Markas : Jl. Peta No. 49 Tlp/Fax 022-5224189 Bandung.40243 /dpwpbbjabar@gmail.com

Rabu, 16 November 2011

Hasil Survei yang Menyesatkan Rakyat



Belum lama ini sebuah lembaga survei memberitakan hasil  Survei nasional yang dilakukan oleh Jaringan Suara Indonesia (JSI). JSI melakukan riset  dengan waktu penelitianya dimulai dari 10 hingga 15 Oktober 2011, dengan jumlah sampel 1.200 responden.

Dalam riset yang di kerjakan oleh JSI menghasilkan beberapa nama Calon Presiden yang masih diminati oleh masyarakat salah satunya adalah Megawati Soekarnoputri dengan perolehan  dukungan 19,6 persen. Sedangkan di posisi kedua, berdasarkan hasil survei  JSI, adalah Prabowo Subianto sebesar 10,8 persen, diikuti Aburizal Bakrie, 8,9 persen.  Hasil survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) juga menyatakan bahwa mayoritas masyarakat puas atas kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua tahun kepemimpinannya. Klaim JSI, sebanyak 53,2 persen responden menyatakan puas. Hanya 43,2 persen menyatakan tidak puas, dan sisanya menjawab tidak tahu. Adapun, terhadap kinerja Wakil Presiden Boediono, sebanyak 49 persen menyatakan tidak puas, 44,8 persen menyatakan puas, dan 6,2 persen tidak menjawab.

Sedangkan Dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) melansir hasil surveinya, bahwa publik sangat kecewa dengan kiprah politisi muda. LSI mengklaim bahwa Dari 1.200 responden yang dilakukan survei, hanya 24,8 persen responden yang menilai politisi muda berperilaku baik. Sedangkan Sisanya, sebagian menilai buruk dan sebagian lagi tidak menjawab. Politisi muda yang dimaksud dalam survei ini adalah politisi yang berkiprah dengan usia di bawah 50 tahun. Sementara, politisi senior, yakni politisi yang berusia di atas 50 tahun.
Hasil survei LSI juga menunjukan politisi muda lebih buruk dibanding seniornya. Tercatat hanya 15,4 persen responden menganggap politisi muda lebih baik dibanding seniornya, 23,8 persen menganggap politisi senior lebih baik dibanding politisi muda dan 37,6 persen menganggap politisi muda sama saja, dan hanya melanjutkan keburukan politisi seniornya.

Yang sangat menarik dari hasil survei kedua lembaga ini adalah ada dua survei yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja Pemerintahan SBY, yakni survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada 5-10 Oktober, dan survei yang dilakukan Jaringan Suara Indonesia (JSI) pada 10-15 Oktober. Hasil temuan kedua survei tersebut ternyata berbeda. Hasil survei LSI−dirilis 16 Oktober− menunjukkan hanya sebanyak 46,2 persen publik yang puas terhadap kinerja Pemerintahan SBY, atau dengan lain perkataan mayoritas publik tidak puas terhadap kinerja SBY. Sedangkan, hasil survei yang dilakukan JSI –dirilis 23 Oktober−menunjukkan temuan sebaliknya, yakni sebanyak 53,2 persen publik ternyata puas terhadap kinerja SBY, atau dengan kata lain mayoritas publik puas terhadap kinerja SBY. Hasil dari kedua  survei yang berbeda ini tentu akan membingungkan publik, karena idealnya hasil kedua survei tersebut tidak berbeda.

Kemunculan hasil yang menempatkan Megawati, Prabowo dan Aburizal Bakrie dalam pemberitaan JSI besar mengandung perianyaan ke absahan surve tersebut, bagaimana tidak dari beberapa nama yang di munculkan sebagai calon presiden oleh JSI sebagianya adalah Tokoh tua yang memiliki masalah besar pada bangsa ini. Bahkan di perparah dengan hasil penemuan LSI yang mengindikasi bahwa politisi Muda kiprahnya sangat buruk dimata publik. Adanya penghancuran figur tokoh tokoh muda sangat kental  jika di lihat dari penemuan hasil survey tersebut.  Melihat dari nama nama yang di cantumkan oleh kelembagaan survey tersebut ada kemungkinan tokoh tokoh muda justru tidak di tampilkan utuh, hanya sebagai pelengkap penelitian saja.

Belajar Kejujuran dari Hasil Survei

Bahasa sederhana dari pemahaman Survei adalah suatu kegiatan pengumpulan informasi dari sejumlah responden dengan menggunakan berbagai teknik/metoda/cara, misal menggunakan kuesioner. Pada umumnya, pengertian survey dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Hal ini berbeda dengan sensus yang informasinya dikumpulkan dari seluruh populasi. Unit analisa dalam pelaksanaan penelitian survei adalah individu. Untuk penelitian tertentu misalkan program acara siaran di radio, pola kerja sebuah badan, lembaga, instansi ataupun individu individu pribadi misalkan politisi atau orang perorang. 

Dalam Survei biasa menggunakan teknik penelitian data yang dikumpulkan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari sekelompok individu yang disebut responden. Ini adalah metode yang digunakan secara luas dalam penelitian sociology, bisnis, ilmu politik, dan pemerintahan , serta dalam pendidikan. Hasil dari pengajuan pertanyaan pertanyaan tersebut nantinya yang akan di jadikan analisa pengembangan survey, disinilah kebenaran akan sebuah hasil di pertegas ataupun di pertanyakan kebenaran menjadi mutlak saat kualitas penelitian tersebut berorentasi sebuah kejujuran.

Mengutip pernyataan Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto  dalam beberapa pemberitaan di media nasional Secara teknis, metodologi dan momentum survei itu tendensius. Ada kemungkinan survei itu diluncurkan untuk pembunuhan karakter tokoh-tokoh muda tertentu, dan untuk memuluskan kandidat tertentu. Persepsi publik saat ini memang sedang tidak berpihak pada politisi partai secara umum, Namun tidak bisa diartikan bahwa yang senior lebih dipercaya. Kinerja politisi tidak bisa diukur dan dinilai melalui survei saja yang rawan akan pengkondisian dari lembaga survei. Apalagi momentum peluncuran hasil survei berdekatan dengan isu pencapresan beberapa tokoh seperti Aburizal Bakrie dari partai  Golkar,Prabowo dari partai Garindra dan Megawati dari PDIP.

Menjadi sebuah koreksi besar bagi setiap kelembagaan Survei yang ada di Indonesia saat ini, idealisme dari kerja kerja yang dilakukan yang seharusnya di peruntukan masyarakat terkait informasi bukan kepentingan golongan ataupun individu saja. Kepercayaan public pada kelembagaan Survei yang ada di Indonesia seharusnya jangan di kotori oleh kepentingan sesaat dengan merusak tatanan yang sudah mulai baik dalam tatanan bernorma dan berkehidupan di bumi Indonesia ini. Kesadaran akan pengerusakan kesadaran masyarakat seharusnya mulai di hentikan kalau bangsa ini ingin maju lebih baik kedepannya.

Kecerdasan masyarakat Indonesia saat ini sedang di uji oleh keadaan yang mengarah pada sebuah pola terbalik, sesuatu yang buruk di anggap baik sedangkan yang baik di tutup tutupin bahkan di buat menjadi buruk. Menjadi pewacanaan penting bagi masyarakat dengan strata terrendah hingga menengah atas, terkait pemahaman sebuah kesalahan pemahaman yang di jalankan oleh sebuah kelembagaan yang harusnya menjadi pusat informasi kebenaran bagi masyarakat malah menjadi lembaga kepentingan dari kebusukan partai politik negeri ini. Pencitraan dalam pencapaian target kepemimpinan menjadi satu aktivitas yang memuakan untuk di konsumsi bangsa ini, belajar pengalaman dari pemilu 2009 yang menyajikan tampilan tampilan karismatik yang menyesatkan.

Ahmad Husni S.Sos
Penulis adalah Wakil Ketua DPD II KNPI Jakarta Selatan Mantan Pengurus PB HMI Priode 2008-2010 Wakil Ketua Bidang Hubungan Internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar