Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Rabu, 21 Desember 2011

Simbol Hoki DPR RI



gedung-mpr

PAKAR fengshui pernah mengatakan bahwa lokasi Gedung DPR sangat cocok, membawa hoki, dan dekat dengan peruntungan. Posisinya persis sejajar dengan Naga —yang menjulur di Jalan Sudirman, Hayam Wuruk, dan Gajah Mada, dari Blok M hingga ke Glodok.
Sementara seorang simbolog (ahli membaca simbol) berujar: Gedung ini juga melambangkan sebuah kesuburan. Tepatnya dua buah, tertangkup di atas gedung kura-kura (dulu pernah dijahili tangan iseng Pong Harjatmo).
Versi lain juga dengan fasih menguraikan. Bahwa pasangan Gedung DPR adalah Tugu Monas. Tugu Monas, bangunan tinggi dengan pucuk dari emas puluhan kilogram itu, disebut-sebut sebagai perlambang Lingga (perkakas keperkasaan pria, icon kekuasaan laki-laki). Sementara yang satunya, yaitu Gedung DPR RI, tak lain adalah simbol kesuburan dan reproduksi perempuan (atau Yoni).
Aktivis pro gender pasti blingsatan dengan tafsiran ini. Tapi, pokok bahasan kita adalah tentang sebuah gedung yang menjadi pusat “kesuburan” dan “reproduksi”. Walau hanya bisa dirasakan sekelompok manusia (Indonesia) saja.
Empat paragraf awal barusan memang lebih pantas sebagai ungkapan imajinasi tinimbang sebagai sebuah informasi.
Bila sepakat begitu, tak perlulah mencari-cari tahu siapa pakar fengshui yang pernah “meneliti” Gedung DPR RI —dengan terawangan nan seksama. Cuma-cuma pula menghadirkan pakar Simbologi sekaliber Robert Langdon (dalam Novel Da Vinci Code) untuk mengait-ngaitkan bangunan fisik di sekitaran Senayan itu dengan rupa-rupa teori. Cukuplah menerima itu semua sebagai jawaban para pelawak. Atas lelucon bertubi-tubi, yang bersumber dari keberuntungan “para penghuni” di DPR RI.
Hoki Penghuni
Tentu saja kata yang memakai tanda petik, yaitu “penghuni”, tidak bermaksud menyeluruh. Karena selain para elit yang berseliweran dengan busana gagah, juga ada Satpam, Office Boy, serta para PNS dengan seragam yang itu-itu melulu.
Juga tidak berarti “para penghuni” di antara rerimbunan pohon beringin (di taman sebelah kanan air mancur DPR) yang kira-kira terdiri dari: ular, kecoa, rusa, kodok, dan belasan merpati.
Keterlaluan jika daftar nama margasatwa yang terakhir itu dijadikan perlambang untuk penghuni DPR. Keterlaluan di mata “mereka”, maksudnya. Sementara orang luar pasti berseru-seru: cocok!
Pokoknya, Gedung DPR RI adalah alamat penuh hoki. Terutama bagi mereka-mereka yang ketiban “durian runtuh” —-dalam Pemilu. Jangan tak percaya. Untuk menjadi penghuni utama di situ, hanya “tiket keberuntangan” sajalah yang jadi penentu. Meskipun, misalnya anda jenius, tapi kalau tak dipilih rakyat, ya tidak bisa. Meskipun kaya raya, tapi jika garis tangan sedang apes, ya percuma saja —mungkin hanya berada di urutan kedua, di bawah urutan satu yang berhak lolos ke rumah rakyat itu.
Kalaupun urutan kedua bisa lolos, paling-paling karena ada berita duka dengan kalimat awal Inalillahi, dari handai taulan yang mengenal mendiang di urutan pertama. Beruntung untuk orang yang “mengganti” dan bingung bagi keluarga anggota yang “diganti”.
Tetapi meski judulnya adalah untung-untungan, belum terdengar ada orang miskin tapi jujur yang lolos dapat kursi —serta menjadi anggota fraksi. Orang miskin dilarang beruntung…
Lagipula ada rumus politik yang mengokohkan pentingnya perkara keberuntungan. Dalam politik, orang bodoh kalah oleh orang pintar. Orang pintar kalah oleh orang licik. Dan orang licik kalah oleh orang yang beruntung. Meskipun rumus ini bisa saja (sesekali) meleset. Misalnya ketika orang pintar dan licik kalah melawan orang bodoh. Namun formulasi seperti itu tidak untuk politik. Melainkan hanya ada dalam serial konyol semodel Mister Bean dan sejenisnya.
Mengalir Jauh
Jika di dalam penuh hoki dan “banjir uang komisi”, lalu seperti apa di luar? Sesungguhnya mata air keberuntungan itu juga mengalir sampai jauh. Merembes juga ke mana-mana, meski hanya dalam tetesan-tetesan yang lebih sedikit.
Antrean panjang yang menadah untung dari tingkah polah wakil rakyat di gedung rakyat itu alurnya mengalir panjang. Kalau didaftar dengan sistem alfabet A-B-C-D dan seterusnya, maka akan ketemu nama-nama seperti ini:
(A) aktivis LSM, Pers, Ormas, Parpol, hingga aktivis mahasiswa;
(B) broker, broker proyek, broker anggaran, broker jabatan, hingga “broker perempuan”;
(C) cendekiawan yang sangat cendekia di depan kamera tetapi cecunguk di hadapan bos besar;
(D) departemen yang jadi mitra kerja untuk masing-masing komisi, mereka adalah utusan pemerintah yang saban tahun minta dinaikkan plafon anggaran, dari pagu sebelumnya.Kalau yang ini belum tepat, ya, ganti saja dengan sejumlah Departemen Store yang jadi langganan anak bini para anggota yang terhormat, terkhusus di luar negeri;
(E) entertainment, maksudnya dunia hiburan yang kebanjiran order, karena di DPR ada istilah untuk menjamu sesama kolega, harus ada biaya entertain (maksudnya layanan hiburan); dan silahkan tambah daftar yang lain.
Nah, di lingkaran itulah rezeki hoki DPR RI berputar-putar. Menyisakan kehalusan untuk rakyat banyak. Kehalusan di bagian kulit dada, tentu saja. Lantaran hampir tiap waktu dielus-elus, sembari mengucap istighfar… Inilah siklus keberuntungan di Gedung DPR RI, dan “kebuntungan” atas nasib masyrakat luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar