Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Selasa, 27 September 2011

Bom Solo Lambang Solidaritas untuk Ambon

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam menunjukkan foto pelaku bom bunuh diri di Solo, Achmad Yosepa (Heru Haryono/okezone)

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam menunjukkan foto pelaku bom bunuh diri di Solo, Achmad Yosepa (Heru Haryono/okezone)
JAKARTA – Analis Intelijen dari HID’J Institute Dynno Chressbon mengatakan, Kota Surakarta memang memiliki peran sentral dalam konflik di Ambon dan Poso. Banyak aktor yang terlibat di garis depan di Ambon dan Solo mengaku berasal dari eks wilayah Karesidenan Solo.

Namun demikian, tidak ada satu dokumen intelijen pun, yang sudah terbuka di pengadilan, yang pernah menyebutkan ada skenario untuk membenturkan kelompok agama Islam dan Kristen di kota tersebut. Hal ini dikatakannya menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq, kemarin.

Mengutip informasi dari Badan Intelijen Negara, Mahfudz mengatakan ada upaya untuk menjadikan Solo sebagai Ambon berikutnya. Hal tersebut, kata dia, telah disampaikan BIN kepada kepolisian pada 21 September lalu.

“Tidak ada satu dokumen pun yang sudah terbuka di pengadilan bahwa ada kegiatan ingin membenturkan umat Islam dan Kristen di Solo,” kata Dynno dalam perbincangan dengan okezone, Selasa (27/9/2010) malam. “Itu hanya lambang saja, solidaritas terhadap kelompok yang mereka bela di Ambon,” imbuhnya merujuk pada kerusuhan yang kembali pecah di Ambon baru-baru ini.

Di luar persoalan akurasi analisa intelijen tersebut, Dynno menilai serangan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Kelurahan Tegalharjo, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu (25/9) kemarin, merupakan keberhasilan kelompok Cirebon mengelabui pengejaran Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.

Di sisi lain, yang lebih mengkhawatirkan, kelompok ini berhasil meradikalisasi pemuda untuk mengorbankan nyawa demi apa yang mereka percayai sebagai jihad. Keberhasilan ini tak terlepas dari pengaturan gerakan yang tidak memiliki struktur jelas dan cenderung mengandalkan kedekatan personal dan ideologi guna merekrut anggota baru.

“Kalau bom Bali I dan II dulu ada gabungan organisasi dengan struktur jelas. Kali ini hanya kelompok pertemanan saja, yang lebih menonjol hubungan personal dan ideologi,” katanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar