Dalam Konferensi Pers sesaat setelah kedatangan Nazarudin ke Indonesia beberapa waktu lalu, Ketua KPK Busro Muqodas menginformasikan bahwa Nazarudin terlilit 32 kasus di 5 kementrian yang total nilainya mencapai Rp 6 triliyun.
Informasi Busro tersebut semakin menguatkan adanya mafia proyek yang melibatkan politisi partai berkuasa. Dugaan mengenai adanya mafia proyek yang beroperasi di proyek-proyek pemerintah sebenarnya sudah muncul beberapa bulan lalu pada saat Ketua DPR ngotot untuk membangaun gedung baru DPR dengan harga yang jauh dari wajar. Keterangan Busro tersebut adalah jawaban atas kecurigaan publik selama ini.
Akan tetapi anehnya, pemberian informasi publik mengenai pengusutan 32 kasus tersebut tidak pernah dilanjutkan hingga saat ini, setelah nyaris sebulan Nazarudin diperiksa KPK. KPK seolah berjalan di tempat, karena tidak ada satupun informasi tambahan yang disampaikan kepada publik.
Kami mendapat informasi bahwa sebenarnya Busro Muqoddas “keceplosan” ketika mengumumkan penyelidikan 32 kasus tersebut. Busro terlalu bersemangat di awal, padahal KPK belum tentu berani mengusut kasus-kasus tersebut hingga tuntas, karna tentu saja KPK akan berhadapan dengan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan politik sangat besar.
Diduga saat ini ada pihak-pihak yang sedang bergerilya untuk memastikan KPK hanya mengusut 2 kasus yang melilit Nazarudin, sisanya akan dibiarkan terus mengambang,
Sungguh masuk akal jika banyak pihak yang “kebakaran jenggot” dengan diumumkannya penyelidikan 32 kasus tersebut, sebab penyelidikan tentu akan menyeret banyak orang yang mempunyai posisi tinggi di kekuasaan, karena tidak mungkin Nazarudin melakukan aksinya seorang diri.
Jika KPK benar-benar bekerja serius, dalam waktu 1 bulan tersebut sudah ada perkembangan signifikan soal penyelidikan 32 kasus tersebut,sebab Nazarudin yang diduga sebagai actor utama sudah tertangkap, selain itu beberpa orang yang terkait kasus Nazarudin sudah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor.
Dalam waktu dekat ini harusnya KPK sudah bisa menyampaikan progress report penyelidikan 32 kasus tersebut kepada publik. Setidaknya informasi mengenai di departemen apa saja kasus tersebut terjadi, berapa nilai kerugian negara di masing-masing departemen, dan siapa saja orang-orang di departemen yang diduga terlibat.
Sikap KPK yang terkesan tertutup soal 32 kasus di 5 kementrian ini sungguh amat disayangkan, mengingat selama ini KPK menjadi salah satu institusi penegak hukum yang mendapatkan kepercayaan tinggi dibanding institusi penegak hukum lain . Idealnya dalam setiap perkara, KPK bisa menyampaikan progress report kepada publik satu kali setiap dua minggu. Waktu tersebut sama dengan standar waktu yang diberikan Polri dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pihak pihak pelapor dalam perkara pidana.
Kita harus menggaris-bawahi bahwa sebagai badan publik KPK yang harus menerapkan keterbukaan dalam pengusutan 32 kasus ini. Dalam batas-batas tertentu KPK harus memberi informasi kepada publik tentang apa yang telah, sedang dan akan dilakukan .
KPK harus memahami bahwa keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
Kami menyerukan kepada masyarakat untuk terus menagih informasi kepada KPK tentang penyelidikan 32 kasus ini. Kita tentu tidak berharap 32 kasus tersebut “dipetieskan” dan tidak diusut sampai tuntas.
Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan kerja-kerja KPK. Publik hanya dapat memantau kerja KPK jika azas keterbukaan diterapkan. Namun akan sangat sulit mempercayai kredibilitas KPK dalam kasus ini tanpa diterapkannya azas keterbukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar