,” beber­nya.
Menurutnya, masyarakat bisa ikut berpartisipasi mengawasi penggunaan keuangan negara dan memberikan penilaian apa­kah anggaran itu layak atau ti­dak dari ragam kegiatan yang di­­lakukan dalam satu tahun men­­datang.
Koordinator Advokasi dan Inves­tigasi Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Trans­paransi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai banyak ang­garan yang tidak masuk akal dalam APBN 2012. Na­mun, karena sulitnya akses ma­sya­rakat terhadap politik peng­ang­garan, maka besaran-be­saran untuk pos anggaran itu disepakati antaran pemerintah dan DPR.
“Termasuk juga anggaran Rp250 miliar untuk protokoler. Kita sulit sekali untuk men­da­patkan penganggaran yang ben­ar-benar valid. Ini memang jadi kesepakatan rahasia antara pe­merintah dan DPR. Jadi kita ha­nya bisa mendengar bocor­annya saja,” kata Uchok, kemarin.
Uchok menilai, anggaran pro­tokoler presiden itu ter­lam­pau besar, namun dampak yang dirasakan rakyat sangat minim. “Ini sudah keterlaluan, karena pejabat publik hanya mem­per­juangkan anggaran untuk ke­pen­tingan kelompok,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden per­nah menjabarkan bahwa pro­tokol harus diperhatikan dalam pe­nyelenggaraan kegiatan ke­negaraan, kegiatan peme­rin­tahan, kegiatan diplomasi dan yang bersifat hubungan antar­bangsa, termasuk kegiatan pro­tokoler yang merujuk pada tata upacara militer.
Dalam penyusunan RUU Pro­tokol yang baik, SBY meng­ingatkan, rujukan yang digunakan. Diantaranya, per­tama adalah budaya bangsa. Ke­dua, tata cara atau protokol yang berlaku pada masyarakat in­ternasional, yang di negara manapun juga begitu. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar