Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Kamis, 29 Desember 2011

Paham Materialistis Kikis Karakter Bangsa

Paham materialistis merupakan pemicu erosi moral yang mengakibatkan tercerabutnya karakter bangsa. Kondisi itu semakin mengikis pilar-pilar kebangsaan dari kalangan elite politik hingga generasi intelektual yang akhirnya berujung pada krisis kepemimpinan nasional.
Demikian benang merah dalam dialog kebangsaan nasional bertema ”Pilar Kebangsaan di Tengah Krisis Kepemimpinan Nasional” yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis (15/12). Hadir pembicara mantan Rektor Unsoed Rubijanto Misman, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Mayor Jenderal TNI Puguh Santoso, dan Kepala Kepolisian Daerah Jateng Inspektur Jenderal Didiek Sutomo Triwidodo.
Rubijanto mengatakan, kasus-kasus yang terjadi, dari Bank Century, mafia pajak, wisma atlet SEA Games hingga mafia anggaran di DPR yang cenderung menggantung tanpa penyelesaian yang jelas, menjadi bukti pendewaan terhadap sikap materialistis. Hal itu diperparah dengan konflik horizontal antarwarga yang lagi-lagi dipicu persoalan materi. ”Ini jelas menunjukkan krisis kepemimpinan nasional. Masyarakat tidak lagi percaya pemimpin dan elite-elite politik karena tidak berhasil memberi contoh bersikap sebagai negarawan sejati,” ujar Rubijanto.
Yusril Ihza Mahendra menilai saat ini peran negara dalam melindungi segenap bangsa dan Tanah Air patut dipertanyakan. Kekerasan yang cenderung biadab seperti terjadi di sejumlah daerah menunjukkan lemahnya integritas pemimpin dalam memberikan rasa aman masyarakat.
Parahnya lagi, generasi muda juga masih menerapkan standar ganda dalam menyikapi persoalan bangsa. Didiek Sutomo Triwidodo mencontohkan, ketika terjadi bencana di Wasior, Papua Barat, sangat sedikit aksi penggalangan dana. ”Sangat berbeda ketika ada bencana Gunung Merapi. Ini menunjukkan semangat kesukuan masih kental,” ungkap Didiek.
Padahal, kata Puguh Santoso, dalam era globalisasi saat ini, ancaman kedaulatan bangsa tidak lagi bersumber pada aktivitas militer, tetapi justru terhadap ancaman nonmiliter, dari ekonomi, kebudayaan, teknologi, hingga pendidikan. (GRE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar