Posted by KabarNet pada 09/11/2011
Jakarta – Buntut kasus pembunuhan PT Rajawali Putra Banjaran Nasruddin Zulkarnaen masih terus berlanjut. Tim kuasa hukum Antasari Azhar, terpidana kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, membeberkan fakta bahwa SMS ancaman kepada Nasrudin diduga dikirim dari kawasan Kebayoran Baru Jakarta. Karena itu, Polda Metro Jaya didesak agar mempercepat penyidikan penyalahgunaan telepon seluler kliennya dalam pengiriman SMS ancaman.
Pihak kuasa hukum Antasari sebelumnya melaporkan dugaan penyalahgunaan telepon genggam mantan Ketua KPK itu ke Bareskrim Polri 25 Agustus yang lalu. Pengusutan itu dianggap penting karena dianggap menjadi dasar penjatuhan vonis 18 tahun kepada Antasari.
Juniver Girsang, mengungkapkan SMS itu diduga dikirim dari kawasan Kebayoran Baru Jakarta. Pesan singkat tersebut berisi “Maaf, Mas. Masalah ini yang tahu hanya kita berdua kalau sampai ter-blow up tahu konsekuensinya.”
“SMS tersebut kemudian menjadi dasar dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyatakan bahwa klien kami sebagai penganjur atau otak terbunuhnya Nasrudin Zulkarnaen,” kata Juniver di Markas Polda Metro Jaya, Selasa (8/11/2011).
Ia mengungkapkan pihak tim kuasa hukum Antasari melakukan investigasi atas pengiriman SMS itu. Dari hasil investigasi itu, diketahui bahwa SMS yang dikirimkan pada Februari 2009 itu dikirimkan dari kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. “Sesuai dengan informasi dan hasil pelacakan yang sifatnya investigasi pasif, kami mengetahui bahwa pengirim SMS seakan-akan dari klien kami diduga dikirimkan dari daerah Kebayoran Baru. Sedangkan, klien kami pada tanggal yang sama berada di kantornya di Gedung KPK di Kuningan,” ungkap Juniver.
Karena itulah, ia meminta pihak kepolisian menelusuri siapa pelaku pengirim pesan sesungguhnya itu. “Segera ditindaklanjuti temuan itu supaya segera dicari. Kalau bukan Antasari, berarti siapa? Kalau ketahuan kita harapkan orang itu bisa diduga adalah dalang pembunuhan itu sendiri,” pungkasnya.
Juniver menambahkan ahli teknologi informasi (TI) dari Institut Teknologi Bandung, Agung Harsoyo, dalam persidangan, menuturkan hasil pemeriksaan call data records (CDR) di empat operator seluler menyimpulkan tidak ditemukan SMS ancaman dari Antasari ke Nasrudin, seperti yang tertulis dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Salah satu pemeriksaan CDR juga menyebut ada SMS ke nomor Nasrudin dari nomor yang tak teridentifikasi. Agung mengatakan pengiriman SMS dengan nomor tak teridentifikasi diduga dikirim melalui web server. “Sehingga dapat disimpulkan bahwa SMS ancaman itu bukan berasal dari ponsel milik Antasari sebagaimana dalam barang bukti tersebut telah disita atau dijadikan barang bukti oleh JPU,” ujarnya.
Padahal, kata Juniver, SMS tersebut juga telah dibuktikan dalam persidangan Antasari. Menurut Juniver, dari hasil analisis ahli Informasi dan Teknologi (IT) Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, SMS tersebut bukan berasal dari HP milik Antasari.
“Pak Agung Harsoyo di depan persidangan di bawah sumpah menerangkan bahwa pada CDR (Call Data Record) nomor telepon atas nama Almarhun Nasrudin Zulkarnaen tidak terbukti ada nomor HP Antasari Azhar, sehingga dapat disimpulkan bahwa SMS ancaman tersebut bukan berasal dari HP milik Antasari Azhar,” paparnya.
Juniver menyesalkan bahwa telepon genggam tersebut telah disita dan dijadikan barang bukti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Untuk itu, Juniver berharap, Polda Metro Jaya bisa serius menindaklanjuti laporan kliennya itu. “Kami masih berharap bahwa keadilan masih ada, karena masih ada kepercayaan kepada polisi,” katanya. WASPADA
Pengakuan Saksi Ahli dalam Persidangan Antasari
Biografi Singkat Dr. Ir. Agung Harsoyo M.Sc, M.Eng
Kepala Laboratorium Sistem Kendali dan Komputer, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB. Pendidikan Doktor ditempuh di Université de Bretagne Sud, France (2003), M.Sc. dan M.Eng. di Ecole Nationale Supérieure des Télécommunications de Bretagne, France (1996), serta Sarjana di Teknik Elektro ITB (1993). Saat ini menjadi Partner di Transforma Institute.
Spesialisasi di bidang IT Master Plan/Blue Print, Disaster Recovery Planning, Integration System, Data warehousing, IT Security, IT Governance, Telekom Seluler.
Pak Agung Harsoyo merupakan seorang dosen dan akademisi yang kredibel dan kepiawaiannya tidak perlu diragu lagi di Teknik Elektro ITB. Pada 17 Desember 2009, Pak Agung Harsoyo menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus Antasari Azhar di PN Jakarta Selatan. Kala itu, dia memastikan ponsel mantan ketua KPK tersebut tidak pernah mengirimkan SMS ancaman kepada Nasrudin Zulkarnaen sebelum terbunuh. Padahal, jaksa mendakwa Antasari mengancam melalui pesan singkat tersebut.
Berikut, kutipan penjelasan Dr Ir Agung Agung Harsoyo M.Sc, M.Eng yang ditulis di harian Jawa Pos.
MERAYU Dr Ir Agung Harsoyo MSc M.eng untuk berbicara di luar pengadilan perlu proses lama. Doktor bidang optical and electromagnetic dari Université de Bretagne Sud, Prancis, itu tak ingin dikesankan membela salah satu pihak. ”Saya ini orang kampus. Jadi bicara keilmuan murni. Saya tak mau ikut campur dalam proses hukumnya,” kata Agung saat ditemui Jawa Pos di ruang kerjanya di Departemen Elektro ITB, Bandung, (22/01).
Pria asal Jogjakarta itu baru saja selesai menguji skripsi mahasiswanya. Ruang kerja Agung sederhana, ukurannya hanya 3 x 4 meter ,lengkap dengan komputer dan rak buku. ”Banyak (media) yang meminta saya bicara. Tapi, kalau saya yakin dan tidak percaya benar, saya tidak mau,” kata Agung.
Doktor muda (41 tahun) itu memang dihadirkan oleh kubu Antasari Azhar sebagai saksi ahli dalam persidangan. Hal itu terkait dakwaan jaksa yang menyebutkan bahwa Antasari mengirimkan pesan singkat kepada Nasrudin pada Februari 2009. Menurut jaksa, bunyinya, ”Maaf, Mas. Masalah ini hanya kita yang tahu. Kalau sampai ter-blow up, tahu sendiri konsekuensinya. Hal itu yang menjadi latar dakwaan bahwa Antasari punya motif menghabisi nyawa Nasrudin.
Sebelum membahas dugaan SMS Antasari itu, Agung meminta Jawa Pos memahami alur kerja telepon seluler. Dia lantas menghidupkan komputer dan mengambil sebuah kertas kosong. ”Ada beberapa layanan dalam handphone (HP), bisa voice mail, SMS, e-mail juga bisa,” katanya sembari menggambar grafik di kertas.
Untuk SMS, alurnya dari HP si A ke operator A, lalu masuk ke MSC operator B, baru dikirim ke HP B. ”Jadi, misalnya, si A pakai Indosat akan kirim SMS ke B yang pakai Telkomsel, SMS A itu akan masuk ke MSC Telkomsel, baru dikirim ke HP B,” katanya. MSC adalah singkatan dari mobile switching gateway. Semua aktivitas itu, kata Agung, tercatat pada call detail record (CDR) di setiap operator. ”Aktivitas apa pun akan direkam, baik itu SMS, miss call, atau telepon,” katanya.
Selain itu, isi atau konten SMS akan disimpan oleh operator dalam file terpisah dengan CDR. ”Jadi, bedakan antara aktivitas dan isi. Khusus untuk isinya, itu bisa di-recover atau bisa dilihat ulang sepanjang datanya belum tertimpa data baru,” katanya.
Tapi, lanjut dia, mengirim SMS tidak hanya menggunakan prosedur biasa. Menurut Agung, terdapat enam kemungkinan pengiriman SMS dengan nomor tertentu. Pertama, memang SMS tersebut dikirim oleh nomor yang jelas diketahui. Kedua, mengirimkan kepada diri sendiri.Ketiga, SMS dikirim oleh server yang terhubung dengan SMS center. Keempat, dengan menggunakan BTS palsu yang telah menyadap nomor pengirim ketika tidak aktif. Kelima, mengkloning SIM pengirim, kemudian mengirimkan SMS ketika nomor yang dikloning itu tidak aktif. Keenam, SMS dikirim oleh oknum operator telepon selular. ”Kalau pakai website, nomor pengirim bisa diisi siapa saja, tinggal dimasukkan terserah,” katanya. Alur dari website langsung masuk ke operator B dan dilanjutkan ke HP B. Setelah menjelaskan alur, Agung memaparkan soal base transmitter stations atau BTS. ”Ponsel kita ini dipegang oleh BTS. Ada tiga sektor yang setiap sektornya 120 derajat. Jadi, totalnya melingkar 360 derajat,” ujarnya. Nah, apa pun aktivitas ponsel akan diketahui BTS-nya. “Ini bisa juga dilacak, namanya cell id,” katanya.
Agung menjelaskan, khusus untuk CDR, ada dua jenis. Yakni, roll CDR yang mencatat aktivitas nomor yang tidak akan terhapus selamanya. Yang kedua, billing CDR yang dihapus tiga bulan sekali. ”Fungsi billing CDR itu menagih dana. Jadi, data itu nanti dicocokkan antaroperator. Karena hubungannya dengan uang, CDR akan sangat dijaga dengan baik oleh operator,” katanya.
Nah, bagaimana dengan ponsel Antasari? Agung menegaskan tidak ada. ”Saya disumpah di pengadilan untuk berbicara jujur. Maka, sesuai dengan keilmuan saya, itu tidak ada. Di CDR saja tidak ada, apalagi isinya,” katanya.
Bagaimana jika Antasari menghapus? Menurut Agung, kalau itu dilakukan, jejaknya pasti akan terlacak di operator. ”Hebat sekali bisa meminta CDR orang lain tanpa perintah pengadilan, kok sakti sekali,” ucapnya.
Sebab, jika ada, Antasari tidak cukup menghapus CDR atau aktivitas ponselnya. Namun, dia juga harus menghapus CDR milik Nasrudin Zulkarnaen. ”Berarti punya kekuasaan yang besar sekali,” tuturnya.
Agung mendapatkan hard copy catatan CDR dan aktivitas ponsel Antasari dan Nasrudin beratus-ratus halaman. ”Saya tiga hari memeriksa itu, sampai tidak tidur,” katanya.
CDR adalah data yang sangat lengkap. Yakni, meliputi waktu, posisi BTS, dan sebagainya.”Tidak ada catatan aktivitas dari enam nomor ponsel Pak Antasari pada Februari 2009 kepada Nasrudin,” katanya. Pada telepon Nasrudin memang ada pesan singkat yang tercatat dari nomor ponsel Antasari. Pesan singkat itu diterima pada 30 Desember 2008 pukul 10.38 WIB. ”Isinya, langsung ke lantai 3,” kata Agung. Pesan singkat yang lain diterima pada Maret 2009.
Hasil bergadang tiga hari itu, Agung menemukan banyak fakta penting. Di antaranya, selama periode Februari-Maret 2009, tidak terdapat SMS yang dikirim dari keenam nomor HP milik Antasari kepada Nasrudin. Pada Februari 2009, nomor HP Antasari 0812050455 mencatat empat SMS dari nomor HP Nasruddin 0811978245, tapi tidak ada catatan adanya SMS balasan dari Antasari.
Pada Februari 2009, nomor HP Antasari 08889908899 tercatat menerima panggilan percakapan dari Saudara Nasrudin dengan durasi percakapan sembilan menit. Nasruddin mendapat 205 SMS incoming yang tidak tercatat nomor pengirim. Upaya yang dilakukan Agung untuk mendapatkan konfirmasi dari petugas operator mendapatkan jawaban yang tidak cukup untuk menjelaskan hal tersebut.
Menurut operator data, yang diberikan ke penyidik adalah roll CDR, yaitu sembilan CDR yang paling bawah. Tercatat 35 SMS incoming ke nomor Antasari 08121050455 dengan nomor pengirim yang tidak teridentifikasi pula. Seluruh SMS tersebut diperkirakan dikirim melalui web server. Selama Februari-Maret 2009, nomor telepon Antasari 08121050455 tidak sekali pun memiliki catatan yang digunakan untuk mengirim SMS atau untuk percakapan baik kepada Nasrudin maupun Sigid Haryo Wibisono (terdakwa kasus serupa).
Selama Februari-Maret, nomor HP Antasari 08881700466 tidak sekali pun memiliki catatan yang digunakan untuk mengirimkan SMS atau percakapan kepada Nasruddin. Tetapi, pernah tercatat menerima dua SMS incoming dari Saudara Sigid melalui nomor 088801005250 dan 08889969688.
Selama Februari-Maret 2009, nomor HP antasari 08889969688 tidak sekali pun memiliki catatan yang digunakan untuk mengirimkan SMS atau percakapan, baik kepada Nasruddin maupun Sigid. Selama Februari-Maret 2009, nomor HP Antasari 08889908899 tidak sekali pun memiliki catatan digunakan untuk mengirimkan SMS atau percakapan, baik kepada Nasruddin maupun Sigid.
Selama rentang waktu itu, nomor HP Antasari 08889501677 tidak sekali pun mengirimkan SMS atau percakapan kepada Nasrudin dan Sigid. Selama Februari-Maret 2009, nomor HP Antasari 088801005252 memiliki catatan digunakan untuk mengirimkan SMS kepada Sigid, sebanyak 33 kali SMS out going.
Tidak ditemukan juga catatan yang menunjukkan Nasrudin melakukan komunikasi, baik SMS maupun percakapan dengan Sigid. Dan, selama Februari-Maret 2009 tercatat beberapa kali pengiriman SMS kepada pemilik yang sama, yakni HP milik Antasari sebanyak sekali dan HP milik Sigid lima kali.
”Tugas saya melaporkan fakta siapa pun yang menganalisis hasilnya akan sama. Nek ana, ya ana. Nek ora, ya ora (Kalau memang ada, ya pasti ada. Kalau tak ada, ya memang tidak ada). Kalau ada, pasti jejaknya terendus di CDR,” ungkapnya.
Karena yakin benar, Agung mempersilakan orang lain juga menguji CDR itu. “Ayo, tunjukkan kalau benar-benar ada,” katanya. Bahkan, kata Agung, untuk melacak data itu tak harus doktor. ”Mahasiswa saya saja sudah bisa,” katanya.
Apakah mungkin ada rekayasa? ”Wah, saya tidak mau bilang itu. Memang bisa saja lewat website yang paling mungkin,” ujarnya. Saat menjadi saksi di sidang, Agung memang pernah memeragakan kemampuan mengirimkan SMS tanpa sepengetahuan orang lain. Agung mengatakan tidak punya beban menjadi saksi ahli Antasari. ”Kalau masalah vonis atau hukuman, itu jauh di luar kapasitas saya. Biarlah hakim yang memutuskan, tentunya dengan seadil-adilnya,” katanya. [KbrNet/WPD]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar