REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Partai Golkar mengusulkan agar pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) dilakukan serentak masuk dalam RUU Pemilu yang kini tengah berjalan. Alasannya, Undang-Undang Pemilu tidak hanya akan digunakan satu atau dua periode. Selain itu, pemilu serentak juga dikatakan sejalan dengan prinsip efisiensi dari pemerintah.
Namun, Ganjar Pranowo dari Fraksi PDI-Perjuangan (PDIP), mengatakan gagasan pelaksanaan pemilu secara serentak membutuhkan waktu dan energi yang besar.
Ia pun berharap ada satu tim kecil yang bisa menyelesaikan masalah tersebut yang terdiri dari pemerintah dan DPR. "Menurut saya, mulainya dari sistem pemilu apa yang mau dipakai. Kalau itu bisa disepakati maka relatif turunannya mudah," paparnya.
Ganjar mengatakan mekanisme pengaturan menjadi hal krusial dalam usulan tersebut. Pasalnya, pada saat yang sama beban pansus bertambah, yaitu pembahasan UU Pilpres. "Kalau bisa dilakukan, usul saya perlu waktu sebelum masuk materi konsinyir untuk melakukan reclustering lagi. Makanya, kalau memang mau harus disepakati di awal," tambah Ganjar.
Anggota pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menyambut baik usulan tersebut karena akan menghemat energi dan biaya. Karena prosesnya lebih pendek dari yang sekarang ada. Hanya saja, ia mengusulkan agar prosesnya dilakukan dalam dua tahap. Pertama, memilih presiden, DPR, dan DPD. Kedua, pemilihan tingkat daerah.
"Pemilu berlangsung April, Juli pemilihan presiden. Kalau begini, akan terus menerus dan prosesnya melelahkan. Kalau memang maka konsekuensinya berdampak pada pansus yang tak lagi membahas UU Pemilu, namun menjadi pansus politik yang juga membahas pemilihan presiden, pilkada, dan yang terkait lainnya," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengemukakan, pelaksanaan pemilu secara serempak memerlukan hitungan. Karena jadwal pelaksanaan yang berbeda. "Kami menghitung mana yang dimajukan mana yang dimundurkan," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar