Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Kamis, 29 September 2011

Pembersihan Demokrat : Datang dari Swiss, Menghilang di Cikeas



Jakarta - Swiss, pertengahan Juni 2011. Presiden SBY sedang melakukan kunjungan untuk acara ILO. Di sela-sela acara itu, tiba-tiba saja ia memanggil seseorang 'istimewa' jauh-jauh dari Jawa Timur untuk datang.

Orang istimewa itu adalah Ketua DPD Partai Demokrat Jatim Sukarwo. Ia datang untuk diajak diskusi tentang PD yang saat itu tengah gonjang-ganjing akibat ulah mantan bendahara umumnya, M Nazaruddin.

Ikut dalam diskusi itu Menko Polhukam Djoko Suyanto dan sejumlah elit PD.
Saat itu SBY minta Sukarwo ikut memikirkan masalah PD. Mantan aktivis GMNI itu juga diminta membersihkan jaringan HMI di PD wilayah Jatim.

Dalam pertemuan itu tercetus rencana Kongres Luar Biasa (KLB). Sukarwo dan Djoko Suyanto diplot untuk menggantikan Anas Urbaningrum. Tapi sebulan kemudian setelah pulang ke tanah air, rencana itu kemudian berubah total. Saat SBY akhirnya jumpa pers di Cikeas pada 11 Juli 2011, ia menegaskan tidak akan ada KLB.

“SBY akhirnya memilih jalan menjebloskan Anas lewat hukum. Sebab kalau lewat KLB , Ibas bakal ikut keseret, selain itu Anas nanti terkesan dizalimi,” kata sang sumber.

Djoko Suyanto hingga kini belum bisa dimintai konfirmasi soal kabar tersebut.

Pertengahan 2001. Peristiwa bersejarah bagi PD bermula dari lantai 6 Gedung Bank Artha Graha. Tepatnya di ruang kerja mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara era orde baru, T.B. Silalahi. Di sinilah SBY untuk pertama kalinya mengungkapkan keinginan untuk menjadi presiden Indonesia.

Pada pertengahan 2001, SBY masih menjabat Menko Polhukam era Presiden Megawati. Dia menemui TB Silalahi didampingi Sudi Silalahi, yang waktu itu masih menjabat Sekretaris Menko Polhukam.

Kepada TB Silalahi, SBY minta pendapat apakah dirinya layak menjadi presiden. “Apakah saya pantas jadi presiden?" kata SBY seperti ditirukan sumber detikcom.TB Silalahi pun kemudian menjawab, sangat pantas. Mendengar jawaban itu, SBY kemudian meminta bantuan kepada TB Silalhi untuk membantunya.
"Abang saya anggap sebagai mentor saya. Jadi tolong bantu."

Setelah itu, pertemuan SBY dan TB Silalahi semakin intens. Untuk memenuhi komitmennya membantu SBY, TB Silalahi kemudian menyusun pembentukan parpol yang kemudian diberi nama Partai Demokrat.

TB Silalahi membenarkan ia yang menggodok pembentukan PD. "Pembentukan partai (PD) hanya untuk syarat saja. Supaya bisa mengantarkan SBY jadi presiden," terangnya kepada detikcom.

Karena hanya sekadar syarat, pengurus partai dipilih secara langsung. Para pendiri partai tidak terlalu memusingkan siapa yang menjabat sebagai ketum atau pengurus. Sebab tujuan mereka hanya satu yakni mengantarkan SBY menjadi presiden. Sementara untuk urusan partai dikelola sambil lalu saja.

Tapi para pendiri ini tidak menyangka jika PD ternyata melesat dengan cepat. Pada Pemilu 2004, PD meraih suara sebanyak 7,45% (8.455.225) dari total suara dan mendapatkan kursi sebanyak 57 di DPR.
Dengan begitu PD meraih peringkat ke 5 Pemilu Legislatif 2004. Raihan ini tentu saja merupakan sebuah prestasi bagi PD sebagai partai baru.

Meski begitu, pengurus partai menganggap raihan suara PD hanya pengaruh peningkatan popularitas SBY. Itu sebabnya semua kegiatan atau keputusan PD semua bermuara kepada SBY. Apalagi ketua umumnya Hadi Utomo, yang terpilih pada Kongres I PD merupakan adik ipar SBY.

Anggapan elite PD mulai berubah setelah partai ini menjadi pemenang pemilu dengan mendapat suara dukungan 21.703.137 atau 20,4% pada Pemilu 2009.

Eforia pun langsung terjadi di internal PD. Dengan kemenangan itu, kader PD merasa melonjaknya suara PD bukan hanya imbas popularitas SBY, melainkan hasil kerja mereka.

"Memang menjelang Pemilu 2009 terjadi peningkatan jumlah kader maupun simpatisan. Tapi perekrutan yang dilakukan tidak selektif. Para pengurus hanya mencari kuantitas saja. Bukan kualitas," ujar Silalahi.

Seiring banyaknya kader-kader baru di PD, sikap partai pelan-pelan berubah terhadap SBY. Pada awal berdirinya PD merupakan kumpulan para pendukung SBY alias fans club SBY. Belakangan sejumlah kader PD menginginkan perubahan paradigma itu dengan menjadikan PD sebagai partai modern yang tidak mengkultuskan figur SBY.

Bentuk perubahan sikap sejumlah elit partai mulai terlihat saat Kongres II PD di Bandung, Agustus 2010. Saat itu, SBY dan orang-orag dekatnya menginginkan Andi Mallarangeng menjadi Ketua Umum PD mengantikan Hadi Utomo. Pertimbangannya, pada 2014 Andi bakal diusung sebagai cawapres mendampingi Ani Yudhoyono sebagai capres.

Tapi rencana yang disusun orang-orang dekat SBY ini kandas. Sebab Anas ternyata sudah melakukan gerilya ke sejumlah DPD untuk mencari dukungan. Anas juga tidak mau menyerah ketika SBY memintanya untuk tidak maju sebagai calon ketum. Akhirnya Anas pun terpilih jadi Ketum PD. Kemenangan Anas ini merupakan kemenangan pertama kubu Anas terhadap SBY dan para pendukungnya.

Setelah itu, kubu SBY kembali menelan pil pahit ketika rencana mengusung Ani Yudhoyono sebagai capres 2014 mendapat penolakan dari kubu Anas. Padahal survei internal sudah dilakukan untuk mengukur elektabilitas Ani.

"Rencana itu buyar setelah Ruhut membocorkannya ke publik. Hingga akhirnya SBY menyatakan keluarganya tidak akan maju di Pilpres 2014," jelas sumber detikcom di internal PD.

Pertarungan atara kubu SBY dan Anas bukan hanya terjadi dalam penentuan sikap politik di tingkat nasional. Di tingkat daerah, dalam Pemilukada perseteruan juga terjadi dalam menetapkan calon yang didukung PD, misalnya dalam Pemilukada di Sulut.

Bukan itu saja, pasca Anas jadi ketum, para pendiri PD merasa tersingkirkan. Mereka tidak punya lagi hak suara di dalam partai. Tapi belakangan peta kekuatan itu mulai berubah. Kubu Anas saat ini mulai blingsatan pasca kasus korupsi yang dilakukan mantan bendahara umum PD Muhammad Nazaruddin. Apalagi Nazar semakin gencar melakukan serangan terhadap Anas, yang merupakan teman dekatnya di PD.

Tapi kabar perseteruan SBY dan Anas dibantah sejumlah elit PD. Mereka menyatakan hubungan Anas dan SBY baik-baik saja. Meski awalnya tidak mendukung Anas, kini SBY sudah menerima kepemimpinan Anas.“SBY dan Bu Ani itu suka loh sama Anas,” kata sumber detikcom
.
Ketua DPP PD Kastorius Sinaga menduga ada pihak-pihak tertentu yang ingin menghancurkan PD dan SBY. Namun Kastorius tidak mau menjelaskan pihak yang dimaksud.

Sebenarnya munculnya isu konflik antara SBY dan Anas memang tidak bisa dielakkan. Hal ini lantaran elite PD tidak menaati aturan main partai. Semua berbicara sendiri-sendiri sehingga memunculkan ada perpecahan.

"Ini semua karena ada beberapa elite yang tidak bisa kontrol diri. Mereka asyik berseteru dengan teman partainya sendiri. Wajar kalau orang luar melihatnya ada perpecahan,” kata pengamat politik dari Uvolution Indonesia Andi Syafrani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar