Oleh: Agus Rahmat
Nasional - Rabu, 23 November 2011 | 08:05 WIB
INILAH.COM, Jakarta - DPR tidak tahu menahu adanya memorandum of understanding (MoU) atau kerjasama antara Indonesia dengan Malaysia terkait frekuensi udara. Dalam perjanjian tersebut, Indonesia mendapat rute penerbangan yang sepi. Sementara, Malaysia mendapat rute penerbangan yang ramai.
Adanya perjanjian tersebut tertuang dalam dokumen "Confidential MoU between Tje Aeronautical Authorities of the Repubclic of Indonesia and the Goverment of Malaysia on the Implementation of Bilateral Air Service Agreement".
Saat INILAH.COM mengkonfirmasi DPR, dalam hal ini Komisi V (membidangi penerbangan, infrastruktur), tidak ada yang mengetahui bentuk MoU tersebut.
"Saya belum terima draft MoU itu," ujar Ketua Komisi V DPR Yasti Mokoagow, Rabu (23/11/2011).
Hanya saja, Yasti mencoba mengingat-ingat lagi terkait hal ini. Politisi PAN ini mengaku kalau tahun lalu memang ada rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi V dengan Kemenhub serta maskapai penerbangan. Sebagai pimpinan ketika itu, dia melihat ada sesuatu yang tidak beres.
"Setahu saya, setahun yang lalu RDP dengan seluruh maskapai yang ada di Indonesia, memang ada beberapa kendala terkait dengan frekuensi penerbangan yang di berikan Indonesia dan yang di berikan ke penerbangan Malaysia. Saya membaca ada situasi yang kurang menyenangkan," jelas Yasti.
Hanya saja, apakah hal itu terkait perjanjian yang terkesan 'menggadaikan' wilayah udara Indonesia atau bukan, dia tidak bisa memastikan.
Hal sama dikatakan oleh anggota Komisi V Yudi Widiyana Aida. Politisi PKS, ini mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu ada MoU tersbut. "Saya baru tahu, justru dari anda ini," katanya kepada INILAH.COM, Rabu (23/11/2011)
Kemenhub, lanjutnya, bisa membuat MoU dengan pihak lain tanpa harus meminta persetujuan dengan DPR.
"Itu hak mereka tapi kita berhak untuk mengawasi," kata Yudi.
Seperati yang diberitakan sebelumnya, Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengungkapkan adanya penggadaian frekuensi udara tersebut.
Dalam dokumen itu pemerintah Indonesia mengadaikan sejumlah frekuensi rute penerbangan gemuk kepada Malaysia. "Malaysia mendapatkan frekuensi penerbangan dari bandara Cengkareng, Denpasar, dan Ujung Pandang. Malaysia bisa ke seluruh kota yang ada di Indonesia dan Australia," ujar Agus kepada INILAH.COM, Selasa (22/11/2011).
Adapun Indonesia, menurut Agus hanya mendapatkan frekuensi rute penerbangan sepi. Yaitu Kuala Lumpur-Kinabalu-Kuching,-Asia dan rute Kuala Lumpur-Kuching-Kinabalu-Eropa yang notabene kurang diminati penumpang.
"Malaysia dapat rute gemuk kita, oleh Malaysia ditukar dengan rute kurus yang pasti tidak ada penumpangnya meski frekuensinya lebih banyak. Kalau benar, harga diri kita digadaikan oleh Kemenhub," tegas Agus.
Agus mengaku mendapatkan dokumen MoU antara RI dengan Malaysia tersebut dari koleganya yang menghadiri KTT ASEAN di Bali. "Pada dokumen itu terlihat bahwa kita menjual wilayah udara kita kepada Malaysia. Pemerintah Indonesia memberikan 5 th Right of Freedom ke Malaysia," ungkapnya. [gus]
http://nasional.inilah.com/read/deta...-wilayah-udara
Celakalah kalau pemerintah yang seharusnya dipercaya untuk mengkelola segenap bumi, laut dan udara untuk kebajikan rakyat ternyata telah meng"khianati" kepercayaan itu..... oleh sebab itu wajarlah jika kita sekarang menuntut agar hak untuk melakukan revolusi diatur oleh hukum positif dan dicantumkan dalam konstitusi.
Nasional - Rabu, 23 November 2011 | 08:05 WIB
INILAH.COM, Jakarta - DPR tidak tahu menahu adanya memorandum of understanding (MoU) atau kerjasama antara Indonesia dengan Malaysia terkait frekuensi udara. Dalam perjanjian tersebut, Indonesia mendapat rute penerbangan yang sepi. Sementara, Malaysia mendapat rute penerbangan yang ramai.
Adanya perjanjian tersebut tertuang dalam dokumen "Confidential MoU between Tje Aeronautical Authorities of the Repubclic of Indonesia and the Goverment of Malaysia on the Implementation of Bilateral Air Service Agreement".
Saat INILAH.COM mengkonfirmasi DPR, dalam hal ini Komisi V (membidangi penerbangan, infrastruktur), tidak ada yang mengetahui bentuk MoU tersebut.
"Saya belum terima draft MoU itu," ujar Ketua Komisi V DPR Yasti Mokoagow, Rabu (23/11/2011).
Hanya saja, Yasti mencoba mengingat-ingat lagi terkait hal ini. Politisi PAN ini mengaku kalau tahun lalu memang ada rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi V dengan Kemenhub serta maskapai penerbangan. Sebagai pimpinan ketika itu, dia melihat ada sesuatu yang tidak beres.
"Setahu saya, setahun yang lalu RDP dengan seluruh maskapai yang ada di Indonesia, memang ada beberapa kendala terkait dengan frekuensi penerbangan yang di berikan Indonesia dan yang di berikan ke penerbangan Malaysia. Saya membaca ada situasi yang kurang menyenangkan," jelas Yasti.
Hanya saja, apakah hal itu terkait perjanjian yang terkesan 'menggadaikan' wilayah udara Indonesia atau bukan, dia tidak bisa memastikan.
Hal sama dikatakan oleh anggota Komisi V Yudi Widiyana Aida. Politisi PKS, ini mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu ada MoU tersbut. "Saya baru tahu, justru dari anda ini," katanya kepada INILAH.COM, Rabu (23/11/2011)
Kemenhub, lanjutnya, bisa membuat MoU dengan pihak lain tanpa harus meminta persetujuan dengan DPR.
"Itu hak mereka tapi kita berhak untuk mengawasi," kata Yudi.
Seperati yang diberitakan sebelumnya, Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengungkapkan adanya penggadaian frekuensi udara tersebut.
Dalam dokumen itu pemerintah Indonesia mengadaikan sejumlah frekuensi rute penerbangan gemuk kepada Malaysia. "Malaysia mendapatkan frekuensi penerbangan dari bandara Cengkareng, Denpasar, dan Ujung Pandang. Malaysia bisa ke seluruh kota yang ada di Indonesia dan Australia," ujar Agus kepada INILAH.COM, Selasa (22/11/2011).
Adapun Indonesia, menurut Agus hanya mendapatkan frekuensi rute penerbangan sepi. Yaitu Kuala Lumpur-Kinabalu-Kuching,-Asia dan rute Kuala Lumpur-Kuching-Kinabalu-Eropa yang notabene kurang diminati penumpang.
"Malaysia dapat rute gemuk kita, oleh Malaysia ditukar dengan rute kurus yang pasti tidak ada penumpangnya meski frekuensinya lebih banyak. Kalau benar, harga diri kita digadaikan oleh Kemenhub," tegas Agus.
Agus mengaku mendapatkan dokumen MoU antara RI dengan Malaysia tersebut dari koleganya yang menghadiri KTT ASEAN di Bali. "Pada dokumen itu terlihat bahwa kita menjual wilayah udara kita kepada Malaysia. Pemerintah Indonesia memberikan 5 th Right of Freedom ke Malaysia," ungkapnya. [gus]
http://nasional.inilah.com/read/deta...-wilayah-udara
Celakalah kalau pemerintah yang seharusnya dipercaya untuk mengkelola segenap bumi, laut dan udara untuk kebajikan rakyat ternyata telah meng"khianati" kepercayaan itu..... oleh sebab itu wajarlah jika kita sekarang menuntut agar hak untuk melakukan revolusi diatur oleh hukum positif dan dicantumkan dalam konstitusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar