Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Selasa, 20 September 2011

alt
  Fuad Bawazier
  Mantan Menteri Keuangan



Melihat situasi dan kondisi politik, ekonomi dan sosial seperti sekarang ini, rasanya sangat sulit jika Pemerintahan SBY mampu bertahan hingga 2014. Sebab mayoritas rakyat sudah sangat kecewa sehingga tinggal menghitung hari sampai rakyat menurunkan SBY dari kursi kekuasaannya secara paksa melalui sebuah revolusi, seperti terjadi di beberapa negara Timur Tengah.

Untuk menelaah lebih mendalam tentang situasi politik, ekonomi dan sosial sekarang yang bisa menuju kepada negara gagal (failed state), berikut ini wawancara Tabloid Suara Islam dengan mantan Menteri Keuangan dan Ketua DPP Partai Hanura, Dr Fuad Bawazier seputar 7 tahun pemerintahan SBY dan indikasi Indonesia menuju negara gagal.   

Dengan kondisi negara kita yang carut marut seperti sekarang ini, apakah mengindikasikan Indonesia sedang menuju kepada negara gagal  atau failed state, sebagaimana terjadi di Afrika ?


Indikasi Indonesia menuju kepada negara gagal memang cukup jelas. Kalau tidak segera diambil langlah-langkah partisipatif. Pertama, setiap hari terjadi demo mahasiswa yang menjatuhkan wibawa pemerintah. Kedua, skandal demi skandal tak ada habisnya di Indonesia, seperti Century, Nazaruddin, pesawat impor dari China, bantuan kereta api bekas dari Jepang, skandal Depnakertrans yang diduga melibatkan pejabatnya dan sebagainya.

Ketiga, Pemerintah tampak tak mampu menuntaskan problem yang timbul terus menerus. Semua problem tidak bisa dituntaskan dan mengambang, hanya mengharapkan kasus baru dan skandal baru. Keempat, mulai tampak ketidakpatuhan  rakyat atau bawahan kepada pemimpin  formal atau informal. Bupati melawan Gubernurnya, Gubernur melawan Menterinya, Presiden mengakui sendiri instruksinya tidak dijalankan Menterinya dan Wapres juga begitu. Orang sudah tidak mendengarkan kiyainya, anggota MUI berfatwa BBM haram malah diketawain.  Kelima, konflik terjadi pada semua instansi atau organisaisi, baik di pemerintahan maupun ormas. Kalau konflik terlalu banyak menunjukkan negara tidak sehat, seperti di MK terjadi konflik, internal partai konflik, ormas dan pemerintah juga terjadi konflik. Bahkan konflik fisik juga terjadi antara TNI dan Polri. Itulah salah satu ciri menuju negara gagal.

Keenam, adanya disparitas yang terasa sehari-hari bahkan kadang-kadang menimbulkan kriminalitas, kekerasan, main hakim sendiri dan diikuti pula dengan pembangkangan. Ketujuh, pelayanan masyarakat sangat lemah, mulai dari KTP, SIM, Rumah Sakit dan sebagainya. Hal itu mengindikasikan ketidakmampuan keuangan negara.  Jangankan untuk membangun yang baru, untuk memelihara yang ada saja sudah berat. Kedelapan, rakyat semakin tidak percaya kepada pemerintah. Mereka menganggap pemerintah tukang bohong, penipu dan tidak pernah jujur. Rakyat juga tidak percaya kepada aparat penegak hukum, polisi dan lembaga pemerintahan lainnya. 

Kesembilan, pemerintah dan para pejabatnya sudah kehilangan sensitifitas dan rasa malu. Padahal awal dari meletusnya revolusi di Tunisia tahun lalu karena pejabatnya tidak memiliki sensitifitas, sehingga menimbulkan pergolakan lebih besar lagi. Karena tidak punya rasa malu, maka kalau bersalah tidak bersedia mundur, ini jelas berbahaya. Kesepuluh, kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi sehingga tak teratasi.  Kesebelas, jurang kelompok kaya dan miskin semakin lebar. Keduabelas, selalu ada perasaan tidak aman terhadap masa depan anak-anaknya terutama yang lulus Perguruan Tinggi untuk bekerja. Kalau sudah tidak ada harapan, jelas ini akan sangat berbahaya.   

Dari beberapa indikasi ini, saya yakin akan terjadi suatu perubahan pemerintahan. Tetapi mana yang terlebih dahulu, jatuhnya pemerintahan dan kepemimpinan nasional secara konstitusional ataukah terjadinya revolusi rakyat untuk menurunkan pemerintahan. Sebab rakyat sekarang sudah tidak kuat dengan kehidupan seperti ini. Saya meragukan SBY akan mampu bertahan hingga 2014.

Kalau Century dibendung, kasus Nazaruddin dibendung, maka lama kelamaan rakyat akan faham kalau terus menerus dibohongi. Awalnya rakyat bisa dibohongi, lama kelamaan tidak mungkin lagi bisa dibohongi, sehingga percitraan sudah tidak laku lagi. Saya kira nanti akan ada perubahan konstitusional dan rakyat akan bertindak sendiri-sendiri, karena Century tidak diselesaikan secara benar dan konstitusional. Namun jika diselesaikan secara benar dan konstitusional, mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi rakyat yang sedang menderita ini.      

Jika terjadi revolusi rakyat untuk mengulingkan pemerintah, apa mungkin ekonomi kita akan kembali seperti 1998 dimana nilai tukar rupiah jatuh hingga Rp 17 ribu per dollar dan perekonomian nasional hampir bangkrut ?

Bisa ya bisa tidak ! Jika ya, tidak akan sedrastis dulu. Karena ekonomi dan politik sudah bisa mulai mengukur dan memahami masing-masing. Kalau zaman Orba, saking kelewat tertib dan stabilnya, orang sudah was-was karena sudah biasa stabil. Kalau sekarang sudah bisa membedakan kalau sewaktu-waktu terjadi gejolak, seperti di Thailand. Masalah politik dan pasar juga bisa mengatur dirinya sendiri. Jadi seolah-olah ekonomi sudah kebal dengan timbulnya gejolak politik. Kalaupun ada, tidak akan sedrastis seperti zaman Orba.

Dalam kasus Nazaruddin yang menjadi tukang cari sumbangan bagi PD di berbagai Kementerian, seharusnya PD sudah dibubarkan karena pejabatnya korupsi yang membiayai partai ?

Ya ! PD tidak bisa mengatakan karena Nazar pribadi, ini bukan Nazar pribadi tetapi sebagai bendahara umum PD. Memang kalau bukan bendahara umum PD, dia bisa berbuat begitu dengan keluar masuk Kementerian untuk mencarikan dana bagi partainya. Nazaruddin bisa mendapatkan proyek di Kementerian dan keluar masuk untuk bertemu pejabatnya dikarenakan posisinya sebagai pejabat PD. Partai Demokrat pernah mengakui secara pribadi dia menyumbang sampai Rp 13 miliar.

Apakah dengan korupsi yang dilakukan Nazaruddin dan sebagian dananya dinikmati partainya, maka PD bisa dibubarkan ?

PD harus bertanggungjawab. Kalau benar PD menerima dana hasil korupsi dari Nazaruddin, sudah memenuhi syarat untuk dibubarkan. Masalahnya, ada tidak yang berani dan bisa tidak membubarkan PD ? Karena ada indikasi PD telah memakan uang negara, maka sudah memenuhi syarat untuk dibubarkan, karena telah memenuhi salah satu unsur gugurnya sebuah partai. Adapun yang berhak membubarkan partai ya Mahkamah Konstitusi (MK). Cuma masalahnya, yang mengajukan pembubaran harus pemerintah  dan ini sama saja dengan bohong. Padahal dalam UUD 1945, tidak ada kalimat yang mengatakan pembubaran partai harus diajukan oleh pemerintah. Seperti partai Thaksin di Thailand, karena dianggap korupsi maka dibubarkan.   

Kita lihat pemerintah yang semestinya penjaga, malah bertindak seperti pagar makan tanaman, sehingga APBN dan APBD bocor dikorupsi. Seperti dalam kasus skandal di Kemenakertrans serta di BUMN dan BUMD. Seharusnya mereka menjaganya tetapi malah membocorinya. Juga adanya komersialisasi kebijakan pemerintah seperti dalam bentuk PP, sehingga bisa dijadikan uang dengan melobby para pengusaha. Ada juga komersialisasi dalam penegakan hukum, bahkan revisinya bisa dikomersialkan. Seharusnya hukuman bagi koruptor adalah dipotong tangannya, bukannya dipotong hukumannya. Juga komersialisasi dalam penerimaan PNS dan pelayanan publik dimana semuanya harus memakai uang. Juga komersialisasi dalam kewenangan yang dimiliki pemerintah dimana yang diberi ijin harus membayar sejumlah uang. Kalau pemerintah sudah menjadi pagar makan tanaman, maka ada indikasi negara gagal atau bangkrut, karena digerogoti sendiri oleh penjaganya. Pemerintah yang seharusnya menjadi asset justru menjadi beban. Maka sekarang pemerintah sudah tidak memiliki dana pembangunan, dimana bagian untuk rakyat justru dihabiskan untuk membayar birokrasi dan belanja rutin sehingga terancam bangkrut. APBN digunakan untuk membayar cicilan utang beserta bunganya, padahal itu proyeknya siapa. Jadi APBN dan APBD justru digerogoti oleh pemerintah sendiri dan semua kewenangan dan perijinan dikomersilkan, sehingga membangun jalan saja pemerintah sudah tidak mampu tetapi selalu mencari kambing hitam, bak muka buruk cermin dibelah.     

Tampaknya perekonomian Indonesia masih dikendalikan Mafia Berkeley seperti era Orba lalu, dimana Sri Mulyani menjadi murid Widjojo Nitisastro. Bagaimana komentar anda ?

Saya kira masih, sehingga ganti Presiden tidak mengganti rezim ekonominya. Utang luar negeri terus membesar dan itu merupakan kekuatan mereka. Sejak dulu Indonesia selalu dijadikan negara pengutang dan itu menjadi modal kekuatan mereka untuk terus mengendalikan negara ini.

Abdul Halim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar