AM Fatwa: Pencekalan Zaman Orba Tak Pakai Surat
INILAH.COM, Jakarta - Mahkamah Konstitusi kembali melanjutkan persidangan pengujian UU No 6 tahun 2011 tentang keimigrasian (pasal 96 ayat 1) yang diajukan mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra dengan acara mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli.
Saksi fakta yang dihadirkan yaitu Anggota DPD sekaligus mantan Wakil Ketua MPR AM Fatwa, Anggota DPR Fraksi PKS Fahri Hamzah, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, dan Ahli HAM yakni Guru Besar Universitas Negeri Hafid Abas.
Dalam persidangan, AM Fatwa menyatakan pada tahun 1980 tercatat dicekal tanpa ada surat pencekalan. Fatwa adalah salah seorang tokoh Petisi 50 yang sempat mendekam di bui karena dituduh terlibat dalam Peristiwa Priok dan dijerat dengan UU Subversif.
"Saya tidak dapat surat pencekalan, cuma dari Presiden dan mulut ke mulut, saya tidak boleh pinjam uang ke bank, tidak boleh ikut acara kepresidenan, tidak boleh ke luar negeri," ucap AM Fatwa kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pada persidangan dengan pemohon Yusril Ihza Mahendra, di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/11/2011).
Lalu setelah ada perubahan politik pada pemerintahan, AM Fatwa mengatakan hanya wajib melapor kepada Kejaksaan Agung tanpa belum ada kejelasan soal statusnya, tetapi pemerintah memberikan kemudahan seperti tidak mempermasalahkan kembali dia pergi ke luar negeri.
Saksi fakta yang dihadirkan yaitu Anggota DPD sekaligus mantan Wakil Ketua MPR AM Fatwa, Anggota DPR Fraksi PKS Fahri Hamzah, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, dan Ahli HAM yakni Guru Besar Universitas Negeri Hafid Abas.
Dalam persidangan, AM Fatwa menyatakan pada tahun 1980 tercatat dicekal tanpa ada surat pencekalan. Fatwa adalah salah seorang tokoh Petisi 50 yang sempat mendekam di bui karena dituduh terlibat dalam Peristiwa Priok dan dijerat dengan UU Subversif.
"Saya tidak dapat surat pencekalan, cuma dari Presiden dan mulut ke mulut, saya tidak boleh pinjam uang ke bank, tidak boleh ikut acara kepresidenan, tidak boleh ke luar negeri," ucap AM Fatwa kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pada persidangan dengan pemohon Yusril Ihza Mahendra, di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/11/2011).
Lalu setelah ada perubahan politik pada pemerintahan, AM Fatwa mengatakan hanya wajib melapor kepada Kejaksaan Agung tanpa belum ada kejelasan soal statusnya, tetapi pemerintah memberikan kemudahan seperti tidak mempermasalahkan kembali dia pergi ke luar negeri.
"Tapi pergi ke luar negeri tidak ada masalah, malah difasilitasi. Nyata bahwa aturan keimigrasian merupakan keputusan kekuasaan politik pada waktu itu," ucapnya.
Ia juga mengaku, selama dicekal sempat diusir dalam acara kepresidenan dan kongres HMI di Bandung pada tahun 1981. "Saya tidak boleh ikut acara yang 1 atap dengan RI 1, saya sempat tidak boleh keluar hotel karena presiden dan wakil presiden mau keluar," bebernya.
Ia menjelaskan mekanisme pencekalan dalam era Orde Baru dengan era reformasi sangatlah berbeda meskipun dari segi administrasi pencekalan di era reformasi lebih baik. "Tetapi kalau tidak ada kepastian hukum itu akan sangat menyiksa dan melanggar HAM," ucapnya.
Tentu saja keterangan dari saksi fakta, AM Fatwa sangat meringankan bagi pemohon Yusril Ihza Mahendra. Kemudian, lanjutnya pencekalan terhadap AM Fatwa berakhir tidak jelas tanpa adanya surat pemberhentian pencekalan.
Ia juga mengaku, selama dicekal sempat diusir dalam acara kepresidenan dan kongres HMI di Bandung pada tahun 1981. "Saya tidak boleh ikut acara yang 1 atap dengan RI 1, saya sempat tidak boleh keluar hotel karena presiden dan wakil presiden mau keluar," bebernya.
Ia menjelaskan mekanisme pencekalan dalam era Orde Baru dengan era reformasi sangatlah berbeda meskipun dari segi administrasi pencekalan di era reformasi lebih baik. "Tetapi kalau tidak ada kepastian hukum itu akan sangat menyiksa dan melanggar HAM," ucapnya.
Tentu saja keterangan dari saksi fakta, AM Fatwa sangat meringankan bagi pemohon Yusril Ihza Mahendra. Kemudian, lanjutnya pencekalan terhadap AM Fatwa berakhir tidak jelas tanpa adanya surat pemberhentian pencekalan.
"Perlakukan berakhir tidak jelas, malah difasilitasi, waktu itu adanya perubahan politik dan turunnya situasi ketegangan, saya dibuang ke Cirebon, Bandung, Bogor, dan kembali ke Cipinang, perlakukan itu berubah dengan sendirinya tanpa ada pemberitahuan yang jelas," kata nya. [mvi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar