Jakarta - Nama Direktur Eksekutif World Bank Sri Mulyani Indrawati (SMI), jadi gunjingan para pensiunan jenderal. Ketua Persatuan Purnawirawan TNI-AD (PPAD) Letjen Purn Soerjadi tiba-tiba bercerita tentang permintaan diplomat asing untuk mencalonkan SMI.
�
Kalau saja dunia politik tidak dihebohkan oleh perang pernyataan antara Nazaruddin dengan pengurus Partai Demokrat (PD) lainnya, pengakuan Soerjadi ini pasti jadi berita besar. Ya, paling tidak aktor-aktor politik yang merasa dirinya nasionalis, akan meributkannya.
�
Apalagi SMI adalah figur yang berpengaruh di World Bank dan International Monetary Fund, yang tidak lain adalah agen kapitalisme internasional. Para nasionalis selalu memusuhi figur internasional semacam SMI, yang dianggap merusak tata perekonomian nasional. Oleh karenanya mereka pasti berkeras menolak pencalonan SMI sebagai presiden.
�
Wimar Witoelar, salah seorang pendukung SMI, tidak menampik sejumlah tudingan miring kepada SMI: antek AS, agen CIA, neoliberal, pembela koruptor dan sebagainya. “Justru dengan isu-isu yang tidak pernah terbukti itu malah masyarakat akan lebih mengenal dia. Sebenarnya ada untungnya Sri Mulyani difitnah,” tegasnya.
�
Meributkan SMI yang dihubungkan dengan pencalonan presiden, sesungguhnya sesuatu yang terlalu pagi. Sebab, hingga saat ini sebetulnya SMI belum pernah memberikan komitmen kepada siapapun untuk menjadi capres.
Namun bukan politisi Indonesia jika tidak mengantisipasi segala macam kemungkinan, termasuk kemungkinan tampilnya SMI sebagai calon presiden. Sebab, dibandingkan dengan calon-calon yang sudah dijual, nama SMI masih lebih baik: punya integritas, kapasitas dan kepemimpinan.
�
Hanya masalahnya SMI tidak memiliki basis dukungan partai politik. Sejumlah orang tengah mendirikan Partai SRI untuk memberikan basis massa bagi pencalonan SMI pada Pemilu 2014 nanti. Namun banyak pengamat meragukan kemampuan Partai SRI dalam mendulang suara pada pemilu legislatif nanti.
�
Akibatnya jika tetap ingin maju, SMI harus bergerak bersama partai politik. Sebab UUD 1945 mengatur: pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pertanyaannya: partai mana yang mau mencalonkan SMI?
�
Setelah SBY menegaskan bahwa istrinya, Ani Yudhoyono, tidak akan mencalonkan diri menjadi presiden, anggota Dewan Pembina Ahmad Mubarok, mengusulkan nama SMI sebagai capres PD. Namun usulan Mubarok itu seperti tidak bersambut, lebih-lebih setelah Ketua Umum PD Anas Urbaningrum mendapat tuduhan bertubi-tubi dari Nazaruddin. Bisa-bisa skenario pencalonan Ani Yudhoyono akan muncul kembali.
�
Siapa di antara dua Ani tersebut yang berpeluang besar dalam menghadapi Pilpes 2014? Menurut pengamat politik Indo Barometer, Muhammad Qodari, peluang SMI sangat kecil jika dibanding Ani Yudhoyono. Apalagi PD saat ini berbeda dengan PD saat 2004 dan 2009. "PD saat ini merasa sebagai pasar besar. Mana mungkin mau mengusung orang dari luar partai. Kalau 2004 atau 2009 kemungkinan itu masih ada," jelas Qodari kepada detik+.
Qodari memprediksi, yang berpeluang besar sebagai capres dari PD pada Pilres 2014 adalah Letnan Jenderal Pramono Edi Wibowo yang kini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Sebab bagi SBY unsur militer punya nilai yang tinggi untuk didukungnya sebagai capres. Apalagi bila Pramono dicalonkan, PD diyakini tidak akan keberatan lantaran masih keluarga Ketua Dewan Pembina yang juga pencetus PD.
Hanya saja, soal kepastiannya, Qodari juga tidak bisa menjamin. Sebab bisa saja pada situasi tertentu menjelang pilpres SBY melakukan pilihan lain. Misalnya dengan menyetujui istrinya maju sebagai capres.
"SBY biasanya punya plan A,B,atau C dalam menghadapi suatu masalah. Jadi baiknya kita tunggu saja menjelang Pilpres," jelasnya.
Qodari mencontohkan, pada Pilpres 2004, saat SBY mau maju sebagai capres, SBY khawatir kalau suara PD partai yang dijadikannya sebagai kendaraan menuju istana kurang elektabilitasnya. Sebab banyak orang tidak tahu kalau PD didirikan oleh SBY. Sebab masyarakat saat itu hanya tahu SBY itu Ketua Dewan Pembina saja.
�
Apalagi ketua umum PD saat itu, Subur Budhisantoso, bukan orang yang punya hubungan dekat dengan SBY. Untuk memberikan keyakinan ke publik SBY kemudian menunjuk istrinya untuk menjadi Wakil Ketua Umum PD. Pilihan itu akhirnya tidak sia-sia.
�
Perolehan suara PD sebagai partai pendatang baru cukup lumayan, yakni mencapai 7%. Sehingga SBY pun memenuhi syarat untuk maju sebagai capres. Nah, kata Qodari, pilihan yang dilakukan SBY bisa saja terulang pada Pilpres 2014. Yakni, ketika capres yang diusung PD nantinya ternyata kurang elektabilitasnya, SBY besar kemungkinan akan menunjuk istrinya untuk maju sebagai capres.
"Jadi kalau menurut saya peluang Ani Yudhoyono untuk maju sebagai capres PD tentu lebih besar dibanding SMI. Apalagi SMI punya banyak musuh," tegas Qodari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar